PAHAM-PAHAM YANG HARUS DILURUSKAN
Terjemah Kitab Mafahim Yajibu An Tushohhah
Prof. DR. Al-'Alim Al-'Allamah Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad Bin Alwi Bin Abbas Bin Abdul Aziz Al-Maliki Al-Hasani
AJAKAN PARA AIMMAT AT-TASHAWWUF UNTUK MENGAPLIKASIKAN SYARI'AT
Tasawwuf,
obyek yang teraniaya dan senantiasa dicurigai, sangat minim mereka yang
bersikap adil dalam menyikapinya. Justru sebagian kalangan dengan
keterlaluan dan tanpa rasa malu mengkategorikannya dalam daftar karakter
negatif yang mengakibatkan gugurnya kesaksian dan lenyapnya sikap adil,
dengan mengatakan, “Fulan bukan orang yang bisa dipercaya dan
informasinya ditolak.” Mengapa? Karena ia seorang sufi. Anehnya, saya
melihat sebagian mereka yang menghina tasawwuf, menyerang dan memusuhi
pengamal tasawwuf bertindak dan berbicara tentang tasawwuf, kemudian
tanpa sungkan mengutip ungkapan para imam tasawwuf dalam khutbah dan
ceramahnya di atas mimbar-mimbar Jum’at kursi-kursi pengajaran.
Dengan
gagah dan percaya diri ia mengatakan, “Berkata Fudhail ibn ‘Iyadh,
al-Junaid, al-Hasan al-Bashri, Sahl at-Tusturi, al-Muhasibi, dan Bisyr
al-Hafi.” Fudhail ibn ‘Iyadh, al-Junaid, al-Hasan al-Bashri, Sahl
at-Tusturi, al-Muhasibi, dan Bisyr al-Hafi adalah tokoh-tokoh tasawwuf
yang kitab-kitab tasawwuf penuh dengan ucapan, informasi, kisah-kisah
teladan, dan karakter mereka. Jadi, saya tidak mengerti, apakah ia bodoh
atau pura-pura bodoh? Buta atau pura-pura buta? Saya ingin mengutip
pandangan para tokoh tasawwuf menyangkut syari’ah Islam agar kita
mengetahui sikap mereka sesungguhnya.
Karena yang
wajib adalah kita mengetahui seseorang lewat pribadinya sendiri dan
manusia adalah orang terbaik yang berbicara mengenai pandangannya dan
yang paling dipercaya mengungkapkan apa yang dirahasiakan. Al-Imam
Junaid ra. berkata : “Semua jalan telah tertutup bagi makhluk kecuali
orang yang mengikuti jejak Rasulullah, sunnahnya dan setia pada jalan
ditempuh beliau. Karena semua jalan kebaikan terbuka untuk Nabi dan
mereka yang mengikuti jejak beliau."
Terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa Abu Yazid al-Basthomi suatu
hari berbicara pada para muridnya, “Bangunlah bersamaku untuk melihat
orang mempopulerkan dirinya sebagai wali.” Lalu Abu Yazid dan
murid-muridnya berangkat untuk mendatangi wali tersebut. Kebetulan wali
tersebut hendak menuju masjid dan meludah ke arah kiblat. Abu Yazid pun
berbalik pulang dan tidak memberi salam. “Orang ini tidak dapat
dipercaya atas satu etika dari beberapa etika Rasulullah saw., maka
bagaimana mungkin ia dapat dipercaya atas klaimnya tentang kedudukan
para wali dan shiddiqin?“ kata Abu Yazid.
Dzunnun al-Mishri
berkata, "Poros dari segala ungkapan (madar al- Kalam) ada empat; Cinta
kepada Allah Yang Maha Agung, benci kepada yang sedikit, mengikuti
al-Quran, dan khawatir berubah menjadi orang celaka. Salah satu indikasi
orang yang cinta kepada Allah adalah mengikuti kekasih Allah saw. dalam
budi pekerti, tindakan, perintah dan sunnahnya."
As-Sirri as-Siqthi berkata,
“Tasawwuf adalah identitas untuk tiga makna; Shufi (pengamal tasawwuf)
adalah orang yang cahaya ma’rifatnya tidak memadamkan cahaya wara’nya,
tidak berbicara menggunakan bathin menyangkut ilmu yang bertentangan
dengan pengertian lahirial al-Kitab dan as-Sunnah, dan karomahnya tidak
mendorong untuk menyingkap tabir-tabir keharaman Allah swt."
Abu Nashr Bisyr ibn al-Harits al-Hafi
berkata, “Saya bermimpi bertemu Nabi saw.: “Wahai Bisyr, tahukah kamu
kenapa Allah meninggikan derajatmu mengalahkan teman-temanmu? Tanya
Beliau.“Tidak tahu, Wahai Rasulullah,” Jawabku. “Sebab Engkau mengikuti
sunnahku, mengabdi kepada orang salih, memberi nasihat pada
teman-temanmu dan kecintaanmu kepada para sahabat dan keluargaku. Inilah
faktor yang membuatmu meraih derajat orang-orang yang baik (Abror).”
Abu
Yazid ibn ‘Isa ibn Thoifur al-Bashthomi berkata, “Sungguh terlintas di
hatiku untuk memohon kepada Allah swt. agar mencukupi biaya makan dan
biaya perempuan, kemudian saya berkata. “Bagaimana boleh saya memohon
ini kepada Allah swt. padahal Rasulullah saw. tidak pernah memohon
demikian.” Akhirnya saya tidak memohon ini kepada Allah swt. Kemudian
Allah swt. mencukupi biaya para perempuan hingga saya tidak peduli,
apakah perempuan menghadapku atau tembok."
Abu Yazid juga pernah
berkata, “Jika engkau memandang seorang laki-laki diberi beberapa
karomah hingga ia mampu terbang di udara, maka janganlah engkau tertipu
sampai engkau melihat bagaimana sikapnya menghadapi perintah dan
larangan Allah, menjaga batas-batas yang digariskan Allah dan
pelaksanaannnya terhadap syari’ah.”
Sulaiman Abdurrahaman ibn ‘Athiah ad-Darani
berkata, “Terkadang, selama beberapa hari terasa di hatiku satu noktah
dari beberapa noktah masyarakat. Saya tidak menerima isi dari hati saya
kecuali dengan dua saksi adil ; al-Qur’an dan as-Sunnah.
Abul Hasan Ahmad ibn Abi al-Hawari berkata, “Siapapun yang mengerjakan perbuatan tanpa mengikuti sunnah Rasulullah saw. maka perbuatan itu sia-sia.”
Abu Hafsh Umar ibn Salamah al-Haddaad
berkata, “Barangsiapa yang tidak mengukur semua tindakannya setiap saat
dengan al-Kitab dan as-Sunnah, dan tidak berburuk sangka dengan apa
yang terlintas dalam hatinya, maka janganlah ia dimasukkan dalam daftar
para tokoh besar (diwan ar-Rijal).
Abul Qasim al-Junaid ibn Muhammad
berkata, “Siapapun yang tidak memperhatikan al-Qur’an dan tidak
mencatat al-Hadits, ia tidak bisa dijadikan panutan dalam bidang ini
(tasawwuf), karena ilmu kita dibatasi dengan al-Kitab dan as-Sunnah.”
Ia
juga berkata, “ Madzhabku ini dibatasi dengan prinsip-prinsip al-Kitab
dan as-Sunnah dan ilmuku ini dibangun di atas fondasi hadits Rasulullah
saw.”
Abu ‘Utsman Sa’id ibn Ismail al-Hairi berkata, “Saat sikap Abu
Utsman berubah, maka anaknya, Abu Bakar merobek-robek qamis yang melekat
pada tubuhnya, lalu Abu ‘Utsman membuka matanya dan berkata, “Wahai
Anakku, mempraktekkan sunnah dalam penampilan lahiriah itu indikasi
kesempurnaan batin.”
Ia juga berkata, “Bersahabat dengan Allah swt.
itu dengan budi pekerti yang luhur dan senantiasa takut kepadaNya.
Bersahabat dengan Rasulullah saw. itu dengan mengikuti sunnahnya dan
senantiasa mempraktekkan ilmu lahiriah. Bersahabat dengan para wali
dengan menghormati dan mengabdi. Bersahabat dengan keluarga itu dengan
budi pekerti yang baik. Bersahabat dengan kawan-kawan itu dengan
senantiasa bermuka manis sepanjang bukan perbuatan dosa. Dan bersahabat
dengan orang bodoh itu dengan mendoakan dan rasa belas kasih."
Ia
juga berkata, “Barangsiapa yang memposisikan as-Sunnah sebagai
pimpinannya dalam ucapan dan tindakan maka ia akan berbicara dengan
hikmah. Dan barangsiapa memposisikan hawa nafsu sebagai pimpinannya
dalam ucapan dan tindakan maka ia akan berbicara dengan bid’ah. Allah
swt. berfirman:
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
"Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS. an-Nur:54)
Abul
Hasan Ahmad ibn Muhammad an-Nawawi mengatakan, “Jika engkau melihat
orang yang mengklaim kondisi bersama Allah swt. yang membuatnya terlepas
dari batasan ilmu syari’at maka janganlah engkau mendekatinya.”
Abul
Fawaris Syah ibn Syuja’ al-Karmani berkata, “Barangsiapa memejamkan
matanya dari hal-hal yang diharamkan, mengendalikan nafsunya dari
syahwat, menghidupkan bathinnya dengan senantiasa merasakan kehadiran
Allah swt. (muraqabat) dan menghidupkan keadaan lahiriahnya dengan
mengikuti sunnah, dan membiasakan diri memakan barang halal, maka
firasatnya tidak akan meleset.”
Abul Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn
Sahl ibn Atha’ mengatakan, “Barangsiapa menekan dirinya untuk
mengamalkan etika-etika syari’at maka Allah swt. akan menerangi hatinya
dengan cahaya ma’rifat dan dianugerahi kedudukan mengikuti al-Habib
Rasulullah saw. dalam segala perintah, larangan dan budi pekerti beliau
saw.”
Ia juga mengatakan, “Semua yang ditanyakan kepadaku carilah
pada belantara syari’at. Jika engkau tidak menemukannya, carilah di
medan hikmah. Jika tidak menemukannya, takarlah dengan tauhid. Dan jika
tidak menemukannya di tiga tempat pencarian ini, maka lemparkanlah ia ke
wajah setan.”
Abu Hamzah al-Baghdadi al-Bazzar
mengatakan, “Siapapun yang mengetahui jalan Allah swt. maka Dia akan
memudahkan untuk menempuhnya. Dan tidak ada petunjuk jalan menuju Allah
swt. kecuali mengikuti Rasulullah saw. dalam sikap, tindakan dan ucapan
beliau.”
Abu Ishaq Ibrahim ibn Dawud ar-Ruqi mengatakan, “ Indikator
cinta kepada Allah swt. adalah memprioritaskan ketaatan kepada Allah
swt. dan mengikuti NabiNya saw.”
Mamsyad ad-Dinawari berkata, “Etika
murid adalah selalu dalam menghormati masyayikh (guru), membantu
kawan-kawan, terlepas dari faktor-faktor penyebab, dan menjaga etika
syari’at untuk dirinya.”
Abu Abdillah ibn Munazil berkata,
“Tidak ada seseorangpun yang menelantarkan salah satu kefardhuan Allah
swt. kecuali Allah swt. akan menimpakan musibah dengan menyia-nyiakan
sunnah. Dan Allah swt. tidak menimpakan musibah seseorang dengan
menelantarkan sunnah kecuali ia hendak diberi musibah dengan bid’ah.”