Buroq Dan Misteri
Kecepatan Perjalanan Waktu Bisakah Dihitung Secara
Matematis..??Buraq berasal dari istilah barqu yang berarti kilat
sebagaimana terdapat pada QS. Al Baqarah ayat 20,“Hampir saja kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari,
mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa
mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia
hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Kuasa
atas segala sesuatu.”
Dengan perubahan istilah barqu menjadi buraq, Nabi Muhammad SAW hendak
menyampaikan kepada kita bahwa kendaraannya itu memiliki kecepatan di
atas sinar. Suatu kendaraan dengan kecepatan yang sangat jauh
meninggalkan teknologi yang sudah kita capai sekarang ini.
Buraq yang diartikan sebagai “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia
berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu
berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung
dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah
yang dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat
2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.
Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat
atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik.
Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak
matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar
dalam waktu 8 menit.
Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai
sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa.
Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem
galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi
lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu
sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh
dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami
sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas.
Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam
lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk
gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.
Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km
dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan
menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah
menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu,
begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi,
sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang
sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities
yang berlayangan diangkasa bebas.
Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan
perjalanan mi’rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap
sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas
mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat,
maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai
sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya
melebihi gerakan sinar.
Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak
yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa
saat saja.
Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard
tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut
sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit
digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia
dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak
diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun
tahun cahaya.
Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada
dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.
Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan
kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan
cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia
sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum
terjangkau oleh manusia.
Dalam AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh
para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:
Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)
Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka
50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan
penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.
Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang
cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu
malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika
yang menyebutkan “Time for a person on earth and time for a person in
hight speed rocket are not the same”, waktu bagi seseorang yang
berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat
yang berkecepatan tinggi.
Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka
satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini
tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana
satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun
Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi
waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat =
50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga
sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai
‘Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih
548 tahun waktu malaikat.
Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad
Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12
Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut
pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai
pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam
bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa
jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap
/cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali
setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi.
Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya
menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih
dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah
seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi,
dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang
jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.
Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa
saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan
sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya
menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh
pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.
Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi
semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi
diatas yang menyamai kecepatan cahaya.
Kembali pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh
Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran
dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang
pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam)
atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu
kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik.
Dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius
sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari
panjang gelombang sinar gamma.
Nah, Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad
Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari
berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi
atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan
udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq
ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa
yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ?
Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah
Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan
sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?
Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad
Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam
dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup
udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan
monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun
juga monitor-monitor yang bersifat “Futuristik” , yaitu monitor yang
memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya
sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama
perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan
pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika
Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui
monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi
dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah
sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu
meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?
Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan
alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat
interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak
mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk
mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang
dijanjikanNya?
Anda pasti pernah mendengar sebutan “Paranormal” bukan? Jika anda
mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai
bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya
bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah
pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil.
Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya sabda Nabi
Muhammad SAW terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan
tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika
tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?
Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan
barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang
banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang
yang berakal. (QS. 2:269)
Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai
kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya,
kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan
RahimNya.
Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha
dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur’an surah 53:6
dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi
diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan
sinar.
Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat
Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini
menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan.
Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke
Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai
penumpang?
Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan
ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali
melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah?
Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah
tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah
dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh
Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan
beragam pertanyaan kepada Jibril?
Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam
hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua
pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat
cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah
Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi
dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang
hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada
diri Nabi yang mulia ini.
Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk
mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu
sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .
Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap
lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka
tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga
begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan
melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga
nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.
Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga
menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat
Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan
oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula
diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan
oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah
sebagai Hadist yang shahih).
Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat
bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan
terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan
nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh
dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena
tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini.
Namun justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja
dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan
sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.
Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan
dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama
istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka
penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya,
sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk
dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari
surah 72:
“…Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit
itu.” (QS. 72:9) ”…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang
kuat dan panah-panah api.” (QS. 72:8) ”…Tetapi sekarang barang siapa
yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang
mengintai.” (QS. 72:9)
Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit
pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan
“bumi-muntaha” , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur’an pada
surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat.
Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut,
dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu
bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.
Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang
disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah
tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri
dengar berita-berita langit.
Muntaha sendiri berarti “Dihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan
sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi
perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.
Sidrah berarti “Teratai” yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup
dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar
air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila
pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada
tanah dasar tempatnya bertumbuh.
Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki
permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup.
Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak
mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu
berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh
dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai
berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit
mengelilingi matahari.
Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi
matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu
titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik
Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di
Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu
kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas
kegiatan magnet yang dimilikinya saja.
Allah sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan
planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus
sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana
sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu
tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula
dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa
yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah
satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255).
JAdi MAtematisnya begini :
Berdasarkan penyelidikan, kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil
atau 300 km per detik. Bila diketahui jarak matahari dari bumi sekitar
93.000.000 mil, maka diperlukan waktu dilintasi oleh sinar dalam 8
menit.
Sedangkan untuk menerobos garis tengah jagat raya memerlukan waktu 10
milyar tahun cahaya, dengan melalui galaksi-galaksi, yang selanjutnya
menuju kulit bola alam raya.
Bagaimana dengan kecepatan malaikat?
Seperti kita pahami, satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi. Ini ada di dalam QS. Al Ma’arij ayat 4,
”Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”
Sementara, untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Sidratul
Muntaha, dengan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi,
setidaknya diperlukan waktu 10 milyar tahun cahaya (bahkan mungkin
lebih dari itu, wallahu a’lam).
Artinya untuk perjalanan tersebut diperlukan waktu seperti perhitungan berikut ini:
1 hari malaikat = 50.000 tahun
200.000 hari malaikat = 10 milyar tahun (cahaya)
200.000 hari = 547,9 tahun (dengan perbandingan 365 hari = 1 tahun).
Berdasarkan data di atas, malaikat memerlukan waktu 547,9 tahun, untuk
melintasi jagat raya. Namun pada kenyataannya, malaikat Jibril dalam
peristiwa Mi’raj, menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi (maksimum 12
jam).
Jadi kecepatan buraq, berkali-kali lipat daripada kecepatan kilat, bahkan melebihi kecepatan malaikat sekalipun.
Allahu Akbar peristiwa Isra’ Mi’raj diperjalankan oleh Allah sebagaimana ditunjukkan dalam QS. Al Isra’ ayat 1,
”Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Suatu perjalanan yang digunakan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
==================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.