Makalah ini terbagi dalam beberapa bagian dengan sistematika sebagai
berikut: Bagian pertama, yaitu pendahuluan. Bagian kedua, mengetengahkan
tentang sejarah perkembangan tasawuf di Benua India, serta latar
belakang yang mempengaruhinya. Bagian ketiga, menampilkan beberapa
tarekat-tarekat yang berpengaruh, serta sekiranya memberikan
kontribusinya terhadap perjalan tasawuf di India. Bagian keempat,
mengulas mengenai beberapa kecenderungan tasawuf yang terjadi di India.
Bagian kelima, menyuguhkan tentang beberapa karya atau buah-buah tasawuf
dalam kehidupan dan perjalanannya di India. Bagian terakhir, yaitu
penutup, yang sekaligus sedikit mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan
dari sekilas pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya.
B. LATAR BELAKANG MASUKNYA TASAWUF DI INDIA
☺ Penyerangan oleh Mongol Terhadap Dunia Islam (Persia).
Tahun 907 H/1502 M, naiklah Kerajaan Safawi di Persia. Kerajaan ini
telah berjasa mempersatukan kebangsaan Persia di bawah suatu kerajaan
besar yang berhak memakai gelar “Syahin Syah” (Sri Maharaja di Raja),
setelah sekian lama dalam rebutan Bangsa Mongol Islam, Turki dan Arab.
Rajanya yang cukup memiliki nama, ialah Syah Ismail.
Ia menyatakan bahwasanya mazhab resmi di Persia adalah Syi’ah, dan ia
amat tidak menyukai bahkan membenci tasawuf. Di kala itu, syair-syair
yang berkenaan dengan tasawu mendapat tantangan yang sangat keras,
bahkan para sufi pun tak jarang mendapatkan perlakuan yang keras dan
kasar. Sehingga, lunturlah keistimewaan tasawuf, yang telah sekian lama
tumbuh subur di persia.
Dengan adanya desakan terhadap tasawuf di Persia, akhirnya tasawuf
(Hafiz Shirazi) pun bergerak menuju belahan dunia India. Di sanalah,
muncul para ahli tasawuf ternama. Masa-masa pemerintahan Mongol di
India, terutama pada masa Akbar Khan di Agra (Delhi), telah memperkuat
akar tasawuf Islam di India, serta adanya perjuangan kepercayaan dengan
para penganut Hindu, yang juga mendukung bangkitnya tasawuf dan filsafat
Islam di belahan bumi Hindustan tersebut.
Pengaruh kesusastraan dan tasawuf Persia sangatlah besar terhadap
kalangan muslim Hindustan. Sebelum Akbar Khan, raja Mongol di India
menciptakan Bahasa Urdu, bahasa Persia-lah yang menjadi bahasa resmi
istana.
☺ Kearifan Lokal dan Spiritualitas
Tradisi spiritual Islam di India telah mengembangkan coraknya
tersendiri yang khas. Hal ini tidak terlepas dari keadaan awal Bangsa
India yang begitu memegang kearifan lokal, spiritualitas lama, seperti
halnya spiritualitas dalam Agama Hindu. Meskipun demikian, mereka masih
tetap mengakar terhadap al-Qur’an, hadist serta ajaran-ajaran para
khalifah.
Kemudian dilihat dari bahasa setempat, beberapa mistikus di Bengal,
Deccan, dan India Utara, menyatakan bahwa bahasa-bahasa setempat adalah
alat penting untuk menyampaikan kebenaran. Dari abad 7 H/13 M,
kalimat-kalimat dalam bahasa-bahasa India telah terpelihara dalam
boografi-boigrafi para wali sufi.
☺ Tokoh-Tokoh dari Tanah Persia yang Berpengaruh di India
Al-Hallaj (w. 309 H/922 M)
Nama pertama yang dikaikan dengan spiritualitas, paling tidak di
sebagian Sind, adalah al-Husain ibn Manshur al-Hallaj, yang telah
menjelajah ke berbagai daerah, untuk menyeru masyarakat kepada Tuhan.
Pengalaman mistik al-Hallaj yang melibatkan hubungan sangat personal
dengan Tuhan dapat dianggap sebagai Klimaks pertama kehidupan mistik
Islam awal. Dan, untuk itu, ia harus membayarnya dengan nyawanya
sendiri, terhadap hasil dari interpretasinya tentang cinta hakiki antar
manusia dan Tuhan. Maka dari itu, tidaklah terlalu berlebihan jika
sekiranya dia disebut-sebut sebagai Syahid-Agung dalam tradisi mistik
Islam.
Pada abad-abad kemudian, nama Manshur al-Hallaj menjelma menjadi
simbol mistik favorit di bagian Barat India dan beberapa wilayah
lainnya. Beberapa orang berpendapat bahwasanya hal tersebut dimungkinkan
karena banyaknya gelombang konstan puisi-puisi mistik Persia yang
seringkali disebut-sebut, yang di dalamnya, al-Hallaj menyebutkan ana
al-haqq.
Abu Yazid al-Bustami, (w. 904 H), mungkin tokoh ini adalah salah satu
yang juga berpengaruh lewat ajaran-ajarannya yang begitu mengena dan
petuah-petuahnya yang banyak dikenal dan berkembang di tanah Persia,
India, dan lain-lainnya.
Namun, selain dari beberapa tokoh Persia yang telah disebutkan di
atas, tentunya Benua India itu tersendiri, tidaklah berpangku tangan,
untuk tidak menyumbangkan tokoh-tokohnya dalam ranah tasawuf. Diantara
mereka tersebut, adalah Muhammad Iqbal, yang filsafat-tasawufnya adalah
merupakan permulaan perkembangan filsafat-tasawuf Islami. Pusaka
kemegahan kebesaran di India dan Persia telah dijalin kembali dengan
berpedoman kepada al-Qur’an dan berbahan kemajuan pikiran dan
pengetahuan cara Barat oleh Iqbal
Selain dari pada tokoh tersebut, tentunya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang pada dasarnya sangat berpengaruh dan memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam perjalanan tasawuf di India, diantaranya adalah,
Ahmad al-Faruqi al-Sahrandi (1624 M), yang telah berhasil menanamkan
nilai-nilai ke-Islaman kepada pemerintah Mongolia yang mengusai wilayah
India, serta telah berjasa dalam proses peleburan nilai-nilai ajaran
Buddha dan penyembahan terhadap berhala. Dan banyak tokoh-tokoh lainnya,
yang belum dapat kami sebutkan pada keempatan ini.
C. TAREKAT-TAREKAT
☺ Tarekat Chistiyyah (Image Orang Suci atau Wali Islam)
Tarekat Chistiyyah, adalah tarekat yang namanya di ambil dari suatu
wilayah di Afganistan, asal usulnya dapat dilacak hingga abad ke-3 H/9
M. Namun, meskipun nama tarekat ini diambil dari nama suatu wilayah di
Afganistan, tarekat ini hanya terkenal di India. Chistiyyah memiliki
silsilah spiritual yang jejaknya dapat ditelusuri sampai kepada Hasan
al-Bashri (21-110 H/ 642-728 M). Mereka meyakini bahwasanya hasan
al-bashri adalah merupakan murid dari Ali bin Abi Thalib, sebuah klaim
yang validitasnya mereka temukan secara spiritual.
Pendiri Tarekat Chistiyyah di India adalah Khawajah Mu’in al-Din
Hasan. Selain itu, Syaikh Nizham al-Din Auliya yang menetap di Delhi,
mengkristalisasikan ajaran Chistiyyah di Utara India, serta di wilayah
Deccan. Murid-muridnya, mendirikan perguruan-perguruan Chistiyyah di
Jawnpur, Malwa, Gujarat, dan Deccan.
Ada begitu banyak karya Chistiyyah yang tersedia, dan sebagian besar
di tulis dalam Bahasa persia. Para Sufi Chistiyyah pun menulis karya
dalam dialek-dialek lokal, juga dalam Bahasa Arab. Diantara beberapa
karya Chistiyyah adalah, Malfuzhat (karya yang keasliannya diragukan,
atau tidak dapat dilacak autentisitasnya), Literatur biografis dari para
pembimbing spiritual, Maktubat (Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa
Hindi, dan lain sebagainya.
Para anggota tarekat ini, hidup berbaur dengan masyarakat, mereka
tidaklah membangun khaneqah dengan “empat dinding dan pintu gerbangnya”.
Tapi, mereka membangun sebuah jama’at-khanah, dengan dinding lumpur dan
atap jerami. Tempat tersebut, terbuka bagi umum, dan sebagai tempat
berdiskusi dari berbagai macam ide. Para syaikh dan anggota-anggotangya
menjalani hidup dalam konsep futuh, yaitu tidak pernah meminta-minta
pemberian orang.
Tarekat Chistiyyah berakar pada Sunni. Mereka menganut mazhab fiqh
Hanafi. Namun demikian, pandangan mereka tidaklah terikat pada hukum
secara skriptural, melainkan lebih mementingkan makna terdalamnya. Aspek
mereka yang paling dominan adalah adanya kesetiaan untuk memegang
tradisi hidup berdampingan secara damai.
Kaum Chistiyyah awal meyakini bahwa kontak dengan orang-orang suci
dan para wali adalah satu satunya sarana yang dapat membuat manusia
memeluk Islam. Mereka percaya bahwasanya hanya kelompok muslim yang
saleh sajalah yang dapat menarik orang lain untuk menerima Islam. Misi
utama mereka adalah berupaya mempersatukan orang-orang Hindu yang
memeluk Islam untuk menjadikan mereka sebagai orang-orang muslim yang
benar-benar saleh.
☺ Kaziruniyah
Sejak abad ke-4 H/10 M, para sufi telah memulai pembentukan berbagai
tarekat dan kelompok. Salah satu dari tarekat-tarekat tersebut adalah
tarekat Kaziruniyah, yang didirikan oleh Syaikh Abu Ishaq Ibrahim ibn
Syahriyar (w. 426 H/1035 M), ia wafat di Kazirun, antara Syiraz dan
Pesisir Teluk Persia.
☺ Suhrawardiyah.
Syaikh Syihab al-Din Abu Hafs Umar (539-632 H/1145-1234 M), adalah
pendiri dari tarekat Suhrawardiyyah. Dia menempuh pendidikan di bawah
bimbingan pamannya, Syaikh Dhiya al-Din Abu al-Najib Suhrawardi (490-622
H/1097-1225 M), yang membangun sebuah pondok di Tigris, Baghdad.
Khalifah al-Nashir li-Dinillah (575-622 H/1180-1225 M) mengangkat Syaikh
Syihab al-Din sebagai duta besarnya keberbagai istana para penguasa
penting dan membangun sebuah khaneqah luas untuknya di Baghdad. Kaum
sufi dari berbagai penjuru dunia berkumpul di khaneqahnya untuk
mendapatkn bai’at darinya. Salah satunya adalah Syaikh Baha al-Din
Zakariyya (578 H/1182 M).
Di Multan, para sufi serta ulama terkemuka, banyak yang menentang
Syaikh Baha al-Din, tetapi, tingkat keilmuan serta posisi istimewanya
diantara murid-murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi, dapat dengan
segera membuatnya menjadi seorang tokoh terkemuka di Multan. Ia sangat
tidak menganjurkan kaum sufi mencari bimbingan dari sejumlah pir yang
berbeda, melainkan dari satu pir saja. Ia juga sangat menekankan
pentingnya sholat-sholat wajib dan menomor duakan sholat-sholat sunnah
dan dzikir.
Syaikh Baha al-Din meninggal di Multan, 661 H/1262 M. Ia digantikan
oleh anaknya sendiri, yaitu Syaikh Shadr al-Din ‘Arif (w. 684 H/1286 M).
Putra dan penerus Syaikh Shadr al-Din, Syaikh Rukn al-Din Abu al-Fath
(w. 735 H/1334 M), telah berhasil menghidupkan kembali kejayaan politik
dan spiritual kakeknya. Ia sangatlah dihormati oleh raja-raja yang
memerintah di kesultanan Delhi, sejak masa pemerintahan Sultan Ala
al-Din Khalji (695-715 H/1296-1316 M) hingga kematiannya, yaitu pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad ibn Tughluq (725 H/1325 M).
Murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi yang mempopulerkan Islam di
Bengal, adalah Syaikh Jalal al-Din Tabrizi. Setelah pindah ke Bengal, ia
mendirikan sebuah khaneqah di Deva Mahal, bagian utara Bengal. Ia telah
berhasil mengislamkan banyak orang Hindu dan Buddha. Pada abad ke-8
H/14 M, Kashmir dijadikan sebagai pusat dari para sufi Suhrawardiyyah.
☺ Kubrawiyah
Pendiri tarekat Kubrawi, yaitu Syaikh Najm al-Din Kubra (540-618
H/1145-1221 M). Sekelompok sufi terkemuka berkumpul di Kubra sebagai
murid, dan beberapa cabang tarekatnya menyebar ke baghdad, Khurasan dan
India. Salah seorang pengikut Kubrawi yang cukup ternama, yaitu Syaikh
Saif al-Din Bakhrazi (w. 658 H/1260 M), memerintahkan muridnya, yaitu
Khawajah Badr al-Din Samarqandi Firdausi, untuk menetap di Delhi.
Meskipun para Syaikh dari kalangan ini sangatlah menganjurkan kepada
para muridnya untuk selalu berpegang teguh terhadap syari’at, namun, ia
tidaklah mengunggulkan para ulama di atas para sufi. Ia berusaha untuk
tidak mengungkapkan pengalaman spiritualnya, serta menyarankan pada para
murid, untuk tetap menyimpan pengetahuan mereka tentang
pengalaman-pengalaman spiritual mereka.
Di Kashmir, tarekat Kubrawiyyah diperkenalkan oleh Mir Sayyid Ali
Hamadani. Muhammad Asyraf Jahangir Simnani, yaitu sekalangan dengan Mir
Sayyid Ali Hamadani, adalah sorang Kubrawi yang setelah menetap di
kesultanan Syiraqi, Jaunpur, India, mendirikan cabang dari tarekat
Kubrawi, yaitu Asyrafi.
☺ Syaththariyyah
Di India, tarekat yang didirikan oleh Syah Abd Allah ini, menyebut
dirinya sbagai Tarekat Syaththariyyah. Namun, pada masa Turki Utsmani,
tarekat ini dikenal dengan sebutan Tarekat Basthamiyyah, dan, di Persia
dan Turki, tarekat ini dikenal dengan sebutan tarekat Isyqiyyah.
Syaththariyyah mendapatkan ispirasi mereka dari karya-karya tafsir
mistis tentang ke-Tuhan-an, yang dinisbahkan kepada Imam Ja’far
al-Shadiq, yaitu Imam Syi’ah yang keenam. Selain itu, tarekat ini juga
banyak terpengaruh oleh kisah-kisah mistis dari kehidupan Abu Yazid
al-Basthami.
Syaikh Abdullah, sang pendiri tarekat ini, pindah ke India pada awal
abad ke-9 H/15 M, setelah menyelesaikan latihan mistisnya. Nama tarekat
ini, yang artinya adalah mereka yang bergerak cepat, diambil karena
kecepatan tarekat ini dalam memecahkan paradoks ke-Esa-an dalam
kemajemukan.
Dalam karyanya, Latha’if-i Ghaibiyyah, ia membagi hamba-hamba
spiritual musim yang tekun ke dalam tiga kategori, yaitu, Akhyar
(orang-orang yang terpilih), abrar (orang-orang yang patuh), dan
syaththay (orang-orang yang bergerak cepat). Dan, dari ketiga kategori
tersebut, menurutnya, syththariyyah-lah yang paling unggul, karena
mereka memproleh latihan langsung dari arwah para wali besar masa lalu,
serta mampu menempuh perjalanan kenaikan sufi dengan cepat.
Selain dari tareka-tarekat yang telah disebutkan di atas, pada
dasarnya, masih banyak terdapat tarekat-tarekat lainnya, yang juga
berkembang dan berpengaruh di India, salah satunya adalah tarekat yang
berkembang pesat di wilayah india yaitu tarekat Naqsabandiyah, dan dalam
revolusi kaum muslim di Turkistan dan Cina, tarekat ini sangat
berperan, sebagaimana terjadi di wilayah India Timur ketika melawan para
penjajah. Selain itu, juga terdapat Tarekat Qalandariyyah, Tarekat
Junaidiyyah, dan lain sebagainya.
D. KECENDERUNGAN TASAWUF DI INDIA
☺ Kaum Majdzub vs Sufi Palsu (Dukun)
Dalam lingkungan tasawuf, terdapat suatu kaum yang dikenal dengan
sebutan Kaum Majdzub, atau kaum sufi yang berperilaku aneh. Menurut
beberapa pendapat, kaum Majdzub adalah makhluk-makhluk super yang mampu
melakukan hal-hal luar biasa, dan, baik orang-orang Hindu maupun Muslim,
mereka saling berlumba – lumba dalam menunjukkan ketaatan kepada para
kaum ini.
Namun demikian, sebagaimana sulitnya membedakan antara sufi sejati
dan sufi palsu, demikian jugalah sulitnya, untuk membedakan antara kaum
Majdzub dengan orang yang tidak waras alias gila.
Dalam setiap waktu, selalu saja terdapat kaum yang disebut dengan
kaum Majdzub ini. Dari sekian banyak individu yang termasuk dari kaum
majdzub, namun, ada satu nama yang dianggap lebih unggul dibandingkan
nama-nama yang lainnya, yaitu Muhammad Sa’id Sarmad dalam sumbangannya
terhadap kehidupan mistis. Ia bekerja sebagai pedagang, dan mengukpulkan
banyak kekayaan dari hasil perdagangannya tersebut.
Ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup tasawuf, bersumber pada
pernyataan-pernyataan sombong para dukun dan sufi palsu. Mereka
memanfaatkan pengaruh para sufi demi kepentingan serta keuntungan
tersendiri. Syair-syair mereka menjadi ancaman besar bagi pandangan
spiritual para sufi sejati. Namun demikian, tasawuf sejati tidak akan
demikian mudah terkalahkan, bahkan masih mampu bertahan hidup hingga
detik ini.
☺ Kaum Malamatiyyah
Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah
atau terkadang juga disebut sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya,
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa berarti
“celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka tidaklah menganggap
pendapat orang dalam tingkah peribadatan mereka terhadap Tuhan. Kaum
Malamati adalah orang-orang suci yang dengan sengaja menjalani kehidupan
hina, dengan tujuan untuk menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual
mereka.
Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad
ke-3 H/9 M, yang berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah
mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah dalam
kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka bertindak
seolah-olah terpisah dari Tuhan.
Dalam tasawuf, sikap pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah
watak permanen dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak
penyalahgunaan yang dinisbatkan terhadap namanya, misalnya untuk
mencampakkan syariat dan etika atau adab tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin manusia
di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka yang tampak
berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka, adalah Muhammad,
Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan segala sesuatunya di tempat
yang seharusnya.
E. BUAH-BUAH TASAWUF
☺Puisi-Puisi dan Syair-Syair Sufi
Umumnya, para sufi mengungkapkan gagasan-gagasan mereka dalam
syair-syair dan prosa-prosa yang berbahasa Persia. Namun, syair-syair
dalam bahasa daerahlah, yang membuat tasawuf menjadi sebuah gerakan
massal di kalangan masyarakat India.
Kaum Chisti, adalah beberapa yang dapat disebut sebagai pelopor dari
gerakan-gerakan tersebut, yang telah banyak menyumbangkan karya-karya
mereka dalam bahasa Hindawi (Hindi). Misalnya ditemukannya, Malfuzhat
(karya yang keasliannya diragukan, atau tidak dapat dilacak
autentisitasnya), kemudian juga adanya Literatur biografis dari para
pembimbing spiritual; seperti; Syiar Auliya’, Fawaid al-Fuad, Manaqib
Fakhriyah, Ma’arij al-Wilayah.dll. , Kemudian juga ditemukan Maktubat
(Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa Hindi, dan lain sebagainya.
Sedangkan, kaum Syaththariyyah, seperti halnya juga kaum Chisti,
meminjam simbol-simbol dan kisah-kisah mitologis dari
lingkungan-lingkungan Hindu lokal, namun, dengan sedikit memberinya
tambahan akan nuansa Islami.
Di Bengal, Sultan Husain Syahi (897-945 H/1494-1538 M) memberikan
dorongan kuat terhadap kesusastraan Bengali. Namun demikian, pertumbuhan
nyata syair sufi terjadi terutama sejak abad ke-10 H/ke-16 M, di
wilayah Cittagong dan istana Arakanese.
Seperti halnya di wilayah-wilayah India lainnya, majelis-majelis
pertemuan sama’ di Sind juga mengumandangkan musik sufi dalam bahasa
Sindhi. Penyair sufi paling terkemuka dari Sind adalah Syah ‘Abd
al-Latif. Karya puitisnya yang berjudul Risalo (Kitab), yang juga
membahas mengenai balada raktyat Sind, sarat dengan emosi dan penggerak
prasaan.
Umumnya, para penyair sufi mampu mengekspresikan rahasia-rahasia
terdalam hati dengan ungkapan-ungkapan dari kehidupan sehari-hari, yang
bahkan, seorang anak kecil pun, dimungkinkan dapat memahaminya. Selain
itu, sebagai dasar terhadap ajarannya, mereka juga mengadopsi
dongeng-dongeng tradisional setempat. Para pahlawan dalam cerita-cerita
Sindh dan Punjab ditransformasikan sedemikian rupa sebagai simbol-simbol
jiwa yang menempuh banyak cobaan hingga akhirnya mempersatukan dirinya
dengan kekasihnya dalam kematian.
Syair sufi bukan hanya sekadar ungkapan cinta mistis tentang jiwa
kehausan yang tengah mencari pemahaman intuitif tentang Tuhan, tapi juga
sebagai saluran atau jalan keluar berbagai emosi dan perasaan
spiritual. Syair sufi dalam bahasa Hindi maupun bahasa-bahasa lainnya,
telah mampu membuka cakrawala baru bagi jalan hidup spiritual di benua
India.
Baik para penyair sufi, maupu pelopor gerakan kebaktian Hindu,
melakukan pendobrakan terhadap segala bentuk formalisme keagamaan,
kepalsuan, serta kebodohan, dan berupaya menciptakan sebuah dunia yang
semua orang di dalamnya, mendambakan kebahagiaan spiritual.
E. KESIMPULAN
Dari sedikit pembahasan yang telah kami sajikan sebelumnya, berkaitan
dengan penyebaran serta perjalanan tasawuf di Benua India tersebut,
tidaklah terlepas dari jasa-jasa para sufi Persia, yang jelas-jelas
telah memberikan kontribusi mereka terhadap tumbuhnya tasawuf di India
tersebut.
Namun, juga berkenaan dengan perjalanan tasawuf di India tersebut,
tidaklah terlepas dari jasa-jasa para tokoh-tokoh lokal, yang telah
berperan dalam penyebaran tasawuf, serta mendirikan tarekat-tarekat
tersendiri, yang kurang lebihnya, cukup memberikan warna tersendiri bagi
Tasawuf dan kehidupannya.
Bagaimanapun juga, banyaknya pengaruh sains-sains modern serta
pemikiran politik, tidaklah mampu melenyapkan tasawuf dari Benua India.
Kekayaan dan pengaruh karya-karya sufistik terus hidup menuntun
kepribadian hidup menuju jalan yang lebih menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad al-Khatib. Kala Nurani Terusik Tirani (Jejak-Jejak Kearifan dan Kepahlawanan
Kaum Sufi). Jakarta. Serambi. 2005.
Hamka. Tasawuf (Perkembangan dan Pemurniannya). Jakarta: Pustaka Panjimas. 1993.
Hossein Nasr, Seyyed. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (Manifestasi).
Bandung: Mizan Media Utama. 2003.
Trimingham, Spencer. Mazhab Sufi. Penrej: Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka.
1999.