Rd.Adi Kusuma

Rd.Adi Kusuma

Sabtu, 21 Juli 2012

kompleks perkuburan sahabat nabi di makkah


JANNAT -UL- MOAALLA
        (Makkah's HOLY Grave Yard)...

gerbang  UTAMA jannat-ul Malla



1 .  More or less six thousand companions of Prophet Muhammad sallallaho allihiwasalam  have been buried in the holy grave yard of Makkah in which the grave of "Ummul Moumeneen Syeda Khateeja (R.A)" is the most important . She (R.A) was not only the first wife of Prophet (S. A. W.) but the first lady who embraced Islam.

Old bagian dari jannat-ul-Malla di mana conpanions nabi sallallahU allAihi
wassalam telah berbaring untuk beristirahat



salah satu orang paling beruntung hari ini meninggal di Makkah suci dan setelah itu salat jenazah-ul-
(Doa Pemakaman) di Masjid ul Haram dekat suci Kabba dinding, tubuhnya telah melakukan
dari Masjidil Haram ke kuburan suci - jannat ul Malla untuk dimakamkan antara campanions nabi
Muhammad sallallaho allihi wasalam.

2. Ini adalah paling suci kedua kuburan pekarangan dunia diikuti dengan pemakaman suci Madinah-tul-munawarrah - Jannat-UL-BAQQI -. Saat jalan atau layang yang membagi halaman ini kuburan ke dua bagian. Memasuki gerbang utama masuk dari Anda menemukan diri Anda dalam bagian baru dari kuburan di mana kaum muslimin umum telah dikuburkan. Crossing bagian baru dari kuburan kecil di bawah jalan tanah mengarah ke bagian yang lebih tua dari pemakaman suci. Dengan cara ini sub dibangun di bawah fly membagi atas jalan.

kereta bawah tanah mulai dari sini yang mengarah ke bagian yang lebih tua dari Cemetry
mana sahabat dan Syeda Khateeja R.A ditanam.



kereta api bawah tanah

Di sini, di bagian yang lebih tua beberapa sahabat Nabi Muhammad sallalla ho allihi wasalam berbaring untuk beristirahat di mana makam Syeda Khateeja (RA) adalah yang paling penting. Hal ini terletak sedikit di ketinggian kecil dan ditutupi oleh panggangan besi. Makam seorang putra tercinta Nabi sallallaho allihi wasalam, bayi Syedna Qasim (RA) juga di sini. Sahabat lebih banyak pula yang berbaring di sini untuk istirahat.

pilgrims at
 syeda khateeja r.a. grave 
BATAS ATAS KUBUR DARI MANA Syeda KHATEEJA RA terletak
anoter view of amma khateeja grave
sisi LAIN  DARI Syeda KHATEEJA R.A KUBUR




Pandangan lain dari makam sahabat terkemuka Nabi sallallaho allihi wasalam 


3.
Ayah besar Haji Muhammad Shafi dan paman dari pihak ibu Haji Muhammad Makeen ibu saya (Sajida Begum) juga dimakamkan di sini. Mereka meninggal melakukan haji mereka 26 dan 15 di tahun 1950 dan 1969 masing-masing. Saat ini makam aslinya tidak ada. Kecuali makam sahabat terkenal Nabi MUHAMMAD sallallaho allihiwasalam semua kuburan lainnya telah dihancurkan oleh pemerintah saudi waktu ke waktu sehingga muslim lebih banyak bisa mendapatkan tempat dalam lumpur ini tanah suci dan penyayang.


Kuburan umum Muslimin

bagian di antara bagian baru Cemetry
4 . If you come out from masjid-ul-haram through Marwa Gate, which is situated, where the last and seventh round of Saie ends, You will find a market at your left where some shops of hair dressers are situated. When you enter in the wide street of this market named Souq-ul-Lail(in arabic souq means market and lail means night). This street is covered by the squared plastic shade. Both the sides of this street have  mostly gold shops. In local language this street is called CHAPTER MARKET( market of sheds). As soon as this street ends, you will find a mosque. Do not turn anywhere and go straight. Now there is a road. Keep walking on foot path. Now you will find a crossing and traffic signal. Do not turn anywhere walk straight and cross the road. Now the wall of Jannat-ul-Malla will be at your left. Then a main gate will come. It is the main entrance of this Holy Graveyard.
main gate of jannat ul maula (makkah grave yard)
IT IS THE MAIN GATE OF MAKKAH'S
HOLY CEMETERY


Another view of main gate of jannat-ul-malla.


Just entering in jannat-ul-malla.an airconditioned hall is available for ladies to wait their
gents went in cemetry. Ladies are not permitted to go in graveyard .They may recite
duas sitting here as it is also part ocf cemetry. Free cold water packs in refrigirators
are available in this area.May be in rush season facility of sitting inside not available.


Another view of waiting are in jannat-ul-malla.
According to a school of thoughts, on the day of judgement, 70,000 people will be relieved and spared  from this holy graveyard and they will be allowed to enter in heaven without any process of accountability.

FINE LOOK OF JANNAT-UL-MAALLA
(MAKKA'S' HOLY CEMETERY)

Important graves in Jannat-e-Moalla are:
-    Syeda Khateeja
-    Syed Qasim (son)
-    Abdullah bin Zubair
-    Asma bint Abu Bakar
-    Fazeel bin Abbas
-    Abdur-Rehman bin Abu Bakar.
             This cemetery also known as Al-Hajun. The Prophet(pbuh) used to visit it frequently. It is the 2nd holiest graveyard after Baqi. Those buried here include:
Abd Manaf: Great, great grandfather of the Holy Prophet (pbuh)
Grave of Hashim: Great grandfather of the Holy Prophet (pbuh)
Grave of Abdul Muttalib Grandfather of the Holy Prophet (pbuh)
Grave of Hazrat Abu Talib: Father of syedna Ali (R.A)

Instruction boards and beyond front wall the grave of ummul momeneen syeda
                       khateja radi Allah ho talla anha situated.



From jannat-ul-malla the location of holy kabba and Masjid-ul-haram might be
             determined as the visible tallest buiding is just in front of it.

 IMPORTANT HOLY GRAVES
                      IN
     JANNAT-UL-MALLA


                  Grave of umm-ul-momineen syeda Khateeja R.A
                                                         and
                       her son syedna Qasim R.A(in small square)


SYEDA ASMA BINT-E-ABUBAKAR SIDDIQUI WHO WAS THE18th personality
embraced islam. Elder sisiter of ummul-mo-mineen syeda Aisha siddiqua R.A. Carried
meal for prophet sallalla ho allihi wasalam to Hira cave .Her father syedna Abubakar
Siddiqui and husband syedna Zubair bin awwam got honored to be members of ASHR-
E-MUBASHARRA, She died at the age of 100 after 10days to the shahat of her son
syedna Abdullah bin zubair (see grave of syed abdullah bin zubair R.A bwlow)

  
Syedna abdullah bin zubair. He was son of Asma bint Abubakar---------Got
shahadat
in Makkah when all companions of him left him alone agaist hujaj
bin yousuf. He was maternal grand son of syedna Abu bakar siddiq.
i

o
                Grve of SON OF sYEDNA  Abubakar siddiqui--------
                                    
syedna Abdul-Rehman


Grave of syedna Abu Talib---------the beloved and merciful uncle of prophet
Muhammad sallalla ho allihi wasalam


Another view of syena abu talibs' grave

SEE FEW MORE BEAUTIFUL PICS
                          OF
               THIS CEMETRY

















GRAVE OF ABDULLAH BIN UMER (R.A)
1 .  Syedna Abdullah Bin Umer (R.A) was the son of Second Caliph Umer Bin Khattab (R.A). He was the true lover of Prophet Muhammad sallalla ho allihi wasalam. A number of sayings (AHADEES) have been described by him. After Syedna Umer (RA) it was proposed that he (RA) would be the Caliph of muslims but Syedna Umer (R.A) opposed and said that this decision would convert KHALAFAT in to heredity.
2 .  Syedna Abdullah (RA) had a son who once denied to obey the saying of Prophet Muhammad  - "Let the women permit to go in to mosques". Syedna Abdullah became very angry and never spoke to his son after this incident. This act proves how much he (R.A) had loved his Prophet sallalla ho allihi wasalam
3 .  Very few pilgrims know that this great lover of Prophet is lying to rest very near to "Masjid-e-Aisha" in Makkah. When pilgrims go to "Masjid-e-Aisha" by bus, a muhalla named "Muhalla-e-Shuhda" comes to the left hand side where a small mosque is situated. Few yards ahead from this mosque there are three graves in the bottom of a hill. One of them is the grave of Syedna Abdullah bin Umer and remaining two are of his companions. Pilgrims must try to locate this grave to give salute (SALAAM) to the great lover of Prophet sallallaho allihi wasalam.

Ibnu Hajar Al-Asqalani



Mutiara Berserak di Pintu Allah

la bukan hanya dikenal sebagai salah seorang sufi dan ahli fikih yang masyhur. Tapi juga penyair dengan puisi Ketuhanan yang indah

Sampai saat ini, para santri di Indosesia sangat akrab dengan sebuah kitab fikih yang masyhur, Bulughl Maram. Pengarang kitab ini ialah seorang uiama dan sufi yang terkenal, Ibnu Hajar Al-Asqalani. Tapi, sesungguhnya ia lebih dikenal sebagai ahli fikih ketimbang sufi atau ahli tasawuf. Sampai kini, pendapat-pendapatnya dalam ilmu fikih masih menjadi bahan telaah dan referensi para ulama, terutama ketika mereka menetapkan sebuah fatwa.
Meski kurang dikenal sebagai sufi, pandangan-pandangan sufistiknya terungkap dalam kumpulan puisinya, Al-Munabihat 'ala al Isti'dadli Yaum al-Ma'ad.


la lahir di Kairo pada 12 Syakban 773 M atau 8 Februari 137 M. Nama lengkapnya Syihabuddin Abu Fadl Ahmad bin Nuruddin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-As qalani. Tak jelas bagaimana asal-usul keluarganya. Adapun julukan Al-Asqalani merupakan bagian dari tradisi muslim saat itu. Ayahnya, Nuruddin Ali (wafat 777 Hijriah/1375 Masehi), dikenal sebagai ulama termasyhur yang menjabat mufti di Mesir. Adapun ibunya, Tujjar, berasal dari keluarga pedagang kaya.
Namun, masa kecil Ibnu Hajar penuh dengan pengalaman sedih. Semenjak berusia empa ttahun, ibunya meningal dunia. Maka ia pun diasuh Zakiuddin Abu Bakar Al-Karrubi, seorang saudagar kaya. Di bawah bimbingan Zakiuddin, Ibnu Hajar mendapat pelajaran agama dan bimbingan spiritual, sehingga pada umur sembilan tahun ia sudah hafal Al-Quran. Belakangan, ia berguru kepada beberapa ulama masyhur, seperti Syekh Jalaluddin al-Buqini (ilmu nahu); Syekh Ibnu al-Muan al-Fairuzabadi dan Syekh Muhibuddin bin Hisyam (Ilmu saraf) At-Takhuni (qiraah); Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ali bin Qattam (sejarah).

Ibnu Hajar memang murid yang rajin dan cerdas. Dengan tekun, ia mencatai secara terperinci pelajaran sejarah, nama para gurunya, dan kitab-kitab yang dibacanya. Kitab-kitab yang dibacanya, antara lain, Al-Mu'jam al-Mufahras, Al-Maqasid al Aliyat fi Fihris al-Marwiyat (indeks hadis), Al-Majma al-Mua'sas (pelengkap katalog ayat Al-Quran).

Merasa belum cukup dengan itu, ia kemudian mengembara untuk menim-ba ilmu. la antara lain berkunjung ke pusat-pusat ilmu seperti Hejaz dan Yaman, lalu Suriah dan Palestina. Dalam perjalanan ini, ia berjumpa dengan guru utamanya dalam ilmu hadis, Syekh Zainuddin al-lraqi. la juga mengaji kepada ulama ilmu hadis dan fikih, Syekh Izzuddin bin Jama'ah. Dari kedua gurunya yang masyhur itu, ia memperoleh ijazah untuk mengeluarkan fatwa.
Setelah puas berguru kepada sejumlah ulama besar, ia pun mengamalkan ilmunya sebagai pendidik. la pernah menjadi guru madrasah, dosen, hakim, mufti, khatib dan pustakawan. la mengajar ilmu hadis, tafsir, tikin. Kuhah-kuliahnya di Madrasah Syai-khumyah dan Mankutimuriyah, Kairo, seialu mendapat sambutan hangat dari para mahasiswa.

Salah satu karirnya yang penting ialah ketika ia menjabat kepala bidang pendidikan dan administrasi selama 35 tahun di Perguruan Barnaysiyyah, Kairo dari tahun 141 sampai 1445 M. Selanjutnya ia pindah mengajar di Darul Hadits Al Kamaliah, masih di kota kairo.
Pada 1423 M ia menjabat wakil Agung sementara rekanya syekh Jalaluddin Al Baqilani sebagai Hakim Agung, akan tetapi beberapa bulan kemudian, ia dilengserkan gara-gara kebijakannya yang dinilai bersebrangan dengan politik pemerintahan Mesir sebagai mufti, dan jabatan ini dapat ia pertahankan selama 20 tahun.Sebagai ulama, ibnu hajar termasuk produktif menulis kitab, terutama dalam ilmu hadits. Kitabnya yang termasyur berjudul Fat Al Bahri bi Syarkh al Bukhari (1429M), telaahd an komentar mengenai kitab shahih al Bukhari. Kitab itu tidak hanya beredar di mesir, tapi juga di parsi dan asia tengah. Kitab kitab karangn lainya yaitu Al Isabah fi Tamyiz al Sahabah, Tanzib at Tahzib, Lisan al Mizan, Anba al Gumr dan Bulughur Mahram in Adilat al Ahkam. Dalam kitab kitab tersebut ia menggunakan gagasannya tentang ilmu fikih, hadits dan lainnya.
Selain itu semua, Ibnu Hajar ternyata adalah juga seorang penyair. Puisinya terkumpul dalam kitab Al Munabihat ‘ala al Isti’dad li Yaum al-Ma'ad. Banyak mutiara hadis dan uangkapan para ulama terkenal yang ia sunting dalam sejumlah puisi.
Berikut, sebait puisi sebagai kata pengantar kumpulan puisinya, Menuju Pintu Allah, Mutiara Berserak.
Bismillahirrahmanirrahim
Selaksa puji bagi Allah Sang Esa
di setiap waktu dan masa
Kesejahteraan abad bagi Rasul-Nya
Muhammad, Sang Mustafa
Dari kisi-kisi hati
ingin kusampaikan lewat karya ini
Bekal kewaspadaan
untuk meniti perjalanan panjang
lewat untaian mutiara
yang terajut dua-dua
tiga-tiga, empat-empat
dan seterusnya
hingga untaian sepuluh mutiara kata
Semoga berguna

Sumber: Al Kisah

Misykaatul Anwar 8. Perkaitan cahaya-cahaya ini dengan Allah; Penerangan yang lebih mudah.

8. Perkaitan cahaya-cahaya ini dengan Allah; Penerangan yang lebih mudah.
 


Mungkin saudara susah hendak faham dengan penerangan yang tersebut dahulu itu.  Maka saudara rasa payah hendak faham.  Maka di sini saya akan memberikan penerangan yang lebih mudah,  agar saudara dapat memahaminya.
Maksud  "Allah itu cahaya langit dan bumi " boleh difahami jika dikiaskan kepada cahaya biasa yang nampak itu.  Apabila saudara melihat warna tumbuhan-tumbuhan disiang hari- katalah warna hijau - saudara tentu menyangka yang saudara melihat warna,  dan mungkin saudara mengatakan saudara hanya melihat warna,  tidak ada yang lain lagi.  Seolah-olah saudara mengatakan  "Saya tidak nampak yang lain kecuali warna hijau ".  Memang banyak orang berdegil mengatakan demikian.  Kata mereka perkataan " cahaya "  itu tidak ada ertinya,  hanya kosong,  kata mereka apa yang nampak hanyalah warna.  Dengan demikian,  mereka menafikan adanya cahaya meskipun cahaya itulah yang paling terang dan nyata sekali terzohir daripada benda-benda lain.  Kenapa tidak?  Kerana dengan adanya cahaya itulah benda-benda itu terzohir atau ternampak.  Kerana cahaya  itu sendiri boleh kelihatan dan membuat benda-benda lain kelihatan,  sebagaimana yang kita bincangkan dulu.
Tetapi apabila matahari terbenam dan lampu langit lenyap dari pandangan,  dan bayangan atau gelap malam datang,  maka  barulah orang-orang ini sedar adanya perbezaan antara bayangan atau gelap dengan cahaya.  Maka barulah mereka meyakini bahawa cahaya itu memang ada disebalik semua warna dan dilihat bersama warna.  Bolehlah dikatakan bahawa oleh kerana paduan  persatuan cahaya dengan warna itu,  hinggakan cahaya itu tidak disedari ada di situ,  mungkin kerana terlampau terang dan nyata inilah menyebabkan cahaya kelihatan.  Mungkin kerana terlampau tarang dan nyata inilah menyebabkan cahaya tidak kelihatan,  kerana  sesuatu  yang melampaui dari sempadan hadnya akan masuk ke wilayah yang berlawanan dengannya.
Jika penerangan ini telah jelas  kepada saudara,  maka  saudara hendaklah tahu selanjutnya iaitu mereka yang dikurnai dengan pandangan sedemikian ini akan melihat Allah di samping sesuatu  benda itu.  Mungkin ada yang berkata;
" Tidak saya lihat sesuatu pun melainkan saya lihat Allah dahulu ".
Kerana ada di antara mereka yang melihat benda-benda melalui Allah dan dalam Allah.  Ada pula yang melihat sesuatu benda itu dulu dan kemudian nampak Allah,  dalam dan melalui benda-benda itu.
Kepada kelas ( golongan ) yang pertama itu,  Al-Quran ada menerangkan;
" Tidakkah cukup bahawa Tuhanmu melihat semuanya?".
Kepada kelas yang kedua ini dengan ayat;
"Kami  akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kami dalam seluruh alam dan diri mereka sendiri ".
Bagi kelas ( golongan ) pertama,  mereka melihat Allah terus; dan yang kedua melihat  Allah melalui perbuatan-perbuatan  atau kerja-kerjaNya(Allah).  Yang pertama itu golongan Aulia Allah; dan yang kedua itu golongan orang-orang Arif  " yang telah yakin  dalam  ilmunya." Selain dari  dua golongan tersebut,  tidak  lain hanya orang-orang yang lalai;  di muka  mereka ada hijab  (tabir).
Oleh yang demikian saudara mengetahui sekarang bahawa dengan adanya cahaya itu membolehkan mata kasar melihat dan nampak dan  Allah itu membolehkan mata batin manusia melihat dan nampak kerana Allah itu ada bersama  segala sesuatu setiap  ketika dan  Dialah yang menampakkan segalanya  itu. Meskipun ada persamaan antara kedua itu, namun perbezaannya ada juga.  Cahaya biasa itu boleh hilang apabila matahari terbenam,  dan  datanglah gelap  yang menjadi hijab. Tetapi  Cahaya Ketuhanan  itu tidak boleh  hilang.  Cahaya itu mesti ada untuk membolehkan penglihatan.  Mataharinya tidak pernah terbenam.  Ia kekal selamanya dengan semua perkara.
Oleh itu cara membezakan  (sebagai cara untuk membezakan wujudnya Allah dengan perbuatanNya) tidaklah berupaya kita.  Jika  rupa Allah itu boleh  dilihat,  maka akan  hancurlah langit dan bumi ini; dan oleh  itu,  melalui pembezaan,  akan menerbitkan kesan  dalam  fikiran,   yang serentak memaksa pengenalan kepada sebab  yang dengannya semua perkara ternampak zohir.  Tetapi sebagaimana yang kita  lihat,  semua kejadian  tetap sama dan tidak berubah-ubah  pada pandangan kita kerana Ketunggalan yang menjadikan mereka itu.  Kerana  "segala sesuatu memuji Dia"  (Al-Quran).
Ini bererti  bukan setengah-setengah  perkara tetapi adalah  segala-galanya,  dan bukan kadang-kadang tetapi adalah sentiasa.  Dengan itu,  pembezaan ini tidak  timbul,  dan jalan menuju melihat rupa Allah itu terhalang.  Kerana jalan yang paling terang menuju mengenal benda-benda ialah melalui  pertentangan atau lawannya.  Benda-benda yang tidak ada lawan ( OPPOSITEE ) atau  sebaliknya,  dan keadaanya sentiasa serupa  apabila kita melihatnya,  akan  menyebabkan besar kemungkinan  pandangan kita disilapkannya.  Dalam hal ini,  gelap atau tidak terang  itu adalah akibat dari terlalu terang dan nyatanya,  dan dikelirukan atau disilapkan oleh sinarannya yang terang itu.  Maha Suci  dan Agunglah  Allah yang  melindungkan dirinya  dari makhlukNya  dengan kerana terangNya itu,  dan terhijab dari pandangan makhluk melalui SinarNya sendirinya yang terang benderang itu.
Mungkin juga keterangan  ini tidak difahami oleh setengah-setengah orang yang kurang pintar,  dan mereka yang membaca keterangan saya berkenaan  " Allah bersama dengan segala sesuatu",  kerana cahaya ini ada bersama segala sesuatu.  Mungkin mereka memahami bahawa Allah itu ada setiap " tempat ".  Maha Suci dan Maha Tinggi Allah itu dikaitkan dengan " tempat ".  Tidak usahlah kita menyangka yang tidak terjangkau oleh akal.  Saya tegaskan bahawa Allah itu terawal atau terdahulu dari segala-galanya,  dan diluar had sempadan jangkauan pemikiran makhluk.  Dia menzohirkan segala-segalanya.  Bahawa "Yang menzohirkan " itu tidak boleh dipisahkan diri "Yang menzohirkan",  menurut segi pandangan si pemikir.  Inilah apa yang kita maksudkan bahawa Allah bersama dengan segala sesuatu.
Saudara juga tentu tahu selanjutnya bahawa "Yang menzohirkan"  itu adalah terdahulu dan terlampau tinggi dari jangkauan "Yang menzohirkan",  meskipun dia "bersama" nya.  Dia "bersama" nya dari satu aspek (wajah)  dan  "terlampau jangkauan"  nya dari aspek yang lainnya.
Janganlah dianggap di sini ada pertentangan atau perlawanan (CONTRADICTION).  Atau,  fikiranlah bagaimana dalam Alam deria  (yang mana tempat yang paling tinggi ilmu kita boleh maju ke atas) gerak tangan "bersama " dengan gerak banyangnya;  namun begitu gerak tangan itu terdahulu dari banyangnya itu juga.
Barangsiapa yang tidak cukup pintar untuk menyikirkan ini,  maka hendaklah ia meninggalkan penyelidikan tentang perkara ini,  kerana:-
"Bagi setiap ilmu ada ahlinya; dan setiap orang dimudahkan untuk mendapat apa yang diuntukkan baginya. "
Bersambung ke Bahagian Kedua InsyaAllah jika dimudahkan;  
..Pengetahuan tentang ibarat atau perumpamaan mukaddimah kepada penerangan tentang perumpamaan  misykaat (ceruk),  lampu,  kaca,  pokok, minyak dan api.

Misykaatul Anwar (Ceruk Cahaya) Oleh : Imam AlGhazali: diterjemahkan oleh : Abdul Majid Haji Khatib7. Wajah Allah: Penerangan "mendalam" tentang perhubungan cahaya-cahaya ini dengan Allah..

7. Wajah Allah: Penerangan "mendalam" tentang perhubungan cahaya-cahaya ini dengan Allah..
 


Mungkin saudara ingin benar hendak tahu berkenaan wajah yang mana cahaya Allah itu dikaitkan dengan langit dan bumi,  atau pun wajah yang mana Dia itu sendiri cahaya langit dan bumi.  Inilah yang hendak kita bincangkan sekarang.
Sekarang saudara telah tahu bahawa Allah itu cahaya,  dan yang lain dari Dia tidak ada cahaya.  Setiap cahaya adalah Dia,  dan juga cahaya keseluruhan adalah Dia juga.
  • Oleh kerana cahaya itu bermaksud sesuatu yang menzhohirkan atau yang menampakkan yang lain;  atau
  • lebih tinggi iaitu bermaksud sesuatu yang dengannya dan untuknya yang lain dizhohirkan
  • bahkan lebih tinggi dari itu lagi iaitu bermaksud sesuatu yang dengannya untuk dirinya dan dirinya yang lain terzhohir.
Sekarang saudara tahu juga bahawa apa sahaja digelar cahaya yang sebenarnya ialah sesuatu yang dengannya,  untuknya,  dan diri yang lain itu terzhohir atau ternampak.  Cahaya ialah yang bercahaya dengan sendirinya.  Cahaya itu timbul dalam dirinya,  dari dirinya dan untuk dirinya.  Cahaya tidak datang dari sumber yang lain.  Cahaya yang sedemikian itu tidak lain tidak bukan hanya Allah sahaja.  Saudara juga telah mengetahui bahawa langit dengan bumi ini dipenuhi dengan cahaya,  yang bersangkutan dua peringkat cahaya,  iaitu pandangan mata dan pandangan akal.
Cahaya yang pertama itu ialah apa yang kita lihat di langit seperti matahari,  bulan dan bintang;  dan apa yang kita lihat di bumi,  seperti sinaran cahaya yang melimpahi seluruh muka bumi,  yang menampakkan semua warna,  bentuk,  binatang,  tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain dalam semua keadaan;  dan jika tiada cahaya ini,  maka tidaklah kita nampak warna,  atau tidaklah ada warna.
Tiap-tiap bentuk dan saiz (besar atau kecil) yang terlihat oleh kita adalah diketahui oleh warna,  dan tidak mungkin melihatnya tanpa warna.
Berkenaan cahaya Akal,  maka Alam Tinggi itu dipenuhi oleh cahaya itu,  iaitu seperti kejadian malaikat;  dan Alam Rendah  ini pun dipenuhi oleh cahaya itu iaitu seperti hidup (nyawa) binatang dan hidup manusia.  Susunan atau keadaan Alam Rendah ini dizhohirkan dengan cahaya malaikat.  Inilah susunan atau keadaan yang disebut oleh Allah;
  • "Dialah yang membentuk kamu dari tanah,  dan menampakkan kamu di permukaan bumi, agar Dia menjadikan kamu sebagai khalifah di atas muka bumi" dan
  • "menjadikan kamu khalifah di muka bumi',  dan
  • "Sesungguhnya aku adalah khalifah di muka bumi". (Al-Quran)
Oleh yang demikian, saudara lihat bahawa seluruh alam ini dipenuhi oleh cahaya pandangan zhohir dan cahaya Aqal Batin,  dan juga cahaya-cahaya tingkat rendah ini dipancarkan  atau dikeluarkan kepada satu dari yang lain.  Umpama cahaya yang keluar dan terbit dari sebuah lampu;  sementara  lampu itu sendiri ialah Cahaya Kenabian yang tinggi.  Ruh-ruh Kenabian itu dinyalakan dari ruh-ruh yang tinggi,  seperti lampu dinyalakan api,  dan ruh-ruh yang tinggi ini dinyalakan kepada satu dari yang lain.
Susunan ini adalah berperingkat-peringkat ke atas.  Semua ini naik naik ke atas sampai ke cahaya  bagi segala cahaya.  Sumber dan punca segala cahaya iaitu Allah.  Semua cahaya-cahaya lain adalah pinjaman dari Allah dan Dialah sahaja cahaya sebenarnya.  Segalanya datang dari cahayaNya,  bahkan Dialah segala-galanya.  Dialah yang sebenarnya ada.  Tiada cahaya kecuali Dia.  Cahaya yang lain hanya cahaya wajah yang menyertaiNya,  bukan terbit dari diri mereka sendiri..
Oleh yang demikian,  wajah dan muka segala sesuatu menghadap kepada Dia dan menghala kepadaNya.  Firman Allah;
"Kemana sahaja mereka memalingkan muka mereka,  di situ ada Wajah Allah". (Al-Quran).
Tiada Tuhan selain Dia,  kerana perkataan "TUHAN" itu menunjukkan sesuatu yang kepadaNya semua muka menghadap dalam ibadat dan dalam penyaksian Dialah Tuhan.  Saya (Imam Ghazali) maksudkan iaitu muka atau wajah manusia iaitu hati manusia,  kerana hati itulah cahaya dan ruh.  Bahkan sebagaimana;
"TIADA YANG DISEMBAH MELAINKAN DIA",
maka begitulah juga ;
"TIADA YANG MENYEMBAH SELAIN DIA",
kerana perkataan "DIA" itu membawa maksud sesuatu yang boleh ditunjukki.  Tetapi dalam tiap-tiap perkara dan sebarang keadaan dan hal,  kita boleh menunjuk sahaja.  Setiap kali saudara menunjuk sesuatu,  tunjukkan itu pada hakikatnya adalah kepada Dia,  meskipun saudara tidak sedar oleh kerana kejahilan saudara tentang hakikat bagi segala hakikat,  yang mana telah kita bincangkan dulu.
Seseorang itu tidak mungkin menunjuk cahaya matahari,  tetapi boleh menunjuk matahari.  Maka begitu jugalah halnya dengan perhubungan segala sesuatu (makhluk) dengan Allah.  Perumpamaan perhubungan makhluk dengan Allah adalah seperti perhubungan cahaya matahari dengan matahari.
Oleh itu,  ucapan "TIADA TUHAN SELAIN ALLAH"  adalah ucapan tauhid kebanyakan orang.
Tetapi ucapan tauhid sedikit orang(yang mempunyai makrifat) ialah "TIDAK ADA DIA MELAINKAN DIA".
Yang pertama untuk orang awam,  dan yang kedua itu untuk "orang khusus".  Yang kedua itu lebih benar, lebih tepat dan lebih sesuai.  sudah sewajarnyalah orang yang mengucap demikian  itu memasuki Alam Keesaan (Uluhiyah) dan Ketunggalan yang Maha suci dan Mutlak;  Kerajaan Yang Maha Esa dan Maha Tunggal,  dan inilah peringkat atau kedudukan terkahir kenaikkan manusia.  Tidak ada tingkatan yang lebih tinggi dari itu lagi;  kerana "NAIK" itu melibatkan berbilang-bilang (banyak) seperti melibatkan dua tingkatan naik "DARI" dan naik "KE".  Apabila berbilang-bilang telah lenyap,  maka terdirilah Keesaan.  Perbandingan tidak ada,  semua isyarat atau pengucapan dari   "SINI"  ke  "SANA"  pun tidak ada.  Tidak ada lagi  "TINGGI"  atau "DALAM".  Tidak ada  "ATAS"  atau  "BAWAH".
Dalam tingkatan tersebut,  naik ke atas lagi bagi ruh,  tidak mungkin,  kerana tidak ada lebih tinggi daripada yang paling tinggi.  Tidak ada berbilang-bilang (banyak) di samping Esa dan Tunggal.  Di sini berbilang-berbilang telah habis.  Tidak ada kenaikkan (Mikraj) lagi bagi jiwa dan ruh.  Jika ada pun, ia adalah "pertukaran di sini".
Maka pertukaran itu ialah "Turun ke langit yang paling rendah";  sinaran dari atas ke bawah,  kerana yang paling tinggi itu,  meskipun tidak ada lebih tinggi lagi dari takat itu,  tetapi ada yang rendah.  Inilah matlamat (tempat paling tinggi) dari segala matlamat.  Tempat paling tinggi ialah matlamat terakhir yang dicari oleh ruh,  yang diketahui oleh mereka yang tahu dan kenal,  tetapi dinafikan oleh mereka yang jahil.  Ini termasuk dalm bidang Ilmu Tersembunyi yang tidak diketahui oleh sesiapa kecuali orang yang mempunyai makrifat.  Sekiranya mereka memperkatakan ilmu ini,  ia akan dinafikan oleh orang-orang yang Jahil tentang Allah.
Tidak ada salahnya orang-orang yang mempunyai makrifat ini menyebut; "Turun ke langit yang paling rendah" iaitu turunnya seorang malaikat;  meskipun seorang daripada mereka itu telah disangkakan membuat penerangan yag kurang wajar.  Dia tenggelam dalam Keesaan Allah, dan berkata,  bahawa Allah telah  "turun ke langit paling rendah"  bahawa penurunan ini adalah penurunannya,  diibaratkan kepada cara-cara keadaan Alam zhohir,  maka digunakan perumpamaan tersebut.  Dia (orang yang tenggelam dalm Keesaan Allah itu) itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW.;
"Aku menjadi telinganya yang dengannya dia mendengar;  matanya yang dengannya dia melihat;  lidahnya yang dengannya dia bercakap".
Jika Nabi itu menjadi telinga,  mata dan lidah Allah,  maka Allah sahajalah yang mendengar,  melihat,  bercakap.  Dialah juga yang dimaksudkan dengan dengan firmanNya kepada Nabi Musa;
"Aku sakit,  tetapi engkau tidak mengunjungi Aku".
Menurut ini,  pergerakan badan orang-orang yang betul-betul beriman dengan Kesaan Allah itu adalah dari langit yang paling rendah itu,  dan Aqalnya dari langit yang lebih tinggi dari langit yang kedua itu.  Dari langit Aqal itu dia naik ke atas  ke sempadan di mana  makhluk tidak boleh naik lagi,  iaitu Kerajaan Ketuhanan Yang Maha Esa,  tujuh lapis dan selepas itu "Dia duduk di atas singgahsana" tauhid dan situ "Memerintah" seluruh lapisan-lapisan langit itu.
Orang telah tamat pengembaraan sedemikian rupa,  maka ayat ini boleh dipakai kepada dia;
"Allah menjadikan Adam menurut bayanganNya"
Apabila ayat ini direnungi dan difikirkan secara mendalam,  maka diketahulah bahawa maksudnya adalah serupa dengan kata-kata;
"Akulah Yang Haq(Tuhan)".
"Maha suci Aku"
atau sabda Nabi SAW. bahawa Allah berfirman;
"Aku sakit,  tetapi engkau tidak mengunjungi Aku" dan
"Akulah telinganya, matanya dan lidahnya".
Eloklah sekarang kita hentikan perkara ini kerana saya(Imam Ghazali) fikir saudara belum ada mendengar lebih dari apa yang sampaikan ini.
Bersambung ke tajuk seterusnya...

Misykaatul Anwar (Ceruk Cahaya) Oleh : Imam AlGhazali: diterjemahkan oleh : Abdul Majid Haji Khatib6. Hakikat bagi segala Hakikat.

6. Hakikat bagi segala Hakikat.
 


Dari titik permulaan inilah makrifat Allah naik ke atas dari Majazi (bukan sebenarnya) kepada Hakiki.  Ibarat memanjat dari tanah rendah ke gunung yang tinggi,  dan di tingkat akhir kenaikkan mereka itu dapatlah mereka melihat bahawa sebenarnya tidak ada yang lebih wujud kecuali Allah sahaja dan
"segalanya binasa kecuali wajahNya" (Al-Quran).
Bukanlah binasa dan hancur serta di masa-masa yang tertentu, tetapi adalah binasa dan hancur musnah sentiasa.  Apa sahaja selain Allah,  apabila dipandang dari segi dirinya,  adalah pada hakikatnya,  tidak wujud.  Wujud yang ada pada sesuatu selain Allah itu adalah semata-mata pemberian Allah jua.  Allah yang memberi makhluk itu wujud.  Wujud makhluk itu bergantung kepada Wujud Allah.  Oleh yang demikian, Wajah Allah itulah yang sebenarnya Wujud.
Tiap-tiap sesuatu itu ada dua wajah.  Wajahnya dan Wajah Allah.  Wajahnya itu tidak ada apa-apa,  tetapi Wajah Allah itulah yang sebenarnya Wujud.  Dengan itu, tidak ada Yang Wujud kecuali Allah.  Segala-gala yang lain adalah binasa dan hancur lebur,  melainkan Allah yang berkekalan sentiasa.
Orang-orang yang mempunyai makrifat seperti ini tidak perlu menunggu kebangkitan hari Qiyamat untuk mendengar Allah berfirman;
"Siapakah yang berkuasa hari ini?  Allah sahaja Yang Esa dan tidak ada tandinganNya"(Al-Quran).
kerana firman itu sentiasa kedengaran oleh mereka yang mempunyai makrifat itu.  Mereka hairan mengapa diteriakkan "Allahhu Akbar" yang menunjukkan ia lebih besar daripada segala kebesaran yang lain.  Kenapa? kerena yang besar itu adalah Dia dan Dia sahaja yang mempunyai kebesaran.  Lain dari Dia tidak ada besarnya bahkan yang lain itu adalah kosong,  tiada ada yang bersekutu dengan Dia.  Semua yang wujud ini,  pada hakikatnya adalah WujudNya jua.  Tidaklah mungkin Dia itu "Lebih Besar" dari wajahNya sendiri.  Allah itu Maha Agung dan Maha Besar,  tidak boleh dikatakan  "Lebih Besar" atau "Paling Besar" ,  kerena ia membawa pengertian perbandingan.  Pada hal kebesaran itu tidak boleh dan tidak ada bandingannya.  Kebesaran itu tidak boleh diketahui sepenuhnya oleh sesiapa pun,  walaupun Nabi-nabi atau Malaikat-malaikat.  Tiada siapa yang dapat mengenal dan mengetahui Allah itu sepenuhnya (seratus peratus) kecuali Dia sendiri jua;  kerana tiap-tiap yang diketahui itu adalah termasuk dalam bidang yang mengetahui,  satu keadaan yang mana adalah menafikan semua kemuliaan,  semua kebesaran.  Bukti penuh tentang ini ada saya beri dalam karangan saya(Imam Ghazali) yang lain.
Orang-orang yang mempunyai makrifat itu,  apabila kembali dari kenaikkan mereka ke Alam Hakikat itu,  sebulat suara mengakui bahawa mereka tidak melihat apa pun kecuali Allah Yang Maha Esa sahaja.  Ada yang sampai ke peringkat ini dengan saintifik,  ada pula percubaan dan secara subjektif. Di sini,  mereka nampak Keesaan Yang Mutlak dan akan tenggelam di dalamnya.  Berbilang-bilang dan banyak tidak ada pada pandangan mereka.  Mereka kagum dan terpesona memandang Keesaan itu.  Tiada daya upaya mereka kecuali menyebut "Allah",  bahkan menyebut diri mereka sendiri pun tidak berupaya.  Tiada apa lagi beresama mereka kecuali Allah.
Mereka mabuk dalam suasana yang di dalamnya aqal mereka sendiri pun lenyap,  hingga ada yang berkata
  • "Akulah Yang Haq" dan juga
  • "Maha Suci Aku",
  • "Alangkah Agungnya Aku" dan
  • "Dalam baju ini tidak ada yang lain kecuali Allah"
...............tetapi perkataan orang-orang cinta Allah ini dalam mabuknya itu mestilah disembunyikan dan jangan dihebahkan.  Apabila mereka keluar dari mabuk itu, mereka pun kembali semula kepada Aqal mereka dan Aqal inilah neraca Allah di muka bumi ini.
Mereka sedar bahawa mereka bukanlah bersatu (dengan Tuhan) tetapi hanya menyerupai atau mewakili Allah sahaja.  Seseorang pencinta Allah yang dalam puncak perasaan cinta berkata;
"Akulah Dia yang aku Cintai dan Dia yang aku Cintai itu ialah aku; Kami adalah dua jiwa dalam satu badan".
Kerana mungkin bagi seseorang yang tidak pernah melihat cermin seumur hidupnya akan terpesona oleh cermin itu apabila ia melihat cermin itu dan menyangka apa yang dilihatnya dalam cermin sebagai bentuk rupa cermin itu sendiri,  "serupa" dengannya.  Seseorang lain melihat arak dalam gelas dan menyangka arak itu sebagai warna gelas itu.  Jika sangkaan itu telah menjadi sebati difikirnya,  ia pun lenyap dalam sangkaan itu,  lalu ia menyanyi;
"Gelas itu nipis,  arak itu jernih,  kedua-keduanya serupa,  perkara ini rumit sekali,  kerana seolah-olah ada araknya dan tidak ada gelas arak di situ,  atau seolah-olah ada gelas arak dan tidak ada araknya".
Di sini ada perbezaan antara perkataan,  "Arak itu ialah gelas arak",  dengan perkataan, "ianya seolah-olah gelas arak".
Apabila keadaan ini wujud,  ianya digelar FANA, bahkan FANA DALAM FANA,  bagi orang yang mengalaminya,  kerana Ruh itu telah FANA dalam dirinya, bahkan FANA DALAM FANANYA,   kerana ia tidak sedar dirinya dan tidak sedar tentang tidak sedarnya.  Kalau ia sedar tentang tidak sedarnya,  maka sedarlah ia tentang dirinya. Bagi orang yang tenggelam  dalam keadaan ini ,  maka keadaan ini digelar dalam bahasa kiasan "persamaan"; dan dalam bahasa hakikat "penyatuan".  Di bawah hakikat-hakikat ini ada tersimpan rahsia-rahsia yang mana kita tidak bebas untuk membincangkannya. .
 
Bersambung pada Bab Kedua seterusnya;

Misykaatul Anwar 5. Sumber semua peringkat cahaya: Allah

5. Sumber semua peringkat cahaya:  Allah
 


Kemudian ingin saya hendak beritahu  saudara bahawa peringkat-peringkat cahaya ini bukanlah naik ke atas tanpa had.  Had atau peringkat muktamatnya ialah cahaya yang bercahaya dengan sendirinya.  Cahaya tidak didatangkan dari punca yang lain ;  bahkan cahaya itulah yang mengeluarkan cahaya kepada yang lain, menurut susunan dan peringkat masing-masing.
Tanya diri saudara sendiri.  Manakah yang lebih patut dipanggil cahaya;  yang bercahaya sendirinya dan menyinari yang lain,  atau pun yang cahayanya datang dari sumber lain dari dirinya?.  Tentu saudara telah tahu jawapannya, bukan?  Dengan itu,  dapatlah kita kesimpulan bahawa panggilan cahaya itu sebenarnya patut diberi kepada cahaya tertinggi itu.  Di atas itu tidak ada cahaya lagi,  bahkan cahaya yang lain itu datang daripadanya.
Berani saya katakan bahawa istilah "cahaya" ini sepatutnya diberi kepada cahaya yang tertinggi itu dan yang lain dari itu sebenarnya tidak bercahaya.  Cahaya yang ada pada yang lain itu adalah pinjaman semata-mata.  Mereka sendiri tidak mempunyai cahaya,  hanya berharapkan cahaya pinjaman.  Jadi,  mereka sebenarnya tidak ada cahaya.  Memanggil "orang yang meminjam"  dengan nama "orang yang memberi pinjam" adalah semata-mata panggilan tanpa isi sebenarnya.  Cubalah fikirkan, siapakah sebenarnya yang mempunyai barang (di sini katakanlah, kuda), orang yang memberi pinjam kuda tunggangan  atau orang yang meminjam kuda tunggangan itu?  Yang mempunyai kuda tunggangan itukah yang berharta (di sini berkuda) atau orang yang meminjam itu yang berharta?  Orang  yang meminjam itu tetap tidak mempunyai kuda kerana kuda bukan dia yang punya.  Yang mempunyai kuda itulah tuannya.
Oleh yang demikian,  cahaya hakiki ialah Dia yang menjadikan makhluk dan mentadbir mereka itu.  Dia yang memberi cahaya dan menahan cahaya.  Tidak ada sekutu baginya.  Cahaya itu Dia punya.  Yang lain tidak berhak campur tangan dalam urusanNya.  Kecuali ada juga Dia menggelar yang dijadikan itu "cahaya" semata-mata kerana ia menghendaki supaya dipanggil demikian.  Ibarat tuan yang hendak memberi hanya satu hadiah,  dan diberinya hamba itu nama "tuan".  Apabila hamba itu menyedari hakikat ini,  dia pun tahulah bahawa dirinya itu dan kepunyaannya itu adalah hak tuannya,  bukan hak dirinya.  Allah itulah tuan yang mempunyai sekelian Alam,  dan tidak ada apa dan siapa pun yang bersyarikat dengan Dia.
Sekarang tahulah saudara bahawa cahaya itu  ialah yang kelihatan dan ternampak.
Saudara juga telah tahu peringkat-peringkat cahaya itu.  Selanjutnya saudara tahu juga bahawa tidak ada gelap yang lebih gelap dari "bukan wujud" kerena sesuatu benda yang gelap itu dipanggil "gelap" kerena ia tidak kelihatan.  Ia tidak terlihat meskipun ia ada wujud.  Tetapi yang tidak ada wujud pada pandangan orang lain dan pandangan dirinya adalah yang paling  gelap.
Sebaliknya atau lawannya ialah wujud,  dan wujud ialah cahaya,  kerena kecuali benda itu terzhohir pada yang lain,  wujud itu terbahagi kepada dua jenis.  Satu,  ialah yang mempunyai wujud pada dirinya;  dan dua,  ialah wujudnya itu didapati dari bukan dirinya.  Wujud jenis yang kedua ini ialah wujud pinjaman,  yang bererti tidak wujud sendirinya,  bahkan pada hakikatnya,  ia tidak wujud.  Wujud itu itu tergantung kepada yang lain.  Oleh itu,  pada hakikatnya ia tidak wujud,  seperti perumpamaan orang yang mempunyai kuda dengan orang yang yang meminjam kuda tadi.
Oleh itu,  Wujud Hakiki ialah Allah Subhanahuwa Taala dan juga cahaya hakiki ialah Allah Subhanahuwa Taala jua.
Bersambung tajuk yang seterusnya;

Misykaatul Anwar 4. Cahaya ini sebagai lampu-lampu Alam Rendah dan Alam Tinggi; dengan susuanan dan peringkatnya.

4. Cahaya ini sebagai lampu-lampu Alam Rendah dan Alam Tinggi; dengan susuanan dan peringkatnya.
 


Jika sewajarnyalah digelar sesuatu itu yang dirinya cahaya pandangan itu terpancar keluar sebagai "Lampu Yang Bersinar",  maka sesuatu itu yang dirinya lampu itu dengan sendirinya terpasang nyala,  bolehlah diibaratkan sebagai api.
Semua lampu-lampu Alam Rendah (Alam Nyata) ini pada asalnya dipasang dari cahaya Maha Tinggi,  dan berkenaan Ruh Kenabian itu ianya ditulis sebagai "Minyaknya bersinar meskipun tidak disentuh oleh api". dan menjadi "cahaya atas cahaya" apabila disentuh oleh api.  Dengan itu,  punca atau sumber yang menyalakan ruh-ruh rendah itu ialah Ruh-ruh Maha Tinggi,  sebagaimana diceritakan oleh Sayyidina Ali dan Ibn. Abbas r.a demikian;
"Allah mempunyai satu malaikat yang mempunyai 70,000 muka.  Bag tiap-tiap satu muka ini ada 70,000 lidah dan lidah ini sentiasa memuji Allah SWT.".
Inilah dia yang dibezakan dari semua malaikat dalam ayat yang  bermaksud;
"Pada hari di mana ruh itu berdiri dan malikat berbariskan bersaf-saf". (Al-Quran).
Ruh-ruh Alam Tinggi ini,  jika mereka dianggap sebagai sumber yang menyalakan lampu-lampu Alam Rendah ini,  maka bolehlah dibandingkan dengan "API" dan menyalanya itu tidak dapat dilihat kecuali  "di atas tepi gunung". (Al-Quran).
Sekarang marilah kita bincangkan perkara yang berkenaan lampu-lampu Alam Tinggi ini yang dirinya dipasang lampu-lampu Alam Rendah ini.  Marilah kita susun lampu-lampu itu menurut nyalanya  satu lepas satu yang paling atas dalam susunan itu ialah nama cahaya yang paling mulia dan dialah yang mengambil tempat paling tinggi dalam susunan itu.
Perumpamaan susunan ini di alam deria (pancaindera) hanya boleh difahami oleh seseorang yang melihat cahaya bulan yang menembusi tingkat rumah,  dan cahaya itu tertumpu kepada sekeping cermin yang terlekat pada dinding,  dan cahaya itu berbalik ke dinding yang satu lagi,  dan seterusnya berbalik menuju lantai.  Maka teranglah lantai itu.
Cahaya lantai itu datang dari dinding,  dan cahaya dinding itu datang dari cermin,  dan cahaya cermin itu datang dari bulan,  dan cahaya bulan datang dari matahari,  kerana matahari itu yang menyinarkan cahayanya pada bulan.
Dengan itu,  empat cahaya ini tersusun bertingkat-tingkat satu lepas satu.  Tiap-tiap satu cahaya lebih sempurna dari yang satu lagi,  dan tiap-tiap ada mempunyai tingkatan tertentu dan darjat sewajarnya yang tidak boleh melampaui tingkatan darjat bagi dirinya itu.
Ingin saya(Imam Ghazali) beritahu kepada saudara, bahawa telah ternyata kepada orang yang mempunyai makrifat,  iaitu jika demikianlah susunan cahaya-cahaya Alam Tinggi itu.  Maka yang paling tinggi ialah yang paling hampir dengan cahaya terakhir atau sumber cahaya itu.  Maka dengan itu,  Israfin(malaikat) adalah lebih tinggi dari pangkat Jibrail.  Dan di kalangan mereka itu ada malaikat yang hampir sekali dengan Hadirat Allah SWT.,  dan Allah itulah yang menjadi sumber cahaya-cahaya ini,  dan di kalangan itu pula ada manusia yang paling hampir;  dan di antara kedua peringkat itu banyak dan ada susunan-susunannya pula,  berperingkat-peringkat.
Oleh itulah dikatakan;
"Tidak seorang pun daripada kamu melainkan mempunyai tempat kedudukan tertentu masing-masing",
dan;
"Sesungguhnya kami adalah berpangkat;  kami adalah daripada mereka yang mulutnya sentiasa memuji Allah". (Al-Quran).
Bersambung tajuk yang seterusnya;

Misykaatul Anwar 3. Alam Nyata dan Alam Ghaib: dan cahaya keduanya

3. Alam Nyata dan Alam Ghaib: dan cahaya keduanya
 


Sekarang saudara telah tahu bahawa ada jenis mata iaitu;
Mata zhohir dan mata batin.  Mata zhohir termasuk dalam Alam Deria atau Alam Pancaindera.  Mata batin termasuk dalam Alam Keruhanian atau Alam Ghaib.  Tiap-tiap mata tersebut ada mempunyai matahari dan cahaya masing-masing,  supaya dapat melihat dengan sempurna.
Matahari pun ada dua jenis.  Satu daripada matahari ini ialah matahari biasa yang nampak oleh deria lihat dan yang satu lagi ialah termasuk dalam bidang Alam Ghaib;  iaitu al-Quran dan lain-lain kitab Allah.  Jika ini telah diterangkan sepenuhnya dan seterang-terangnya kepada saudara,  maka satu daripada pintu Alam Ghaib ini telah dibuka kepada saudara.
Alam ini penuh dengan keajaiban.  Ia lebih hebat dari alam yang nampak oleh mata kasar itu.  Orang yang tidak mempedulikan Alam tinggi itu dan hanya melekatkan dirinya dengan alam nyata sahaja,  maka dia itu adalah ibarat binatang dan bukan manusia sebenarnya.  Dia lebih sesat lagi dari binatang kerana binatang itu tidak dikurniakan sayap untuk terbang ke Alam tinggi itu.  Al-Quran ada menerangkan orang seperti itu dengan firman Allah;
"Orang-orang yang demikian itu adalah lembu kerbau,  bahkan lebih sesat lagi".
Perkaitan Alam Kasar dengan Alam Ghaib itu adalah ibarat kulit buah dan isinya atau ibarat bentuk(acuan) dengan nyawa, atau gelap dengan terang, atau neraka dengan syurga.  Kerena itulah Alam Ghaib itu digelar Alam Tinggi atau Alam Ruh atau Alam Nur (cahaya) dan Alam Nyata ini digelar Alam Bawah atau Alam Rendah,  atau Alam Benda atau Alam Gelap.
Tetapi janganlah saudara anggap apa yang saya maksudkan dengan Alam Tinggi ini sebagai langit atau tujuh petala langit,  meskipun ia berada di atas.  Langit itu dapat dilihat oleh mata kasar manusia dan binatang.  Tetapi pintu ke Alam Tinggi itu tertutup kepada manusia dan manusia bukan menjadi penghuni alam itu kecuali;
"Bumi ini baginya bertukar menjadi bukan bumi,  dan begitu jugalah langit". (Al-Quran).
Pendeknya,  kecuali semua yang mendatang ke dalam bidang deria dan khayalan termasuk langit yang kelihatan itu menjadi buminya dan langit itu melebihi jangkauan derianya.  Inilah kenaikan (mikraj) pertama bagi setiap Salik (orang dalam perjalanan menuju Allah) dalam perjalanannya menuju  ke Hadirat Allah Subhanahuwa Taala.  Manusia telah dihantarkan ke tempat yang rendah dan kemudian mestilah manusia itu naik ke tempat paling tinggi.
Bukan seperti para malaikat,  kerana malaikat itu adalah termasuk dalam Alam Keruhanian itu,  sentiasa berada di hadirat Allah dan dari situ mereka melihat ke alam rendah ini.  Nabi Muhammad SAW.  pernah berkata;
"Allah mencipta makhluk  dalam kegelapan;  kemudian dipancarkan Nur (cahaya) kepada makhluk itu".
dan sabda beliau lagi yang bermaksud;
"Allah mempunyai malaikat-malaikat yang tahu kerja-kerja manusia lebih dari manusia itu mengetahui dirinya".
Adalah Nabi-Nabi apabila mereka mikraj ke Alam Tinggi itu,  mereka sampai ke tempat
yang paling tinggi.  Dari situ mereka melihat keseluruhan alam ghaib itu kerana orang yang berada d Alam Tinggi tersebut adalah bersama Allah dan mempunyai kunci kepada yang ghaib.  Saya maksudkan iaitu dari tempat di mana orang itu menjadi sebab kepada benda-benda yang ada ini turun ke dalam alam deria atau alam nyata.  Ini adalah kerana alam nyata ini adalah satu daripada kesan-kesan daripada alam tinggi itu.  Alam nyata ini adalah keluaran atau terbitan dari alam ghaib itu seperti ibarat bayang-bayang itu terbitan dari sesuatu badan atau ibarat air buah yang keluar dari buah, atau akibat dari sebab.
Kunci daripada ilmu berkenaan kesan atau akibat itu dicari dan didapati dalam sebab.  Kerana itulah alam nyata ini adalah sati jenis daripada alam ghaib, seperti yang kita nampak apabila kita mengkaji tentang Misykaat (ceruk), lampu dan pokok kerana sesuatu yang dibandingkan itu tentulah sejajar dan ada persamaan dengan sesuatu dengan yang diperbandingkan, samada persamaan itu jauh atau dekat.  Ini pun satu perkara lagi yang sangat mendalam pengajiannya.  Barang siapa yang mengetahui maksud batinnya akan dilihatlah dengan mudah tentang kebenaran dan kesungguhan jenis-jenis itu dalam Al Quran.
Saya (Imam Ghazali) katakan bahawa apa sahaja yang  yang  melihat diri dan bukan diri patut sekali mendapat gelaran "cahaya" dan apa yang memberi tambahan kepada itu dengan satu lagi tugas,  iaitu menjadikan  "bukan diri" itu boleh kelihatan,  adalah lebih wajar lagi digelar "cahaya".  Lebih wajar daripada sesuatu yang tidak ada kesan apa pun walaupun di luar dirinya.
Inilah cahaya yang berhak dinamakan "lampu yang  bersinar" (Al-Quran) kerana cahayanya terpancar kepada bukan diri.  Inilah sifatnya Ruh Kenabian yang tinggi itu,  kerana melalui caranya itulah terpancar sinaran ilmu ke alam ini.  Ini menerangkan juga kenapa Allah memberi Muhammad gelaran "yang bersinar"(Al-Quran).  Semua Nabi-nabi itu adalah lampu-lampu dan begitu juga orang-orang Alim(berilmu);  tetapi perbezaan antara mereka adalah tidak terkira.
Bersambung tajuk yang seterusnya;