Syaikh Khalid al-Baghdadi adalah Mursyid tariqat
Naqshbandi ke-31,
penerus rahasia tariqat Naqshbandi dari Syaikh Abdullah ad-Dahlawi .
Beliau meyebarkan ilmu-ilmu Syari'at dan Tasawwuf. Beliau adalah seorang
mujtahid (penguasa) dalam Hukum Ilahi (shari`a) dan Realitas Ilahi
(Haqiqat). Beliau merupakan cendikiawan dari para cendikiawan dan Wali
dari para Wali dan yang orang paling banyak pengetahuannya, pada masanya
beliau adalah cahaya bulan purnama dalam aliran tariqat Naqshbandi.
Beliau adalah pusat dari lingkaran kutub di masanya.
Beliau lahir
pada tahun 1193 H/1779 M di desa Karada, kota Sulaymaniyyah, Iraq.
Beliau mempunyai gelar Utsmani karena beliau adalah keturunan Sayyidina
Utsman bin Affan , khalifah ketiga dari Rasulullah . Beliau tumbuh dan
belajar di sekolah-sekolah dan masjid yang tersebar di kota itu. Pada
saat itu kota Sulaymaniyyah dianggap sebagai kota pendidikan utama.
Kakek beliau adalah Par Mika'il Chis Anchit, yang berarti Mika'il Wali
dengan enam jari. Beliau mempelajari al- Qur'an dan tafsir Imam Rafica
menurut Mahdzab Shafi`i. Selain itu, beliau juga terkenal di bidang
puisi. Ketika berumur 15 tahun beliau menetapkan asceticism (doktrin
keagamaan yang menyatakan bahwa seseorang bisa mencapai posisi spiritual
yang tinggi melalui disiplin diri dan penyangkalan diri yang ketat)
sebagai falsafah hidupnya, kelaparan sebagai kudanya, tetap terjaga
(tidak tidur) sebagai jalannya, khalwat sebagai sahabatnya, dan energi
sebagai cahayanya.
Beliau berkelana di dunia Allah dan menguasai
segala macam pengetahuan yang tersedia di jamannya. Belajar berguru pada
dua cendikiawan besar di masanya, yaitu Syaikh `Abdul Karam al-Barzinji
dan Syaikh Abdur Rahim al-Barzinji, beliau juga membaca bersama Mullah
Muhammad `Ali. Kemudian beliau kembali ke Sulaymaniyyah dan di sana
mempelajari ilmu matematika, filosofi, dan logika. Lalu beliau kembali
ke Baghdad dan mempelajari Mukhtasar al-Muntaha fil-Usul, sebuah
ensiklopedia tentang jurisprudensi.
Selanjutnya
beliau mempelajari karya-karya Ibnu Hajar, Suyuti, and Haythami. Beliau
dapat menghafal tafsir Al-Qur'an dari Baydawi. Beliau juga mampu
menemukan pemecahan atas segala pertanyaan pelik mengenai jurisprudensi.
Beliau juga hafal Al-Qur'an dengan 14 cara membaca yang berbeda, dan
menjadi sangat terkenal karena hal ini. Pangeran Ihsan Ibrahim Pasha,
gubernur daerah Baban, berusaha membujuknya untuk mengasuh sekolah di
kerajaannya. Namun beliau menolak dan malah pergi ke kota Sanandaj,
untuk mempelajari ilmu matematika, teknik, astronomi dan kimia. Guru
beliau di bidang ini adalah Muhammad al-Qasim as-Sanandaji. Setelah
menyelesaikan pelajaran ilmu-ilmu sekuler, beliau kembali ke kota
Sulaymaniyyah. Menyusul wabah penyakit di kota itu pada tahun 1213
H/1798 M, beliau mengambil alih sekolah Syaikh-nya `Abdul Karam
Barzinji. Beliau mengajar ilmu-ilmu modern, meneliti dan menela'ah
persamaan-persamaan yang sulit di bidang astronomi dan kimia.
Kemudian
beliau berkhalwat, meninggalkan segala yang telah dipelajarinya, dan
datang ke pintu Allah dengan segala perbuatan yang soleh dan
memperbanyak dzikir baik keras maupun dalam hati. Beliau tidak lagi
mengunjungi Sultan, tetapi tetap menjalin hubungan dengan murid-muridnya
hingga tahun 1220 H/1806 M, ketika beliau memutuskan untuk naik haji
dan menemui Rasulullah . Beliau meninggalkan segalanya dan pergi ke
Hijaz melewati kota-kota Mosul, Yarbikir, ar-Raha, Aleppo dan Damaskus,
di sana beliau menemui para cendikiawan dan mengikuti Syaikhnya, yang
merupakan ahli ilmu-ilmu kuno dan modern dan juga pengajar hadits,
ash-Syaikh Muhammad al-Kuzbara. Beliau menerima otorisasi terhadap
Tariqat Qadiriah dari Syaikh al-Kuzbari dan deputinya, Syaikh Mustafa
al-Kurdi, yang kemudian melanjutkan perjalanan bersamanya sampai tiba di
kota Rasulullah .
Beliau
memberi penghormatan kepada Rasulullah dengan puisi Persia yang dibaca
dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat orang-orang menjadi
terpesona akan keelokannya. Beliau menghabiskan cukup banyak waktu di
sana. Beliau menceritakan pengalamannya,
"Aku sedang mencari
orang saleh yang sangat langka untuk dimintai nasihat ketika Aku melihat
seorang Syaikh di sebelah kanan Makam yang Diberkati
(Rawdhatu-sh-Sharifa). Aku lalu meminta nasihat kepadanya, dan
berkonsultasi dengannya. Beliau menasihatiku agar tidak berkeluh-kesah
terhadap segala masalah yang mungkin bertentangan dengan Syari'at ketika
memasuki kota Makkah, Aku dianjurkan agar tetap tenang dan diam.
Akhirnya Aku pun tiba di Makkah, dan nasihat tadi benar-benar kupegang
dalam hati. Aku pergi ke Masjid Suci pada pagi hari di hari Jum'at. Aku
duduk dekat Ka'bah dan membaca Dala'il al-Khayrat, ketika Aku melihat
seseorang dengan janggut hitam bersandar pada sebuah pilar dan matanya
menatapku. Terlintas dalam hatiku bahwa orang ini tidak memberikan
penghormatan yang layak kepada Ka' bah, tetapi aku tidak berbicara apa pun
mengenai hal itu.
"Dia melihatku dan menegurku dengan berkata,
'Hei orang bodoh, apakah kamu tidak tahu bahwa kemuliaan hati seorang
mukmin jauh lebih berarti dari pada keistimewaan Ka`bah? Mengapa kamu
mengkritik Aku dalam hatimu mengenai cara berbaringku ini, dengan
membelakangi Ka'bah dan mengarahkan wajahku padamu. Apakah kamu tidak
mendengar nasihat Syaikh ku di Madinah yang berkata kepadamu agar tidak
mengkritik sesuatu?' Aku berlari kepadanya dan memohon maaf, mencium
tangan dan kakinya dan meminta bimbingannya kepada Allah. Dia lalu
berkata, Wahai anakku, harta kekayaanmu dan kunci hatimu tidak berada di
sini, melainkan di India. Syaikhmu berada di sana. Pergilah ke sana dan
beliau akan menunjukkan apa yang harus kamu lakukan. Aku tidak
menemukan orang lain yang lebih baik darinya di semua sudut Masjidil
Haram. Namun, dia juga tidak mengatakan kepadaku ke mana aku harus pergi
di India, jadi aku pulang kembali ke Syam dan berasosiasi dengan
cendikiawan di sana.
Beliau lalu kembali ke Sulaymaniyyah dan
kembali mengajar tentang penyangkalan terhadap diri. Beliau selalu
mencari orang yang dapat menunjukkan jalan baginya. Akhirnya, seseorang
datang ke Sulaymaniyyah, dia adalah Syaikh Mawlana Mirza Rahimullah Beg
al-M`aruf yang dikenal juga dengan nama Muhammad ad-Darwish `Abdul `Azim
al-Abadi, salah seorang khalifah dari kutub spiritual, Qutb al-A`zam,
`Abdullah ad-Dehlawi . beliau bertemu dengannya, memberinya hormat dan
meminta petunjuk yang benar yang dapat menerangi jalannya. Dia berkata
kepadanya, Ada seorang Syaikh yang sempurna, seorang cendikiawan dan
orang yang mengetahui banyak hal, yang menunjukkan para pencari jalan
kepada Raja dari Raja, ahli dalam segala hal, menganut tariqat
Naqshbandi, dan mempunyai karakter Rasulullah , seorang pembimbing dalam
ilmu tentang spiritualitas. Ikutlah bersamaku ke Jehanabad. Beliau
telah berpesan kepadaku sebelum aku pergi, kamu akan bertemu seseorang,
bawa dia bersamamu.
Syaikh Khalid pindah ke India pada tahun 1224
H/1809 M melalui kota Ray, lalu Teheran, dan beberapa propinsi di Iran
di mana beliau bertemu dengan cendikiawan besar Isma`il al-Kashi.
Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya ke Kharqan, Samnan, dan
Nisapar. Beliau juga mengunjungi Guru dari Induk segala tariqat di
Bistam, Syaikh Bayazid al-Bistami , dan beliau memberikan penghormatan
di makamnya dengan puisi Persia yang sangat elok. Kemudian beliau
bergerak ke Tus, mengunjungi as-Sayyid al-Jalal al-Ma'nas al-Imam `Ali
Rida, dan beliau memujinya dengan puisi Persia yang lain yang membuat
semua penyair di Tus menerimanya. Kemudian beliau memasuki kota Jam dan
mengunjungi ash-Syaikh Ahmad an-Namiqi al-Jami dan memberikan
penghormatan dengan puisi Persia yang lain lagi. Beliau lalu memasuki
kota Herat di Afghanistan, lalu Kandahar, Kabul, dan Peshawar. Di semua
kota ini cendikiawan besar yang ditemuinya selalu menguji pengetahuannya
tentang Hukum Ilahi (shari`a) dan Kesadaran Ilahi (ma`rifat), ilmu-ilmu
logika, matematika, dan astronomi. Mereka menyebutnya seperti sungai
yang luas, mengalir dengan ilmu, atau seperti samudra tanpa pantai.
Kemudian
beliau pindah lagi ke Lahore, di mana beliau bertemu dengan Syaikh
Thana'ullah an-Naqshbandi dan meminta do'a darinya. Beliau mengatakan,
Malam itu Aku bermalam di Lahore dan Aku bermimpi bahwa Syaikh
Thana'ullah an-Naqshbandi menarikku dengan giginya. Ketika Aku terbangun
Aku ingin mengatakan mimpiku itu kepadanya, tetapi dia mengatakan,
Jangan ceritakan mimpi itu kepadaku, Kami telah mengetahuinya. Itu
adalah tanda untuk bergerak dan segera menemui saudara dan Syaikhku,
Sayyidina `Abdullah ad-Dahlawi . Hatimu akan dibuka olehnya. Kamu akan
melakukan bay'at dalam tariqat Naqshbandi. Lalu Aku mulai merasakan daya
tarik spiritual dari Syaikh. Aku meninggalkan Lahore, menyebrangi
pegunungan dan lembah, hutan dan padang pasir sampai tiba di Kesultanan
Delhi yang dikenal dengan Jehanabad. Perjalanan itu memakan waktu 1
tahun. 40 hari sebelum Aku tiba, dia berkata kepada para pengikutnya,
Penerusku akan datang.
Malam saat beliau memasuki kota Jehanabad
beliau menuliskan puisi dalam bahasa Arab, merenungkan kembali
perjalanannya dan memuji Syaikhnya. Lalu beliau memberi penghormatan
kepadanya dengan puisi Persia yang mengejutkan semua orang karena
keelokannya. Beliau menyerahkan semua barang yang dibawanya dan segala
yang ada di kantongnya kepada fakir miskin. Kemudian beliau melakukan
bay'at dengan Syaikhnya, `Abdullah ad-Dahlawi . Beliau menjadi pelayan
di zawiya (madrasah dan masjid) Syaikhnya dan mencapai perkembangan yang
pesat dalam berperang melawan egonya. 5 bulan belum lewat ketika beliau
menjadi salah seorang dalam Kehadirat Ilahi dan mempunyai Visi Ilahi.
Beliau diizinkan oleh Syaikh `Abdullah untuk kembali ke Iraq. Syaikh memberinya otoritas tertulis dalam lima tariqat:
Yang pertama adalah Tariqat Naqshbandi, atau Rantai Emas.
Yang
kedua adalah tariqat Qadiri melalui Sayyidina Ahmad al-Faruqi's Syaikh
Shah as-Sakandar , dari sana kepada Sayyidina `Abdul Qadir Jilani ,
al-Junayd, as-Sirra as-Saqati , Musa al-Kazim , Ja`far as-Sadiq , Imam
al-Baqir , Zain al-`Abideen , al-Husayn , al-Hasan , `Ali ibn Abi Talib ,
dan Sayyidina Muhammad .
Tariqat ketiga adalah as-Suhrawardiyya,
yang mempunyai silsilah (rantai) serupa dengan tariqat Qadiriyya sampai
al-Junayd , yang mengembalikan kembali ke Hasan al-Basri dari sana ke
Sayyidina `Ali dan Rasulullah .
Syaikh Abdullah juga memberinya
otoritas untuk tariqat Kubrawiyya, yang mempunyai jalur sama dengan
tariqat Qadiriyya tetapi melalui Syaikh Najmuddin al-Kubra .
Akhirnya,
beliau diberi otoritas untuk tariqat Chishti melalui garis yang dapat
ditelusuri kembali dari `Abdullah ad-Dahlawi dan Jan Janan kepada
Sayyidina Ahmad al-Faruqi lalu melalui banyak Syaikh kepada Syaikh
Mawrad Chishti , Nasir Chishti , Muhammad Chishti , dan Ahmad Chishti
kepada Ibraham ibn Adham , Fudayl ibn al-`Iyad , Hasan al-Basri ,
Sayyidina `Ali , dan Rasulullah .
Syaikh juga memberi otoritas
untuk mengajarkan semua ilmu-ilmu Hadits, Tafsir, Sufisme, dan Amalan
Harian (awrad). Beliau hafal isi buku Ithna `Ashari (Dua Belas Imam),
buku pegangan tentang ilmu pengetahuan dari para penerus Sayyidina `Ali .
Beliau
pindah ke Baghdad pada tahun 1228 H/1813 M untuk kedua kalinya dan
tinggal di sana di sekolah Ahsa'iyya Isfahaniyyah. Beliau mengisinya
dengan pengetahuan tentang Allah dan Jalan untuk Mengingat-Nya. Tetapi
sekelompok orang yang iri menulis sebuah surat tentang hal yang
bertentangan mengenai beliau dan dikirimkan kepada Sultan Sa`ad Pasha,
gubernur Baghdad. Mereka mengkritiknya, mengecapnya sebagai orang yang
sesat dan banyak lagi hal lain yang tidak bisa diulangi. Ketika gubernur
membaca surat itu, dia berkata, Jika Syaikh Khalid al-Baghdadi bukan
seorang mukmin, lalu siapa yang mukmin? Gubernur lalu mengusir mereka
dan memenjarakannya.
Syaikh meninggalkan Baghdad selama beberapa
waktu lalu kembali lagi untuk ketiga kalinya. Beliau kembali ke sekolah
yang sama yang telah dipugar untuk menyambut kedatangannya. Beliau mulai
menyebarkan segala macam ilmu spiritual dan ilmu surgawi. Beliau
membuka rahasia Kehadirat Ilahi, menerangi hati orang-orang dengan
cahaya Allah yang diberikan ke dalam hatinya, hingga gubernur, para
cendikiawan, guru-guru, pekerja, dan orang-orang dari segala bidang
pekerjaan menjadi pengikutnya. Pada masanya Bagdad sangat terkenal
dengan pengetahuannya, sehingga kota itu dinamakan , Tempat dari Dua
Ilmu Pengetahuan dan Tempat dari Dua Matahari. Serupa dengan itu, beliau
juga dikenal dengan sebutan, Orang dengan Dua Sayap (dhu-l-janahayn),
sebuah perumpamaan karena penguasaannya di bidang ilmu eksternal dan
internal. Beliau mengirimkan khalifahnya ke mana saja, mulai dari Hijaz
ke Iraq, dari Syam (Syria) ke Turki, dari Iran ke India dan Transoxania,
untuk menyebarkan jalan leluhurnya dalam tariqat Naqshbandi.
Kemana
pun beliau pergi, orang akan mengundang ke rumahnya, dan rumah seperti
apa pun yang dia kunjungi, akan mendapat berkah dan menjadi makmur.
Suatu hari beliau mengunjungi Kubah Batu di Jerusalem dengan para
pengikutnya. Beliau sampai di tempat itu dan khalifahnya, `Abdullah
al-Fardi, datang menemuinya dengan kerumunan orang. Beberapa orang
Kristen memintanya untuk masuk ke Gereja Kumama agar mendapat berkah
dengan kehadirannya. Lalu beliau melanjutkan perjalanannya ke al-Khalil
(Hebron), kota Nabi Ibrahim, Ayah dari semua Nabi dan Rasul , di sana
disambut oleh semua orang. Beliau memasuki Masjid Ibrahim al-Khalil dan
mengambil berkah dari temboknya.
Beliau pergi lagi ke Hijaz untuk
mengunjungi Baitullah ( Ka`bah yang Suci) pada tahun 1241 H/1826 M.
Banyak sekali murid dan khalifahnya yang menemani. Warga kota dengan para
cendikiawan dan Wali juga mendatangi beliau dan semuanya melakukan bay'at dengannya. Mereka memberinya kunci untuk memasuki dua Kota Suci dan
mereka mengangkatnya sebagai Syaikh Spiritual untuk kedua kota tersebut.
Beliau lalu mengitari Ka'bah, tetapi yang sesungguhnya Ka'bah yang
mengitari beliau.
Setelah haji dan kunjungannya kepada Rasulullah
, beliau kembali ke Syam ash-Sharif (Syria yang diberkati). Beliau
sangat dihormati oleh Sultan Ottoman, Mahmud Khan, ketika beliau
memasuki Syam, penyambutan yang meriah diadakan dan sebanyak 250.000
orang menyambutnya di pintu masuk kota. Semua cendikiawan, Mentri,
Syaikh, fakir miskin dan orang-orang kaya datang untuk mendapatkan
berkah dan meminta do'a darinya. Benar-benar merupakan suatu perayaan.
Para penyair melantunkan syair mereka, sementara itu orang kaya memberi
makan yang miskin. Semua orang adalah sama di hadapan beliau. Beliau
membangkitkan pengetahuan spiritual dan pengetahuan eksternal dan
menyebarkan cahaya kepada semua orang, baik Arab maupun non-Arab yang
datang dan menerima tariqat Naqshbandi dari tangannya.
Dalam 10
hari terakhir di bulan Ramadhan 1242 H/1827 M beliau memutuskan untuk
mengunjungi Quds (Jerusalem) dari Damaskus. Para pengikutnya sangat
bergembira dan berkata, Alhamdulillah, kami akan melakukannya bila Allah
memanjangkan umur kami, setelah Ramadhan, awal bulan Syawwal. Mungkin
itu adalah suatu tanda bahwa beliau akan meninggalkan dunia ini.
Pada
hari pertama di bulan Syawwal, wabah penyakit mulai menyebar dengan
cepat di kota Syam (Damaskus). Salah satu pengikutnya meminta beliau
untuk mendo'akan dia agar diselamatkan dari wabah tersebut, dan
menambahkan, dan untukmu juga, Syaikh. Beliau berkata, Aku merasa malu
kepada Allah, karena niatku memasuki Syam adalah untuk meninggal di
Tanah Suci ini.
Orang pertama yang meninggal karena wabah ini
adalah putra beliau, Bahauddin, pada Jum'at malam dan beliau berkata,
Alhamdulillah, ini adalah jalan kita, lalu beliau menguburkannya di
Gunung Qasiyun. Dia baru berusia lima tahun lewat beberapa hari. Anak
itu sangat fasih dalam 3 bahasa, Persia, Arab, dan Kurdi, dan dia juga
pandai membaca Al-Qur'an.
Lalu pada tanggal 9 Dzul-Qai`dah, anak
lainnya, Abdur Rahman, meninggal dunia. Dia lebih tua dari saudaranya
satu tahun. Mawlana Khalid memerintahkan murid-muridnya untuk menggali
makam kembali untuk menguburkan anak keduanya. Beliau berkata, Dari
pengikutku akan banyak yang meninggal dunia.
Beliau memerintahkan
untuk menggali banyak lubang untuk para pengikutnya yang jumlahnya
banyak, termasuk istri dan anak perempuannya, dan beliau memerintahkan
untuk menyirami daerah itu dengan air. Lalu beliau berkata, Aku memberi
otoritas kepada Syaikh Isma`il ash-Shirwani untuk menggantikan Aku di
Tariqat Naqshbandi. Beliau mengucapkan hal ini pada tahun terakhirnya,
1242 H/1827 M.
Suatu hari beliau berkata, Aku mendapat sebuah
visi yang luar biasa kemarin, Aku melihat Sayyidina `Utsman Dhun-Nurayn
seolah-olah dia telah meninggal dan Aku melakukan shalat untuknya. Dia
lalu membuka matanya dan berkata, Ini dari anak-anakku. Dia menarikku
dengan tangannya, membawaku kepada Rasulullah , dan mengatakan kepadaku
untuk membawa seluruh pengikut Naqshbandi di masa sekarang dan yang akan
datang sampai masa Imam Mahdi as, lalu dia memberi berkah untuk mereka
semua. Setelah keluar dari visi itu, Aku melakukan shalat Maghrib dengan
para pengikut dan anak-anakku.
Apa pun rahasia yang kumiliki,
telah kuberikan kepada deputiku Isma`il ash-Shirwani . Siapa saja yang
tidak menerimanya berarti bukan golonganku. Jangan berargumen tetapi
satukanlah pikiranmu dan ikuti pendapat Syaikh Isma`il . Aku menjamin
siapa pun yang mengikutinya akan bersamaku dan bersama Rasulullah ."
Beliau
memerintahkan mereka untuk tidak menangisinya, dan meminta mereka untuk
mengorbankan hewan dan memberi makan orang miskin demi kecintaan Allah
dan kemuliaan Syaikh. Beliau juga meminta mereka untuk mengirimkan
hadiah berupa pembacaan Al-Qur'an dan bacaan dalam shalat. Beliau
memerintahkan mereka untuk tidak menuliskan apapun di makamnya kecuali,
Ini adalah makam orang asing, Khalid.
Setelah shalat Isya Syaikh
Khalid memasuki rumahnya, memanggil seluruh anggota keluarganya dan
berkata kepada mereka, Aku akan meninggal dunia pada hari Jum'at. Mereka
tinggal bersamanya sepanjang malam. Sebelum Subuh beliau bangun,
berwudhu dan melakukan shalat. Lalu beliau memasuki kamarnya dan
berkata, Tidak ada yang boleh memasuki kamarku kecuali orang yang telah
kuperintahkan. Beliau berbaring di sisi kanannya, menghadap kiblat dan
berkata, Aku telah terkena wabah penyakit. Aku membawa semua wabah yang
menyerang Damaskus. Beliau mengangkat tangannya dan berdo'a, Siapa pun
yang terkena wabah itu, biarkan wabah itu mengenaiku dan bebaskan
orang-orang di Syam.
Kamis tiba dan seluruh khalifahnya memasuki
kamarnya. Sayyidina Isma`il ash-Shirwani bertanya kepadanya, "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau berkata, "Allah telah menjawab do'aku. Aku akan
membawa semua wabah yang melanda orang-orang di Syam dan Aku sendiri
akan meninggal dunia pada hari Jum'at. Mereka menawarkan air, namun
beliau menolak dan berkata, Aku meninggalkan dunia ini untuk bertemu
Allah. Aku telah bersedia menanggung wabah dan membebaskan orang-orang
di Syam yang telah terkena wabah itu. Aku akan meninggal dunia pada hari
Jum'at.
Beliau membuka matanya dan berkata, "Allahu haqq, Allahu
haqq, Allahu haqq," yang merupakan sumpah dalam bay'at tariqat
Naqshbandi, lalu beliau membaca ayat 27-30 dari al-Qur an surat al-Fajr:
"Wahai jiwa yang tenang dan tentram. Kembalilah kepada Tuhanmu--merasa
senang dan disenangi. Masuklah dalam hamba-hamba-Ku! Masuklah ke dalam
Surga-Ku!" Kemudian beliau menyerahkan nyawanya kepada Allah dan
meninggal dunia, seperti yang telah diprediksi sebelumnya, pada hari
Jum'at 13 Dzul Qaidah 1242 H/1827 M. Mereka membawanya ke sekolah dan
membasuhnya dengan air penuh cahaya. Mereka mengkafaninya sementara yang
lain berdzikir, khususnya Syaikh Isma`il ash-Shirwani , Syaikh Muhammad
, dan Syaikh Aman . Mereka membaca al-Qur'an dan pagi harinya mereka
membawa jenazahnya ke masjid di Yulbagha.
Syaikh Isma`il
ash-Shirwani meminta Syaikh Aman `Abdin untuk melakukan shalat jenazah
baginya. Masjid itu tidak cukup untuk menampung seluruh orang yang
hadir. Lebih dari 30.000 orang shalat di belakangnya. Syaikh Isma`il
berjanji kepada mereka yang tidak dapat melakukan shalat jenazah di
masjid itu, bahwa dia akan melakukan shalat jenazah yang kedua kalinya
di makam. Mereka yang memandikannya ikut pula mengantarkan ke makamnya.
Hari berikutnya, Sabtu, seakan-akan terjadi keajaiban di Syam, wabah
penyakit tiba-tiba menghilang dan tidak ada lagi orang yang meninggal
dunia. Mawlana Khalid menyerahkan Rahasianya kepada penerusnya, Syaikh
Isma il ash-Shirwani .
Sumber : www.nurmuhammad.com