Langit tak dapat menampung-Ku,
bumipun tidak dapat memuat-Ku,
begitupula ruang di antara keduanya.
Hanya hati orang berimanlah
yang dapat meliputi-Ku.
Hadis Kudsi
Imam al-Ghazali, dalam Ihya' Ulumuddin, menuturkan bahwa suatu hari Imam 'Ali Zain al-'Abidin berwudhu hendak shalat. Tubuhnya bergetar. Orang-orang bertanya, “Apa yang menimpa Anda?" Imam menjawab, "Engkau tidak tahu di hadapan siapa sebentar lagi aku akan berdiri." Hatinya dipenuhi rasa takut yang luar biasa karena ia akan menemui Allah Swt. di dalam shalatnya. Wajahnya menjadi pucat pasi dan hatinya berguncang keras.
Dalam kitab Futuhat Makkiyyah, karya Ibn 'Arabi, juga diceritakan pelbagai kisah tentang orang yang khusyuk. Salah satunya adalah kisah tentang seorang pemuda belia yang mempelajari tasawwuf pada
gurunya.
“Pada suatu pagi, pemuda itu menemui gurunya dalam keadaan pucat pasi lalu berkata, "Semalam aku khatamkan Alquran dalam shalat malamku." Gurunya berkomentar, "Bagus. Kalau begitu, aku sarankan nanti malam bacalah Al-qur'an dan hadirkan seakan-akan aku berada di hadapanmu dan mendengarkan bacaanmu." Esok harinya, pemuda itu mengeluh, "Ya Ustadz, tadi malam aku tidak sanggup menyelesaikan membaca Al-qur'an lebih dari setengahnya." Gurunya menjawab, "Kalau begi¬tu, nanti malam bacalah Al-qur'an dan hadirkan di hadapanmu para sahabat Nabi yang mendengarkan Al-qur'an itu langsung dari Rasulullah saw." Keesokan harinya, pemuda itu berkata, "Ya Ustadz, semalam aku tak sanggup menyelesaikan lebih dari sepertiga Al-qur'an."
"Nanti malam," kata gurunya, "bacalah Al-qur'an dengan menghadirkan Rasulullah saw. di hadapanmu, yang kepadanya Al-qur'an itu diturunkan." Esok paginya pemuda itu bercerita, "Tadi malam aku hanya bisa menyelesaikan satu juz saja. Itu pun dengan susah payah." Sang guru kembali berkata, "Nanti malam, bacalah Al-qur'an itu dengan menghadirkan Jibril a.s., yang diutus Tuhan untuk menyampaikan Al¬qur'an kepada Rasulullah saw."
Esoknya pemuda itu bercerita bahwa ia tidak sanggup menyelesaikan satu juz pun dari Alquran. Gurunya lalu berkata, "Nanti kalau membaca Al-qur'an, hadirkan Allah Swt. di hadapanmu. Karena sebenarnya yang mendengar bacaan Al-qur'an itu adalah Allah Swt. Dialah yang menurunkan bacaan kepadamu."
Esok harinya, pemuda itu jatuh sakit. Ketika gurunya bertanya, "Apa yang terjadi?" Anak muda itu menjawab, "Aku tidak bisa menyelesaikan bahkan al-Fatihah sekalipun. Ketika hendak kuucapkan iyya ka na'budu, wa iyya ka nasta'in, lidahku kelu. Bibirku tak sanggup melafalkannya, karena aku tahu hatiku tengah berdusta. Dalam mulut, kuucapkan, Tuhan, kepada-Mu aku beribadah,' tapi dalam hatiku aku tahu aku sering memperhatikan selain Dia. Ucapan itu tidak mau keluar dari lidahku. Sampai terbit fajar, aku tak bisa menyelesaikan iyya ka na'budu wa iyya ka nasta'in" Tiga hari kemudian, anak muda itu meninggal dunia.
Sebetulnya yang diceritakan oleh guru tadi kepada muridnya adalah cara memperoleh hati yang khusyuk. Hati yang khusyuk adalah hati yang sanggup menghadirkan Allah SWT dihadapan kita. Hal itu membutuhkan olah rohani (riyadhoh) terlebih dahulu. Maka , dapat dipahami mengapa didalam tarekat, seseorang harus menghadirkan guru didalam doa-doa kita. Hal itu sebenarnya sebuah latihan dan jalan karena sangatlah sulit bagi kita untuk menghadirkan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.