باب الإخلاص وإحضارالنية
فى جميع الأعمال والاقوال البارزة والخفية
Keikhlasan Dan
Menghadirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan
Yang Samar
Allah SWT
berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة،
وذلك دين القيمة
"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya sama menyembah
Allah, dengan tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya semata-mata, berdiri
lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat dan yang demikian itu adalah
agama yang benar." (al-Bayyinah: 5)
Allah SWT berfirman :
لن
ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم
"Sama sekali tidak
akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah binatang korban itu,
tetapi akan sampailah padaNya ketaqwaan dan engkau sekalian." [1] (al-Haj: 37)
Allah SWT berfirman :
قل إن تخفوا ما في صدوركم أو تبدوه يعلمه الله
"Katakanlah - wahai
Muhammad [2] ,sekalipun engkau semua
sembunyikan apa-apa yang ada di dalam hatimu ataupun engkau sekalian tampakkan,
pasti diketahui juga oleh Allah." (ali-lmran: 29)
1-
وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن
رزاح بن عدى بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى. رضي الله عنه، قال: سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول: " إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما
نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا
يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه" ((متفق على صحته. رواه إماما المحدثين: أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيرى
النيسابورى رضي الله عنهما في صحيحهما اللذين هما أصح الكتب
المصنفة)).
1. Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar
bin Al-khathab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin
Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata:
Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda [3] :
"Bahwasanya semua
amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan bahwasanya bagi setiap orang
itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada
Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan
barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya,
ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada
sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu."
(Muttafaq (disepakati) atas keshahihannya
Hadis ini)
Diriwayatkan oleh dua
orang imam ahli Hadis iaitu Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Almughirah bin Bardizbah Alju'fi Albukhari, -
lazim disingkat dengan Bukhari saja -dan Abulhusain
Muslim bin Alhajjaj bin Muslim Alqusyairi Annaisaburi, - lazim disingkat
dengan Muslim saja - radhiallahu 'anhum dalam kedua kitab masing-masing yang
keduanya itu adalah seshahih-shahihnya kitab Hadis yang dikarangkan.
Keterangan:
Hadis di atas
berhubungan erat dengan persoalan niat. Rasulullah s.a.w. menyabdakannya itu ialah
karena di antara para sahabat Nabi s.a.w. sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari
Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau s.a.w. mengetahui maksud orang
itu, lalu bersabda sebagaimana di atas.
Oleh karena orang itu
memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam
hatinya, meskipun sedemikian itu boleh saja, tetapi sebenarnya tidak patut
sekali sebab saat itu sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka
ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah s.a.w.
Bayangkanlah, betapa
anehnya orang yang berhijrah dengan tujuan memburu wanita yang ingin dikawin,
sedang sahabat beliau s.a.w. yang lain-lain dengan tujuan menghindarkan diri
dari amarah kaum kafir dan musyrik yang masih tetap berkuasa di Makkah, hanya
untuk kepentingan penyebaran agama dan keluhuran Kalimatullah.
Bukankah tingkah-laku
manusia sedemikian itu tidak patut sama-sekali.
Jadi oleh sebab
niatnya sudah keliru, maka pahala hijrahnya pun kosong.
Lain sekali dengan
sahabat-sahabat beliau s.a.w.
yang dengan keikhlasan hati
bersusah payah menempuh jarak yang
demikian jauhnya untuk
menyelamatkan keyakinan kalbunya, pahalanya
pun besar sekali karena hijrahnya memang dimaksudkan untuk mengharapkan
keredhaan Allah dan RasulNya. Sekalipun datangnya Hadis itu mula-mula tertuju
pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah, tetapi sifatnya
adalah umum. Para imam mujtahidin berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah
dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat. Niat itu ialah
sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti ketika mengambil air
sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain sebagainya.
Perlu pula kita
maklumi bahwa barangsiapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan
dengan keta'atan kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau
seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi
dilakukan, maka dalam hal ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini
berdasarkan Hadis yang berbunyi:
"Niat seseorang itu
lebih baik daripada amalannya."
Maksudnya:
Berniatkan sesuatu yang
tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu
adalah lebih baik daripada sesuatu kelakuan yang benar-benar dilaksanakan,
tetapi tanpa disertai niat apa-apa.
Hanya saja dalam
menetapkan wajibnya niat atau tidaknya,agar amalan itu menjadi sah, maka ada
perselisihan pendapat para imam mujtahidin. Imam-imam Syafi'i, Maliki
dan Hanbali mewajibkan niat itu dalam segala
amalan, baik yang berupa wasilah yakni perantaraan seperti wudhu', tayammum dan
mandi wajib, atau dalam amalan yang berupa maqshad (tujuan) seperti shalat,
puasa, zakat, haji dan umrah. Tetapi imam Hanafi hanya mewajibkan adanya niat itu dalam amalan yang berupa
maqshad atau tujuan saja sedang dalam amalan yang berupa wasilah atau
perantaraan tidak diwajibkan dan sudah dianggap sah.
Adapun dalam amalan
yang berdiri sendiri, maka semua imam mujtahidin sependapat tidak perlunya niat
itu, misalnya dalam membaca al-Quran, menghilangkan najis dan
lain-lain.
Selanjutnya dalam
amalan yang hukumnya mubah atau jawaz (yakni yang boleh dilakukan dan boleh pula
tidak), seperti makan-minum, maka jika disertai niat agar kuat beribadat serta
bertaqwa kepada Allah atau agar kuat bekerja untuk bekal dalam melakukan ibadat
bagi dirinya sendiri dan keluarganya, tentulah amalan tersebut mendapat pahala,
sedangkan kalau tidak disertai niat apa-apa, misalnya hanya supaya kenyang saja,
maka kosonglah pahalanya.
2-
وعن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : "يغزو جيش الكعبة فإذا كانوا ببيداء من الأرض يخسف بأولهم
وآخرهم". قالت: قلت: يارسول الله، كيف يخسف بأولهم وآخرهم وفيهم أسواقهم ومن
ليس منهم!؟ قال: "يخسف بأولهم وآخرهم، ثم يبعثون على
نياتهم" ((متفق عليه. هذا لفظ البخاري)).
2. Dari Ummul mu'minin yaitu ibunya - sebenarnya adalah bibinya - Abdullah yakni Aisyah radhiallahu
'anha, berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada sepasukan tentara
yang hendak memerangi - menghancurkan - Ka'bah, kemudian setelah mereka berada
di suatu padang dari tanah lapang lalu dibenamkan-dalam tanah tadi -dengan yang
pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya."
Aisyah bertanya: "Saya
berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama
sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada yang ahli pasaran -
maksudnya para pedagang - serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan
mereka tadi - yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah?"
Rasulullah s.a.w.
menjawab: "Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir,
kemudian nantinya mereka itu akan diba'ats - dibangkitkan dari masing-masing
kuburnya - sesuai niat-niatnya sendiri - untuk diterapi dosa atau
tidaknya.
Disepakati atas Hadis ini
(Muttafaq 'alaih) - yakni disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim - Lafaz di atas adalah menurut Imam Bukhari.
Keterangan:
Sayyidah Aisyah diberi gelar Ummul mu'minin, yakni ibunya sekalian
orang mu'min sebab beliau adalah isteri Rasulullah s.a.w., jadi sudah
sepatutnya. Beliau juga diberi nama ibu Abdullah oleh Nabi s.a.w., sebenarnya
Abdullah itu bukan puteranya sendiri, tetapi putera saudarinya yang bernama
Asma'. Jadi dengan Sayyidah Aisyah, Abdullah itu adalah anak tiri nya. Adapun
beliau ini sendiri tidak mempunyai seorang putera pun.
Dari uraian yang tersebut dalam Hadis ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang
yang shalih, jika berdiam di lingkungan suatu golongan yang selalu berkecimpung
dalam kemaksiatan dan kemungkaran, maka apabila Allah Ta'ala mendatangkan azab
atau siksa kepada kaum itu, orang shalih itu pun pasti akan terkena pula. Jadi
Hadis ini mengingatkan kita semua agar jangan sekali-kali bergaul dengan kaum
yang ahli kemaksiatan, kemungkaran dan kezaliman.
Namun demikian perihal
amal perbuatannya tentulah dinilai sesuai dengan niat yang terkandung dalam hati
orang yang melakukannya itu.
Mengenai gelar Ummul
mu'minin itu bukan hanya khusus diberikan kepada Sayyidah Aisyah radhiallahu
'anha belaka, tetapi juga diberikan kepada para isteri Rasulullah s.a.w. yang
lain-lain.
3- وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم: " لا هجرة بعد
الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا" ((متفق عليه)). ومعناه: لا هجرة من مكه لأنها صارت دار إسلام
3. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah
pembebasan - Makkah - [4], tetapi yang ada ialah jihad dan
niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk
berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih)
Maknanya: Tiada hijrah
lagi dari Makkah, sebab saat itu Makkah telah menjadi perumahan
atau Negara Islam.
4-
وعن أبي عبد الله جابر بن عبد الله الأنصارى رضي الله عنهما قال: كنا مع النبي صلى الله عليه
وسلم في غزاةٍ فقال: "إن بالمدينة لرجالاً ماسرتم مسيراً، ولا قطعتم وادياً إلا
كانوا معكم حبسهم المرض" وفى رواية: "إلا شاركوكم في الأجر" ((رواه مسلم)).
((ورواه البخاري)) عن أنس رضي الله عنه قال: رجعنا من غزوة تبوك مع
النبي صلى الله عليه وسلم فقال: " إن أقواماً خلفنا بالمدينة ما سلكنا
شعباً ولا وادياً إلا وهم معنا، حبسهم العذر".
4. Dari Abu Abdillah
iaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu'anhuma, berkata: Kita berada
beserta Nabi s.a.w. dalam suatu peperangan - yaitu perang Tabuk - kemudian
beliau s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya di
Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu
perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi
ada besertamu - yakni sama-sama memperolehi pahala - mereka itu terhalang oleh
sakit - maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang."
Dalam suatu riwayat
dijelaskan: "Melainkan mereka - yang tertinggal itu - bersekutu dengan mu dalam
hal pahalanya." (Riwayat Muslim)
Hadis sebagaimana di
atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas r.a., Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Kita kembali dari
perang Tabuk beserta Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya ada
beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan
sesuatu lereng ataupun lembah, [5] melainkan mereka itu
bersama-sama dengan kita jua -jadi memperolehi pahala seperti yang berangkat
untuk berperang itu - mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran."
5- وعن أبي يزيد معن بن يزيد بن الأخنس رضي الله عنهم، وهو وأبوه وجده صحابيون، قال: كان أبي يزيد
أخرج دنانير يتصدق بها فوضعها عند رجل في المسجد فجئت فأخذتها فأتيته بها، فقال:
والله ما إياك أردت، فخاصمته إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: " لك ما
نويت يا يزيد، ولك ما أخذت يامعن" ((رواه البخاري)).
5. Dari Abu Yazid
iaitu Ma'an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu 'anhum. Ia, ayahnya dan neneknya
adalah termasuk golongan sahabat semua. Kata saya: "Ayahku, yaitu Yazid
mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu
ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid.
Saya - yakni Ma'an
anak Yazid - datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan
dinar-dinar tadi. Ayah berkata: "Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki -
untuk diberi sedekah itu."
Selanjutnya hal itu
saya adukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda:
"Bagimu adalah apa
yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahawa engkau telah
memperolehi pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu - sedang bagimu adalah apa
yang engkau ambil, hai Ma'an - yakni bahwa engkau boleh terus memiliki
dinar-dinar tersebut, karena juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid,
yang dimaksudkan oleh Yazid tadi." (Riwayat Bukhari)
6-
وعن أبي إسحاق سعد بن أبي وقاص مالك بن أهيب بن عبد مناف بن زهرة بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤى
القرش الزهرى رضي الله عنه، أحد العشرة المشهود لهم بالجنة، رضي الله عنهم، قال:
" جاءنى رسول الله صلى الله عليه وسلم يعودنى عام حجة الوداع من وجع اشتد بى
فقلت: يارسول الله إني قد بلغ بى من الوجع ما ترى، وأنا ذو مال ولا يرثنى إلا ابنة
لي، أفاتصدق بثلثى ما لي؟ قال: لا، قلت: فالشطر يارسول الله؟ فقال: لا،
قلت: فالثلث يا رسول الله؟ قال الثلث والثلث كثير- أو كبير- إنك أن تذر ورثتك
أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس، وإنك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه الله إلا
أجرت عليها حتى ما تجعل في فيّ امرأتك قال: فقلت: يارسول الله أخلف بعد
أصحابي؟ قال: إنك لن تخلف فتعمل عملا تبتغي بهوجه الله إلا ازددت به درجة ورفعةً،
ولعلك أن تخلف حتى ينتفع بك أقوام ويضرّ بك آخرون. اللهم امض لآصحابى هجرتهم، ولا
تردهم على أعقابهم، لكن البائس سعد بن خولة" يرثى له رسول الله صلى الله عليه
وسلم أن مات بمكة.((متفق عليه)).
6. Dari Abu Ishak,
yakni Sa'ad bin Abu Waqqash, yakni Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin
Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai al-Qurasyi az-Zuhri r.a., yaitu salah satu
dari sepuluh orang yang diberi kesaksian akan memperolehi syurga radhiallahu
'anhum, katanya:
Rasulullah s.a.w.
datang padaku untuk menjengukku pada tahun haji wada' - yakni haji Rasulullah
s.a.w. yang terakhir dan sebagai haji pamitan - karena kesakitan yang menimpa
diriku, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saja kesakitanku ini
telah mencapai sebagaimana keadaan yang Tuan ketahui, sedang saya adalah seorang
yang berharta dan tiada yang mewarisi hartaku itu melainkan seorang puteriku
saja. Maka itu apakah dibenarkan sekiranya saya bersedekah dengan dua pertiga
hartaku?" Beliau menjawab: "Tidak dibenarkan." Saya berkata pula: "Separuh
hartaku ya Rasulullah?" Beliau bersabda: "Tidak dibenarkan juga." Saya berkata
lagi: "Sepertiga, bagaimana ya Rasulullah?" Beliau lalu bersabda: "Ya, sepertiga
boleh dan sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya
jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya-kaya, maka itu
adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
meminta-minta pada orang banyak. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau
berikan dengan niat untuk mendapatkan keredhaan Allah, melainkan engkau pasti
akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan
isterimu."
Abu Ishak meneruskan uraiannya: Saya berkata lagi: "Apakah saya ditinggalkan - di Makkah - setelah
kepulangan sahabat-sahabatku itu?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya engkau itu
tiada ditinggalkan, kemudian engkau melakukan suatu amalan yang engkau maksudkan
untuk mendapatkan keredhaan Allah, melainkan engkau malahan bertambah darjat dan
keluhurannya. Barangkali sekalipun engkau ditinggalkan - karena usia masih
panjang lagi -, tetapi nantinya akan ada beberapa kaum yang dapat memperolehi
kemanfaatan dari hidupmu itu - yakni sesama kaum Muslimin, baik manfaat
duniawiyah atau ukhrawiyah - dan akan ada kaum lain-lainnya yang memperolehi
bahaya dengan sebab masih hidupmu tadi - yakni kaum kafir, sebab menurut riwayat
Abu Ishak ini tetap hidup sampai dibebaskannya Irak dan lain-lainnya, lalu
diangkat sebagai gubernor di situ dan menjalankan hak dan keadilan.
Ya Allah,
sempurnakanlah pahala untuk sahabat-sahabatku dalam hijrah mereka itu dan
janganlah engkau balikkan mereka pada tumit-tumitnya - yakni menjadi murtad
kembali sepeninggalnya nanti.
Tetapi yang miskin -
rugi - itu ialah Sa'ad bin Khaulah.”
Rasulullah s.a.w.
merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di
Makkah.
(Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Sa'ad bin Khaulah itu
dianggap sebagai orang yang miskin dan rugi, karena menurut riwayat ia tidak
mengikuti hijrah dari Makkah, jadi rugi kerana tidak ikutnya hijrah tadi.
Sebahagian riwayat yang lain mengatakan bahawa ia sudah mengikuti hijrah, bahkan
pernah mengikuti perang Badar pula, tetapi akhirnya ia kembali ke Makkah dan
terus wafat di situ sebelum dibebaskannya Makkah saat itu. Maka ruginya ialah
karena lebih sukanya kepada Makkah sebagai tempat akhir hayatnya, padahal masih
di bawah kekuasaan kaum kafir. Ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa ia
pernah pula mengikuti hijrah ke Habasyah, mengikuti pula perang Badar, kemudian
mati di Makkah pada waktu haji wada' tahun 10, ada lagi yang meriwayatkan
matinya itu pada tahun 7 di waktu perletakan senjata antara kaum Muslimin dan
kaum kafir. Jadi kerugiannya di sini ialah kerana ia mati di Makkah itu, karena
kehilangan pahala yang sempurna yakni sekiranya ia mati di Madinah, tempat ia
berhijrah yang dimaksudkan semata-mata sebab Allah Ta'ala belaka.
7-
وعن أبي هريرة عبد الرحمن بن صخر رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم:
" إن الله لا ينظر إلى أجسامكم ، ولا إلى صوركم، ولكن ينظر
إلى قلوبكم وأعمالكم" ((رواه مسلم)).
7. Dari Abu Hurairah, yaitu Abdur Rahman bin Shakhr r.a., katanya: Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Sesungguhnya Allah
Ta'ala itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula kepada bentuk rupamu,
tetapi Dia melihat kepada hati-hatimu sekalian." (Riwayat Muslim)
8-
وعن أبي موسى عبد الله بن قيس الأشعرى رضي الله عنه قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن
الرجل يقاتل شجاعة، ويقاتل حميةً، ويقاتل رياء، أى ذلك في سبيل الله؟ فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: " من قاتل لتكون كلمة الله هى العليا فهو في
سبيل الله" ((متفق عليه)).
8. Dari Abu Musa,
yakni Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya
perihal seseorang yang berperang dengan tujuan menunjukkan keberanian, ada lagi
yang berperang dengan tujuan kesombongan - ada yang artinya kebencian - ada pula
yang berperang dengan tujuan pameran - menunjukkan pada orang-orang lain karena
ingin berpamer. Manakah di antara semua itu yang termasuk dalam jihad
fi-sabilillah?
Rasulullah s.a.w.
menjawab:
"Barangsiapa yang
berperang dengan tujuan agar kalimat Allah - Agama Islam - itulah yang luhur,
maka ia disebut jihad fi-sabilillah." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Hadis di atas dengan
jelas menerangkan semua amal perbuatan itu hanya dapat dinilai baik, jika baik
pula niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya.
Selain itu dijelaskan
pula bahwa keutamaan yang nyata bagi orang-orang yang berjihad melawan musuh di
medan perang itu semata-mata dikhususkan untuk mereka yang berjihad
fisabilillah, yakni tiada maksud lain kecuali untuk meluhurkan kalimat Allah, yaitu Agama Islam.
9-
وعن أبي بكرة نفيع بن الحارث الثقفى رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "إذ
التقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار" قلت يارسول الله، هذا
القاتل فما بال المقتول؟ قال: "إنه كان حريصاً على قتل صاحبه" ((متفق عليه)).
9. Dari Abu Bakrah,
yakni Nufai' bin Haris as-Tsaqafi r.a. bahawasanya Nabi s.a.w.
bersabda:
"Apabila dua orang
Muslim berhadap-hadapan dengan membawa masing-masing pedangnya - dengan maksud
ingin berbunuh-bunuhan - maka yang membunuh dan yang terbunuh itu semua masuk di
dalam neraka."
Saya bertanya: "Ini
yang membunuh - patut masuk neraka -tetapi bagaimanakah halnya orang yang
terbunuh - yakni mengapa ia masuk neraka pula?"
Rasulullah s.a.w.
menjawab:
"Karena sesungguhnya
orang yang terbunuh itu juga ingin sekali hendak membunuh kawannya." (Muttafaq
'alaih)
10-
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "صلاة الرجل في جماعة تزيد
على صلاته في سوقه وبيته بضعاً وعشرين درجه وذلك أن أحدهم إذا توضأ فأحسن الوضوء
ثم أتى المسجد لا يريد إلا الصلاة، لا ينهزه إلا الصلاة، لم يخط خطوة إلا رفع
له بها درجة، وحط عنه بها خطيئة حتى يدخل المسجد، فإذا دخل المسجد كان في الصلاة ما
كانت الصلاة هى تحبسه، والملائكة يصلون على أحدكم ما دام في مجلسه الذى صلى فيه، ما
لم يحدث فيه" ((متفق عليه، وهذا لفظ مسلم)). وقوله صلى الله عليه وسلم: ينهزه هو بفتح الياء والهاء وبالزاى: أى يخرجه
وينهضه
10. Dari Abu Hurairah
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Shalatnya seseorang
lelaki dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di pasar atau rumahnya - secara
sendirian atau munfarid - dengan dua puluh lebih - tiga sampai sembilan tingkat
darjatnya. Yang sedemikian itu ialah karena apabila seseorang itu berwudhu' dan
memperbaguskan cara wudhu'nya, kemudian mendatangi masjid, tidak menghendaki ke
masjid itu melainkan hendak bersembahyang, tidak pula ada yang menggerakkan
kepergiannya ke masjid itu kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkahkan
kakinya selangkah kecuali ia dinaikkan tingkatnya sederajat dan karena itu pula
dileburlah satu kesalahan daripadanya - yakni tiap selangkah tadi - sehingga ia
masuk masjid.
Apabila ia telah masuk
ke dalam masjid, maka ia memperolehi pahala seperti dalam keadaan shalat, selama
memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para
malaikat mendo'akan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari engkau
semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang di situ. Para
malaikat itu berkata: "Ya Allah, kasihanilah orang ini; wahai Allah, ampunilah
ia; ya Allah, terimalah taubatnya." Hal sedemikian ini selama orang tersebut
tidak berbuat buruk -yakni berkata-kata soal keduniaan, mengumpat orang lain,
memukul dan lain-lain - dan juga selama ia tidak berhadas - yakni tidak batal
wudhu'nya.
Muttafaq 'alaih. Dan
yang tersebut di atas adalah menurut lafaznya Imam Muslim.
Sabda Nabi s.a.w.:
Yanhazu dengan fathahnya ya' dan ha' serta dengan menggunakan zai, artinya: mengeluarkannya dan menggerakkannya.
11-
وعن أبي العباس عبد الله بن عباس بن عبد المطلب رضي الله عنهما، عن رسول الله، صلى الله
عليه وسلم، فيما يروى عن ربه، تبارك وتعالى قال: " إن الله كتب الحسنات
والسيئات ثم بين ذلك: فمن همّ بحسنة فلم يعملها كتبها الله تبارك وتعالى عنده حسنة
كاملة، وإن هم بها فعملها كتبها الله عشر حسنات إلى سبعمائه ضعف إلى أضعاف كثيرة، وإن
هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة، وإن همّ بها فعملها كتبها الله
سيئة واحدة " ((متفق عليه)).
11. Dari Abul Abbas,
iaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib, radhiallahu 'anhuma dari
Rasulullah s.a.w. dalam suatu uraian yang diceritakan dari Tuhannya Tabaraka
wa Ta'ala - Hadis semacam ini disebut Hadis Qudsi - bersabda:
"Sesungguhnya Allah SWT itu mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan yang
sedemikian itu - yakni mana-mana yang termasuk hasanah dan mana-mana yang
termasuk sayyi 'ah.
Maka barangsiapa yang
berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka
dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai suatu kebaikan yang
sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu
kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah sebagai sepuluh kebaikan
di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan dapat sampai menjadi
berganda-ganda yang amat banyak sekali.
Selanjutnya
barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi
melakukannya maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai suatu kebaikan yang
sempurna di sisiNya dan barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu
kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai satu
keburukan saja di sisiNya." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Hadis di atas
menunjukkan besarnya kerahmatan Allah Ta'ala kepada kita semua sebagai ummatnya
Nabi Muhammad s.a.w.
Renungkanlah wahai
saudaraku. Semoga kami dan anda diberi taufik (pertolongan) oleh Allah hingga
dapat menginsafi kebesaran belas-kasihan Allah dan fikirkanlah kata-kata
ini.
Ada perkataan 'Indahuu
(bagiNya), inilah suatu tanda kesungguhan Allah dalam memperhatikannya
itu.
Juga ada perkataan
kaamitah (sempurna), ini adalah untuk mengukuhkan artinya dan sangat perhatian
padanya.
Dan Allah berfirman di
dalam kejahatan yang disengaja (di-maksud) akan dilakukan, tetapi tidak jadi
dilakukan, bagi Allah ditulis menjadi satu kebaikan yang sempurna dikukuhkan
dengan kata-kata "sempurna". Dan kalau jadi dilakukan, ditulis oleh Allah "satu
kejahatan saja" dikukuhkan dengan kata-kata "satu saja" untuk menunjukkan
kesedikitannya, dan tidak dikukuhkan dengan kata-kata "sempurna".
Maka bagi Allah
segenap puji dan kurnia. Maha Suci Allah, tidak dapat kita menghitung pujian
atasNya. Dan dengan Allah jualah adanya pertolongan.
12-
وعن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب، رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول: " انطلق ثلاثة نفر ممن كان قبلكم حتى آواهم المبيت إلى غار
فدخلوه، فانحدرت صخرة من الجبل فسدت عليهم الغار، فقالوا: إنه لا ينجيكم من
هذه الصخرة إلا أن تدعوا الله بصالح أعمالكم. قال رجل منهم: اللهم كان لي أبوان
شيخان كبيران، وكنت لا أغبق قبلهما أهلاً ولا مالاً. فنأى بى طلب الشجر
يوماً فلم أرح عليهما حتى ناما فحلبت لهما غبوقهما فوجدتهما نائمين فكرهت أن أوقظهما
وأن أغبق قبلهما أهلاً أو مالاً، فلبثت- والقدح على يدى- أنتظر استيقاظهما حتى
برق الفجر والصبية يتضاغون عند قدمى- فاستيقظا فشربا غبوقهما. اللهم إن كنت فعلت
ذلك ابتغاء وجهك ففرج عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة، فانفرجت شيئاً لا يستطيعون
الخروج منه. قال الآخر: اللهم إنه كانت لي ابنة عم كانت أحب الناس إلىّ " وفى
رواية: "كنت أحبها كأشد ما يحب الرجال النساء، فأردتها على نفسها فامتنعت منى
حتى ألمّت بها سنة من السنين فجاءتنى فأعطيتها عشرين ومائة دينار على أن تخلى بينى
وبين نفسها ففعلت، حتى إذا قدرت عليها" وفى رواية: "فلما قعدت بين رجليها،
قالت: اتق الله ولا تفض الخاتم إلا بحقه، فانصرفت عنها وهى أحب الناس إلى وتركت
الذهب الذى أعطيتها، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه،
فانفرجت الصخرة غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها. وقال الثالث: اللهم استأجرت
أجراء وأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذى له وذهب، فثمرت أجره حتى كثرت منه الأموال،
فجاءنى بعد حين فقال: يا عبد الله أدّ إلى أجرى، فقلت: كل ما ترى من أجرك: من
الإبل والبقر والغنم والرقيق. فقال: يا عبد الله لا تستهزئ بى! فقلت:
لا أستهزئ بك، فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئاً، اللهم إن كنتُ فعلت ذلك
ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة فخرجوا يمشون" ((متفق عليه)).
12. Dari Abu Abdur
Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma, katanya:
Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada tiga orang dari
golongan orang-orang sebelummu sama berangkat berpergian, sehingga terpaksalah
untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya.
Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas
mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau
semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdo'a kepada Allah
Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka
itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta
lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum
keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu
hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan
ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur.
Selanjutnya saya pun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya
temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan
minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya.
Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus
dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah,
Anak-anak kecil sama menangis karena kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua
kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya
Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar
mengharapkan keredhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari
batu besar yang menutup ini." Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi
mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: "Ya
Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak bapa saudara yang wanita - jadi
sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia
- dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan
orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan
dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia
memperolehi kesukaran. lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus
dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan
antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji
sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain
disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu lalu
berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya
cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan
kegadisanku ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkahwinan yang sah -,
lalu saya pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku
dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya
Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan
keredhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu
besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar
dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu
berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah
kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya
dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah
hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya,
kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu.
Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu,
baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai
hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak
memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang
dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah,
jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan
keredhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini."
Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun keluar dari gua itu. (Muttafaq
'alaih)
Keterangan:
Ada beberapa kandungan
yang penting-penting dalam Hadis di atas, iaitu:
(a)
Kita disunnahkan berdo'a kepada Allah SWT di kala kita sedang dalam
keadaan yang sulit,
misalnya mendapatkan malapetaka, kekurangan
rezeki dalam kehidupan, sedang sakit dan lain-lain.
(b)
Kita disunnahkan bertawassul dengan amal perbuatan kita sendiri yang
shalih, agar kesulitan itu segera lenyap dan diganti dengan kelapangan oleh
Allah Ta'ala. Bertawassul artinya membuat perantaraan dengan amal shalih itu,
agar permohonan kita dikabulkan olehNya. Bertawassul dengan cara seperti ini
tidak ada seorang ulamapun yang tidak membolehkan. Jadi beliau-beliau itu
sependapat tentang bolehnya.
Juga tidak
diperselisihkan oleh para alim-ulama perihal bolehnya bertawassul dengan orang
shalih yang masih hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh Sayidina Umar r.a.
dengan bertawassul kepada Sayidina Abbas, agar hujan segera
diturunkan.
Yang diperselisihkan
ialah jikalau kita bertawassul dengan orang-orang shalih yang sudah wafat,
maksudnya kita memohonkan sesuatu kepada Allah Ta'ala dengan perantaraan
beliau-beliau yang sudah di dalam kubur agar ikut membantu memohonkan supaya do'a
kita dikabulkan. Sebagian alim-ulama ada yang membolehkan dan sebagian lagi
tidak membolehkan.
Jadi bukan orang-orang
shalih itu yang dimohoni, tetapi yang dimohoni tetap Allah Ta'ala jua, tetapi
beliau-beliau dimohon untuk ikut membantu mendo'akan saja. Kalau yang dimohoni
itu orang-orang yang sudah mati, sekalipun bagaimana juga shalihnya, semua
alim-ulama Islam sependapat bahwa perbuatan sedemikian itu haram hukumnya.
Sebab hal itu termasuk syirik atau menyekutukan sesuatu dengan Allah SWT yang
Maha Kuasa Mengabulkan segala permohonan.
Namun demikian hal-hal
seperti di atas hanya merupakan soal-soal furu'iyah (bukan akidah pokok), maka
jangan hendaknya menyebabkan retaknya persatuan kita kaum Muslimin.
Nota kaki:
-
Orang-orang
di zaman Jahiliyah dulu jika menginginkan atau mengharapkan keredhaan Tuhan,
mereka sembelihlah unta sebagai kurban, lalu darah unta itu disapukan pada
dinding Baitullah atau Ka'bah. Kaum Muslimin hendak meniru perbualan mereka itu,
lalu turunlah ayat sebagaimana di atas.
-
Semua uraian
yang tertera antara -.... - adalah tambahan terjemahan dari kami sendiri untuk
memudahkan pengertiannya dan mudah memahamkannya. Harap
Maklum
-
Saidina Umar bin Khaththab r.a. itu adalah seorang khalifah dari
golongan Rasyidin yang pertama kali menggunakan sebutan Amirul mu'minin
pemimpin sekalian kaum mu'minin. Beliau adalah khalifah kedua
sepeninggalan Rasulullah s.a.w. Panggilan Amirul mu'minin itu lalu dicontoh dan
diteruskan oleh khalifah Usman dan Ali radhiallahu 'anhuma, juga oleh para
khalifah Bani Umayyah, Bani Abbas dan selanjutnya. Jadi di zaman khalifah Abu
Bakar sebutan di atas belum digunakan. Adapun Abu Hafs itu adalah gelar
kehormatan bagi Sayidina Umar r.a. Abu ertinya bapa, sedang hafs ertinya singa.
Beliau r.a. memperolehi gelar Bapa Singa, sebab memang terkenal berani dalam
segala hal, seperti dalam menghadapi musuh di medan perang, dalam menegakkan
keadilan di antara seluruh rakyatnya dan tanpa pandang bulu dalam meneterapkan
hukuman kepada siapapun. Ringkasnya yang salah pasti ditindak dengan keras,
sedang yang teraniaya dibela dan dilindungi.
-
Sabda Rasulullah s.a.w.: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan -
Makkah," oleh para alim-ulama dikatakan bahawa mengenai hijrah dari daerah harb
atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang
dikuasai oleh orang-orang Islam adalah tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab
itu Hadis di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam:
Pertama: Tiada hijrah setelah
dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebahagian dari
Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang
adanya hijrah setelah itu.
Kedua: Inilah yang merupakan
pendapat tershahih, iaitu yang diertikan bahawa hijrah yang dianggap mulia yang
diluntut, yang pengikutnya itu memperoleh keistimewaan yang nyata itu sudah
terputus sejak dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut
berhijrah sebelum dibebaskannya Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu,
Islam boleh dikata telah menjadi kukuh kuat dan perkasa, yakni suatu kekuatan
dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah
tersebut.
Adapun sabda beliau s.a.w.
yang menyebutkan: "Tetapi yang ada adalah jihad dan niat," maksudnya ialah
bahwa diperolehinya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan
dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai
kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. Dalam Hadis di atas jelas
diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara
mutlak dan bahawa yang berniat itu sudah dapat memperolehi pahala dengan hanya
keniatannya itu belaka.
-
Syi'ib (lereng) yang dimaksudkan di sini ialah jalan di daerah
pergunungan, sedang Wadi (lembah) ialah tempat yang di situ ada airnya
mengalir.
=================================================
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.