Setiap hari, dari pagi hingga sore, ia menatap
matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya
bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih
sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak
kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih
perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan
berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan
seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan
bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah tinggal di loteng
negara Thondata selama 12 tahun, dan selama 8 tahun ia berada diatas
atap, riadhoh siang dan malam. Ia hidup pada tahun 596-675 H dan wafat
di Mesir, makamnya di kota Tonto, setiap waktu tak pernah sepi dari
peziarah.
Pada usia dini ia telah hafal
Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada Syeikh Abdul
Qadir al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifa'i. Ia adalah Wali Allah Quthbl
Gaust, Assayyid, Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu hari, ketika sang Murid
telah sampai ketingkatannya, Sjech Abdul Qodir Jaelani, menawarkan
kepadanya ; ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masriq
atau Magrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh
gurunya Sayyid Ahmad Rifa'i, dengan lembut, dan menjaga tatakrama murid
kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil kunci kecuali dari Al
Fattah (Allah )”.
Suatu hari datang
kepadanya, seorang janda mohon pertolongan, anak lelakinya ditahan di
Perancis, dan sang ibu ingin agar anak itu kembali dalam keadaan
selamat. Oleh Sayyidi Ahmad Al Badawi, janda itu disuruhnya untuk
pulang, dan berkata sayyidi : “Insya Allah anak ibu sudah berada
dirumah”. Bergegas sang ibu menuju rumahnya, dan betapa bahagia,
bercampur haru, dan penuh keheranan, ia dapati anaknya telah berada di
rumah dalam keadaan terbelenggu. Sayyidi al badawi banyak menolong orang
yang ditahan secara Dholim oleh penguasa Perancis saat itu, dan semua
pulang ke rumahnya dalam keadaan tangannya tetap terbelenggu.
Pernah
suatu ketika Syaikh Ibnu labban mengumpat Sayyidi Ahmad Badawi,
seketika itu juga hafalan Al-Qur’an dan iman Syaikh Ibnul labban menjadi
hilang. Ia bingung dan berusaha dengan beristighosah dan meminta
bantuan do’a, orang-orang terkemuka di zaman itu (agar ilmu dan imannya
kembali lagi), tetapi tidak satupun dari yang dimintainya do'a, berani
mencampuri urusannya, karena terkait dengan Sayyidi Ahmad Badawi.
Padahal diriwayatkan, saat itu Sayyidi Al Badawi telah wafat. Orang
terkemuka yang dimintainya do'a, hanya berani memberi saran kepada Syaikh
Ibnu labban, agar dia menghadap Syeikh Yaqut al-‘Arsyiy, wali Allah
terkemuka pada saat itu, dan kholifah sayyidi abi hasan Assadzili. Ibnu
labban segera menemui Syaikh Yaqut dan minta pertolongannya, dalam
urusannya dengan sayyidi Ahmad Al badawi. Setelah dimintai pertolongan
oleh Syaikh Ibnu labban, Syeikh Yaqut Arsyiy berangkat menuju ke makam
Sayyidi al-Badawi dan berkata : “ Wahai guru, hendaklah tuan memberi
ma’af kepada orang ini!”. Dari dalam makamnya, terdengar jawaban “Apakah
kamu berkehendak untuk mengembalikan tandanya orang miskin itu ?
ya…sudah, tapi dengan syarat ia mau bertaubat”. Syeikh Ibnu Labban pun
akhirnya bertaubat, dan tidak lama kemudian kembalilah ilmu dan imannya
seperti sedia kala dan ia juga mengakui kewalian Syeikh Yaqut, karena
peristiwa tersebut. Ia kemudian dinikahkan dengan putrinya Syeikh Yaqut.
(Di ambil dari kitab al-Jaami’).
Syeikh
Muhammad asy-Syanawi menceritakan, bahwa pada waktu itu ada orang yang
tidak mau menghadiri dan bahkan mengingkari peringatan maulidnya Syeikh
Ahmad Badawi, maka seketika hilanglah iman orang itu dan menjadi merasa
tidak senang terhadap agama Islam. Orang itu kemudian berziarah ke
makamnya Sayyid Badawi untuk minta tolong dan memohon maaf atas
kesalahannya. Kemudian terdengarlah suara sayyidi Badawi dari dalam
kubur : “iya, saya ma’afkan, tapi jangan berbuat lagi. Na’am (iya) jawab
orang itu, spontan imannya kembali lagi. Beliau lalu meneruskan
ucapannya : “Apa sebabnya kamu mengingkari kami semua”. Dijawabnya :
“Karena di dalam acara itu banyak orang laki-laki dan perempuan
bercampur baur menjadi satu” (tanpa ada garis pembatas). Sayyidi Badawi
lalu mengatakan : “Di tempat thowaf sana, dimana banyak orang yang
menunaikan ibadah haji disekitar Ka’bah, mereka juga bercampur laki-laki
dan perempuan, kenapa tidak ada yang melarang”. Demi mulianya Tuhanku,
orang-orang yang ada untuk menghadiri acara maulidku ini tidaklah ada
yang menjalankan dosa kecuali pasti mau bertaubat dan akan bagus
taubatnya. Hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut, semua itu dapat
aku pelihara dan kulindungi diantara satu dengan lainnya sehingga
menjadi aman dengan izin Allah S.W.T. Lalu, apakah kiranya Allah S.W.T,
tidak akan memberi aku kekuatan untuk mampu menjaga dan memelihara
keamanannya orang-orang yang menghadiri acara maulidku itu ?”
Suatu
ketika Syeikh Ibnu Daqiqil berkumpul dengan Sayyidi Badawi, dan ia
bertanya kepada beliau : “Mengapa engkau tidak pernah sholat, yang
demikian itu bukanlah perjalanannya para shalihin“. Lalu beliau menjawab
: “Diam kamu! Kalau tidak mau diam aku hamburkan daqiqmu (tepung)”. Dan
di tendanglah Syeikh Daqiqil oleh beliau hingga berada disuatu pulau
yang luas dalam kondisi tidak sadarkan diri. Setelah sadar, iapun
termangu karena merasa asing dengan pulau tersebut. Dalam
kebingungannya, datanglah seorang lelaki menghampirinya dan memberi
nasehat agar jangan mengganggu orang type al-Badawi, dan sekarang kamu
berjalanlah menuju Qubah yang terlihat itu, nanti jika sudah tiba di
sana kau berhentilah di depan pintu hingga menunggu waktu ‘ashar dan
ikutlah shalat berjamaah dibelakangnya imam tersebut, sebab nanti Ahmad
Badawi akan ikut di dalamnya. Setelah bertemu dia ucapkanlah salam,
peganglah lengan bajunya dan mohonlah ampun atas ucapanmu tadi. Ia
menuruti kata-kata orang itu yang tidak lain adalah Nabiyullah Khidir
a.s. Setelah semua nasehatnya dilaksanakan, betapa terkejutnya ia karena
yang menjadi imam sholat waktu itu adalah Sayyidi Ahmad Badawi. Setelah
selesai sholat ia langsung menghampiri dan menciumi tangan dan menarik
lengan Sayyidi al-Badawi, sambil berkata seperti yang diamanatkan orang
tadi. Dan berkatalah Sayyidi al-Badawi sambil menendang Syeikh Daqiqil,”
Pergilah sana murid-muridmu sudah menantimu dan jangan kau ulangi lagi!.
Seketika itu juga ia sudah sampai di rumahnya dan murid-muridnya telah
menunggu kedatangan Syeikh Daqiqil. Dijelaskan bahwa yang menjadi makmum
sholat berjamaah dengan Sayyidi Badawi pada kejadian itu adalah para
wali.
Syekh Imam al- Munawi berkata :
“Ada seorang Syeikh yang setiap akan bepergian selalu berziarah di
makamnya Syeikh Ahmad al Badawi untuk minta ijin, lalu terdengar suara
dari dalam kubur dengan jelas :”Ya pergilah dengan tawakkal, Insya Allah
niatmu berhasil, kejadian tersebut didengar juga oleh Syeikh abdul
wahab Assya’roni, padahal saat itu Syeikh Ahmad al Badawi sudah
meninggal 200 tahun silam, jadi para aulia’ itu walaupun sudah meninggal
ratusan tahun, namun masih bisa memberi petunjuk.
Berkata
Syeikh Muhammad al-Adawi : Setengah dari keindahan keramat beliau
ialah, pada saat banyaknya orang yang ingin berusaha membatalkan
peringatan maulidnya beliau, dimana orang-orang tersebut menghadap dan
meminta kepada Syeikh Imam Yahya al-Munawi agar beliau mau
menyetujuinya. Sebagai orang yang berpengaruh dan berpendirian kuat pada
masa itu, Syeikh Yahya tidak menyetujuinya, akhirnya orang-orang
tersebut melapor kepada sang raja azh-Zhohir JaQmaQ. Sang rajapun
berusaha membujuk agar Syeikh Yahya bersedia memberi fatwa untuk
membatalkan maulidnya Sayyidi Badawi. Akan tetapi Syeikh Yahya tetap
tidak mau dan hanya bersedia memberikan fatwa melarang keharaman-keharaman
yang terjadi di acara itu. Maka acara maulid tetap dilaksanakan seperti
biasa. Dan Syeikh Yahya bekata kepada sang raja: “Aku tetap tak berani
sama sekali berfatwa yang demikian, karena Sayyidi Badawi adalah wali
yang agung dan seorang fanatik (malati = bahasa jawanya). Hai raja,
tunggu saja, kamu akan tahu akibat bahayanya orang-orang yang berusaha
menghilangkan peringatan maulid Sayyidi al-Badawi. Memang benar, tak lama
kemudian mereka yang bertujuan menghilangkan peringatan maulid Sayyidi
Badawi tertimpa bencana. Orang-orang tersebut ada yang dicopot
jabatannya dan diasingkan oleh rajanya. Ada yang melarikan diri ke
Dimyath akan tetapi kemudian ditarik kembali dan diberi pengajaran,
dirantai dan dipenjara selama setengah bulan. Bahkan diantara mereka
yang mempunyai jabatan tinggi dikerajaan itu lalu banyak yang ditangkap,
disidang dengan kelihatan terhina, disiksa dan diborgol besi di depan
majlis hakim syara’ lalu dihadapkan raja yang kemudian dibuang di negara
Maghrib.
Sayyidi Ahmad Badawi pernah
berkata kepada seseorang : “Bahwa pada tahun ini hendaknya kamu
menyimpan gandum yang banyak yang tujuanmu nanti akan kau berikan kepada
para fakir miskin, sebab nanti akan terjadi musim paceklik pangan.
Kemudian orang tadi menjalankan apa yang diperintahkan beliau, dan
akhirnya memang terbukti kebenaran ucapan Sayyidi Badawi.
Berkata
al-Imam Sya’roni : “Pada tahun 948 H aku ketinggalan tidak dapat
menghadiri acara maulidnya Sayyidi Badawi. Lalu ada salah satu aulia’
memberi tahu kepadaku bahwa Sayyidi Badawi pada waktu peringatan itu
memperlihatkan diri di makamnya dan bertanya : “Mana Abdul Wahhab
Sya’roni, kenapa tidak datang ?” Pada suatu tahun, al-Imam Sya’roni juga
pernah berkeinginan tidak akan mendatangi maulid beliau. Lalu aku
melihat beliau memegang pelepah kurma hijau sambil mengajak orang-orang
dari berbagai negara. Jadi orang-orang yang berada dibelakangnya,
dikanan dan kirinya banyak sekali tak terhingga jumlahnya. Terus beliau
melewati aku di Mesir, sayyidi Badawi berkata : “Kenapa kamu tidak
berangkat ?”. Aku sedang sakit tuan, jawabku. Sakit tidak
menghalang-halangi orang cinta. Terus aku diperlihatkan orang banyak
dari para aulia’dan para masyayikh, baik yang masih hidup maupun yang
sudah wafat, dan orang-orang yang lumpuh semua berjalan dengan merangkak
dan memakai kain kafannya, mereka mengikuti dibelakang sayyidi Badawi
menghadiri maulid beliau. Terus aku juga diperlihatkan jama’ah dan
sekelompok tawanan yang masih dalam keadaan terbalut dan terbelenggu
juga ikut datang menghadiri maulidnya. Lalu beliau berkata: lihatlah !
itu semua tidak ada yang mau ketinggalan, akhirnya aku berkehendak untuk
mau menghadiri, dan aku berkata : Insya Allah aku hadir tuan guru ?.
Kalau begitu kamu harus dengan pendamping, jawab sayyidi Badawi.
Kemudian beliau memberi aku dua harimau hitam besar dan gajah, yang
di bai'at tidak akan berpisah denganku sebelum sampai di tempat. Peristiwa
ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Syeikh Muhammad asy-Syanawi,
beliau lalu menjelaskan: memang pada umumnya para aulia’ mengajak
orang-orang itu dengan perantaraan, akan tetapi sayyidi Ahmad Badawi
langsung dengan sendirinya menyuruh orang-orang mengajak datang. Sungguh
banyak keramat beliau, hingga al-Imam Sya’roni mengatakan,”Seandainya
keajaiban atau keramat-keramat beliau kalau ditulis di dalam buku
tidaklah akan muat karena terlalu banyaknya. Tetapi ada peninggalan
Syeikh ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan sholawat badawiyah
sughro dan sholawat badawiyah kubro. Demikianlah sekelumit manakib
Sayyidi Ahmad Al Badawi disajikan kehadapan pembaca, untuk dapat diambil
hikmahnya, DUSTUR YA SAYYIDI AHMAD AL BADAWI
=====================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.