Salah satu mesjid yang sebenarnya dan seharusnya
memiliki nilai Historis yang cukup tinggi di Jakarta adalah Mesjid Ar Rahman
yang terletak di Gg. Kingkit IX no. 11,
Pecenongan. Sebelumnya Mesjid tersebut lebih dikenal orang dengan panggilan
Langgar Tinggi.
Nama Langgar Tinggi dikenal orang hingga masa kepemimpinan Mualim Shohibi, karena pada
waktu berada di bawah kepemimpinan beliau nama tersebut berubah menjadi Mesjid
Ar-Rohman.
Sebagai sisa tutur menutur di kalangan orang tua
yang merupakan santri Ar Rohman yang pada waktu itu masih ada, termasuk kedua
orang tua saya yang merupakan anak murid langsung dari Mualim Shohibi. Berita mana sering kami dengar sejak kecil
hingga dewasa tentang Berdirinya Surau Langgar Tinggi, di Gang Kingkit,
Pecenongan, umumnya kami dengar atau dapat kisah sebagai berikut :
Masjid Ar Rahman didirikan pada abad 12 H/awal
abad 17 M/ tahun 1688 oleh R. Fadli anak Jafar Sidiq pada waktu Mataram
menyerang Batavia/Banten lama yang atas titah ayahandanya untuk
membantu pamannya, yaitu Saudara mamaknya Kanjeng Sunan Gunung Jati
yang
pada waktu itu mempunyai saudara misan syarif Hidayatullah yang bergelar
Sunan Gunung Jati juga, yang anaknya namanya Falatehan/Fatahillah anak
Sunan Gunung
Jati yang bergelar sama.
Peperangan di Batavia mengalami kekalahan dan
tentara Mataram kembali ke tanah Mataram, tetapi R. Fadli atas titah ayahnya menetap
di Batavia, Kampung Pecenongan. Beliau membuat sebuah surau yang kemudian dikenal
sebagai Langgar Tinggi dan perkampungan tersebut juga dikenal sebagai Kampung
Langgar Tinggi.
Langgar Tinggi dikenal orang hingga tahun 50 an,
karena pada sekitar tahun 50 an pada waktu kepemimpinan Mualim Shohibi Langgar
tinggi berganti nama menjadi Masjid Ar Rahman, sementara fisiknyapun ikut
berubah sesuai perkembangan Zaman.
Raden Fadli beserta anak keturunanannya tinggal di
kampung Pecenongan atau pada saat ini dikenal sebagai Gg Kingkit, hingga saat
ini masih banyak garis keturunan beliau yang menetap disana, begitupun Mesjid
Ar-Rohman masih berdiri dan masih merupakan pusat pengajaran igama islam bagi
kaumnya.
Selain Fadli yang tidak kembali ke Mataram juga
diriwayatkan bahwa Raden Kuningan juga tidak kembali ke Mataram dan menetap di dekat
Batavia yaitu tempat yang sekarang menjadi Jalan Kuningan. Namun hal ini kami
tidak dengar riwayatnya diceriterakan lebih lanjut.
Adapun susunan Pengurus dan Pemelihara Mesjid Ar
Rahman sejak awal berdirinya sesuai Maklumat adalah sbb.
1.
Guru Sjafian bin Usman bin Fadli
Keadaan Mesjid : Pagar bilik, tiang kayu,
atap genteng dan tinggi bertingkat (keadaan rumah panggung betawi)
2.
Guru Sjafirin ( Guru Tjit) bin Usman bin Fadli
Keadaan Mesjid : Pagar bilik, tiang kayu,
atap genteng dan tinggi bertingkat (keadaan rumah panggung betawi)
3.
Guru Moh. Bakir bin Guru Sjafian bin Usman bin
Fadli
Keadaan Mesjid : Pagar bilik, tiang kayu,
atap genteng dan direndahkan (pagar rumah betawi tidak panggung)
4.
Guru Mualim Shohibi bin Sanhir bin Sjafiun bin
Usman bin Fadli
Meneruskan dan Pemeliharaan mesid sejak
tahun 1905 M/thn. 1324 H.
Keadaan Mesjid pada th. 1951 M/1370 H, dinding Mesjid
diperbaiki menjadi seperempat bagian dinding tembok batu dan tiga perempat
bagian dinding papan.
Pada hari Minggu Legi, tanggal 5 Januari
1964 M/18 Syaban 1383 H, mesjid diperbaiki kembali, dinding menjadi tembok
batu, plafond eternit dan atap genteng seluruh perbaikan tersebut dilakukan
oleh murid murid Mualim Shohibi.
5.
Abd. Hamid
bin Abd. Manaf (Cucu Mantu Mualim Shohibi)
Meneruskan dan Pemeliharaan mesid
mulai tanggal 31 Mei 1966 M/11
Syafar 1386 H. atas perkenan Mualim Shohibi.
6.
Guru Arnadi bin Mukti (dari Amenin binti A.
Beramka bin Tjit Safirin)
Beliau lahir pada tanggal 27 April 1943
dan wafat pada tanggal 29 Oktober 2011.
Meneruskan dan Pemeliharaan mesid
mulai tanggal 11 Juni 1999 M/16
Syafar 1420 H. dibantu oleh para jamaah
Majelis Ar Rahman, hal ini merupakan hasil musyawarah Jamaah Ar Rahman
Pecenongan Jakarta Pusat yang musyawarah pada waktu itu juga saya hadiri sebagai
perwakilan Ar Rahman Padepokan Pondok Jaya, Bintaro.
Ada beberapa nama yang hingga saat ini masih
menjadi kebanggan Langgar Tinggi (Ar-Rohman) seperti misalnya Safirin bin Usman
atau lebih dikenal sebagai Guru Tjit dan Muhammad Bakir yang namanya tercatat baik di luar
maupun di dalam negeri sebagai sastrawan yang menerbitkan beberapa buku buku
Hikayat, seperti Hikayat Maharaja Garebag jagat (Garubug jadi Raja), hikayat
Nakhoda Mas, Hikayat Merpati Perak dan Merpati mas serta Kitab Pakem
(Pewayangan).
Sebahagian buku buku Guru Tjit dan Muhammad Bakir
yang berupa hikayat hikayat disewakan kepada umum, kemudian ada yang dibacakan
di depan para hadirin berdasarkan panggilan oleh Ahmad Beramka di bumbui oleh
percakapan percakapan lucu dan senda gurau yang menarik hati para pendengarnya.
Perpustakaan ini adalah perpustakaan keluarga, karena Muhammad Bakir adalah
keponakan dari Guru Tjit. Ayah Muhammad Bakir adalah Syafian, kakak Guru Tjit.
Selain tulisan hikayat, keduanya juga ada menulis
beberapa kitab yang merupakan pelajaran tentang keimanan kepada Allah Taala dan
kitab Ketauhidan seperti Aspaul Goib (obat lenyap) tulisan Cit Syafirin yang
hingga saat ini masih digunakan oleh penerus beliau sebagai dasar mengajar di
lingkungan mesjid Ar Rohman (Langgar Tinggi) di Gang kingkit, Pecenongan.
Tulisan yang dipergunakan adalah tulisan Arab
Melayu yang oleh pelajar sering disebut juga sebagai tulisan Arab gundul.
Apabila diperhatikan dengan seksama, gaya penulisan keduanya sebenarnya
memiliki gaya yang berbeda. Tulisan Guru Tjit, lebih cenderung kepada Bahasa
Melayu kuno (Melayu Tinggi) yang bercampur bahasa Jawa dan lebih banyak menulis
tentang pewayangan (contoh kitab Pakem). Isi penulisanpun lebih serius, tanpa
humor.
Sedangkan Muhammad Bakir, menulis lebih banyak
tentang hikayat, gaya penulisan lebih banyak ke gaya percakapan betawi kuno,
serta memiliki tanda tangan penulisan yang memiliki cirri khas, sebagaimana
terdapat juga pada batu nisan beliau yang terdapat pada makam di depan Langgar
Tinggi sebelum kemudian dibongkar untuk perluasan mesjid.
Nisan dari makam Muhammad Bakir
Pada prakata di dalam buku Hikayat Nakhoda Asyik
dan Hikayat Merpati Mas, terbitan Masup, Jakarta disebutkan asal usul Cit
Safirn kurang jelas, karena nama Fadli yang seperti nama Arab tetapi bukan
orang Arab, kiranya dapat menjadi jelas, karena R. Fadli sebagaimana awal
tulisan di atas adalah asli suku jawa yang berasal dari kalangan/kerabat
Keraton Mataram.
Selain itu berkembang juga rumor di luaran yang
sulit pembuktiannya karena tidak ada ceritera yang tertulis, bahwa Haji Naipin
di Kemayoran (guru si Pitung) belajar mengenai igama dan torekat kepada Guru
Tjit Sjafirin di Langgar Tinggi, Pecenongan.
Adapun Mualim Shohibi banyak menulis mengenai
pelajaran Igama yang hingga kini masih diikuti oleh santri santri di Ar-Rohman,
seperti misalnya Nushatul Haq (Nasihat yang Hak) dan Hidayatul Anam (Petunjuk
Keimanan) serta beberapa buku Tauhid lainnya, seperti Asasul Uluhiyah. Ditulis
juga dengan menggunakan arab gundul, namun gaya bahasa sudah cenderung kedalam
Bahasa Indonesia sekarang dan sedikit menggunakan bahasa betawi kuno dan
belanda. Ciri khas beliau di dalam menulis adalah membahasakan dirinya sebagai
ki Dalang Kelitik.
Selain buku buku di atas juga beliau menulis khotbah Jumat dan Hari Raya Iedul Fitri dan Iedul Adha yang berjumlah lebih dari 500 buku khotbah, sangat produktif bukan. Khotbah ini sampai sekarang masih tetap di bacakan di Langgar Tinggi pada hari Jumat dan Hari Raya Iedul Fitri dan Iedul Adha. Apabila seluruh buku telah selesai dibaca, kemudian akan diulang kembali dari buku khotbah no. 1.
Beliau tinggal Gg. Kingkit XI no. 9 sedangkan
Mesjid Ar-Rohman (Langgar Tinggi) terletak di Gg. Kingkit IX no. 11, hal mana
bagi kami merupakan symbol dari ke Tuhanan yang bersifat Al-Istigna (maha kaya)
11 dan Al-Fakir (Papa) 9.
Walaupun kami tidak memiliki buku aslinya tulisan
beliau, namun kami memiliki beberapa salinan buku tersebut yang umumnya hasil
salinan dari guru kami tercinta, almarhum Bapak Ustadz Arnadi Mukti semasa
hidupnya beliau.
Tulisan ini adalah sekedar sejarah yang saya
ketahui selaku saksi sejarah sejak kepengurusan Mesjid ditangani oleh Bpk. H.
Abd. Hamid dan perguruan dipegang oleh Bpk. Guru Mustadjab. Tulisan ini dapat tersusun dengan bantuan
salah satu keturunan Muhammad Bakir yang
masih ada yang merupakan salah satu murid Ar Rohman yang belajar pada Bp.
Ustadz Arnadi Mukti di Pondok Jaya. Mudah mudahan tulisan ini dapat terpelihara
dan berguna bagi pewaris perguruan Ar Rahman dalam ukhuwah 208 Langgar Tinggi
Pecenongan dimana saja, akhir kata mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar
besarnya apabila ada kesalahan yang dibuat baik disengaja maupun tidak
disengaja.
Gunung kelir aling aling, Ngawuwung wayang, Wayangi
sirika maya, Dalangi Sukma jati, Sisa Dalang Sukma raga
Salam,
masa kecil saya pernah tinggal di gg kingkit 9, dan saya sering sholat di masjid Arohman.
BalasHapusdi belakang masjid ada sumur tua menggunakan timba, dan saya bersama sdr sepupu udin safrudin sering mandi disitu.
nasir
saya dibesarkan di gakng kingkit 9 no 13,.. rumah saya persis berseberangan dengan mesjid arrahman... saya sering shalat disitu....
BalasHapusSalah satu guru saya di Kp. Lembur adalah pak Nurul Haq (alm), beliau murid dari pak Ust. Abdul Halim (alm). Pak Ust. Abdul Halim adalah murid dari Mualim Shohibi.
BalasHapusWaktu di Majelis Islam Ar-Rahman Kp. Lembur saya sempat menyalin ulang beberapa tulisan Mualim Shohibi seperti Nushatul Haq dan beberapa khutbah Jum'at.
BalasHapus