syeikh bahauddin an-naghsyabandi
POST By.Manggala Sukma
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Husayni
Al-Uwaysi Al-Bukhari. Ia lahir di Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan
Bukhara, Asia Tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Nasabnya
bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Al-Husain RA. Semua
keturunan Al-Husain di Asia Tengah dan anak benua India lazim diberi
gelar shah, sedangkan keturunan Al-Hasan biasa dikenal dengan gelar
zadah dari kata bahasa Arab saadah (bentuk plural dari kata sayyid)
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang Al-Hasan RA, ”Sesungguhnya
anakku ini adalah seorang sayyid.” Shah Naqshaband diberi gelar
Bahauddin karena berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus, tetapi
tidak kering. Kemudian, sikap beragama yang benar, tetapi penuh
penghayatan yang indah.
Pada masanya, tradisi keagamaan Islam di Asia Tengah berada di bawah
bimbingan para guru besar sufi yang dikenal sebagai khwajakan (bentuk
plural dari ‘khwaja’ atau ‘khoja’ dalam bahasa Persia berarti para kiai
agung). Dan, pembesar mereka adalah Khoja Baba Sammasi yang ketika
Muhammad Bahauddin lahir, ia melihat cahaya menyemburat dari arah Qasrel
Arifan, yaitu saat Sammasi mengunjungi desa sebelah.
Sammasi lalu memberitahukan bahwa dari desa itu akan muncul seorang
wali agung. Sekitar 18 tahun kemudian, Khoja Baba Sammasi memanggil
kakek Bahauddin agar membawanya ke hadapan dirinya dan langsung dibaiat.
Ia lalu mengangkat Bahauddin sebagai putranya.
Sebelum meninggal dunia, Baba Sammasi memberi wasiat kepada
penggantinya, Sayyid Amir Kulali, agar mendidik Bahauddin meniti suluk
sufi sampai ke puncaknya seraya menegaskan, “Semua ilmu dan pencerahan
spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu kalau kamu
lalai melaksanakan wasiat ini!”
Meniti jalan spiritual
Bahauddin pun berangkat ke kediaman Sayyid Amir Kulali di Nasaf dengan membawa bekal dasar yang telah diberikan oleh Baba Sammasi. Sammasi menyatakan jalan tasawuf dimulai dengan menjaga kesopanan tindak-tanduk dan perasaan hati agar tidak lancang kepada Allah, Rasulullah, dan guru.
Bahauddin pun berangkat ke kediaman Sayyid Amir Kulali di Nasaf dengan membawa bekal dasar yang telah diberikan oleh Baba Sammasi. Sammasi menyatakan jalan tasawuf dimulai dengan menjaga kesopanan tindak-tanduk dan perasaan hati agar tidak lancang kepada Allah, Rasulullah, dan guru.
Bahauddin juga percaya bahwa sebuah jalan spiritual hanya bisa
mengantarkan tujuan kalau dilalui dengan sikap rendah hati dan penuh
konsistensi. Karena itu, melakukan makna eksplisit dari sebuah perintah
barangkali harus diundurkan demi menjaga kesantunan.
Inilah yang dilakukan oleh Bahauddin ketika dihentikan oleh seorang
lelaki berkuda yang memerintahkan dirinya agar berguru pada orang
tersebut. Dengan tegas, tetapi sopan; ia menolak seraya menyatakan bahwa
dia tahu siapa lelaki itu. Masalah berguru kepada seorang tokoh adalah
persoalan jodoh; meskipun lelaki berkuda tadi sangat mumpuni, ia tidak
berjodoh dengan Bahauddin.
Setelah tiba di hadapan Sayyid Amir Kulali, Bahauddin langsung
ditanya mengapa menolak perintah lelaki berkuda yang sebenarnya adalah
Nabi Khidir AS? Beliau menjawab, “Karena, hamba diperintahkan untuk
berguru kepada Anda semata!”
Di bawah asuhan Amir Kulali, Bahauddin mengalami berbagai peristiwa
yang mencengangkan. Di antaranya, beliau pernah ditangkap oleh dua orang
tak dikenal dan dikirimkan ke makam seorang wali. Di sana, dia
mendapatkan lentera yang minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih
panjang, tetapi apinya hampir padam.
Bahauddin mendapat ilham untuk menggerakkan sedikit sumbu itu agar
aliran bahan bakar menjadi lancar. Dengan khusyuk, ia melakukannya,
tahu-tahu sekat pembatas antara dunia nyata dan alam barzakh terbuka di
hadapan beliau. Di balik tabir ruang dan waktu itu, Bahauddin
mendapatkan semua mahaguru khawajakan yang sudah meninggal dunia,
termasuk guru pertamanya, Khoja Baba Sammasi.
Oleh salah seorang guru mereka, Bahauddin dihadapkan kepada kepala
aliran khawajakan, yaitu Khoja Abdul Khaliq Gujdawani. Dari mahaguru
yang agung ini, Bahauddin mendapatkan bimbingan langsung dalam meniti
suluk sufi. Sejak saat itu, Bahauddin dikenal dengan gelar Al-Uwaysi
karena mendapatkan pelajaran spiritual langsung dari seorang guru yang
sudah meninggal dan tidak pernah ditemuinya di dunia. Hal ini sama
dengan Uways Al-Qarny, seorang tabiin yang mendapatkan pelajaran
spiritual langsung dari roh Sayyidina Rasulillah SAW.
Di bawah bimbingan Amir Kulali pula, Bahauddin terus mempraktikkan
semua ajaran Abdul Khaliq Gujdawani, sebagaimana beliau juga mempelajari
dengan tekun ilmu-ilmu Islam lainnya, khususnya akidah, fikih, hadis,
dan sirah Nabi SAW.
Dan, karena wasiat dari Baba Sammasi, tidak heran kalau Amir Kulali
memberikan perhatian khusus kepada Bahauddin. Setelah semua ilmu dan
pencerahan spiritual yang ada pada gurunya diserap habis, Sayyid Amir
Kulali memerintahkan Bahauddin untuk mengembara seraya menunjuk ke
puting dadanya dan berkata, “Semua yang ada di sumber ini sudah habis
kamu sedot, maka mengembaralah!”
Bahauddin kemudian belajar kepada beberapa mahaguru lain, seperti
Khoja Arif Dikkarani dan Hakim Ata, hingga beliau menjadi mahaguru sufi
terbesar yang pernah muncul dari kawasan Asia Tengah (sekarang adalah
negara-negara persemakmuran bekas USSR), Persia, Turki, dan Eropa Timur.
Beliau meninggal pada malam Senin, 3 Rabiul Awwal 791 H/1391 M.
Karena di dadanya terukir Lafdzul Jalalah (Allah) yang bercahaya, ia
dikenal juga sebagai “Naqshaband” (bahasa Persia yang berarti: gambar
yang berbuhul). Dan, kepada beliau, dinisbahkan Tarekat Naqshabandiyah
yang merupakan salah satu tarekat terbesar di dunia. Tarekat ini
tersebar luas di Turki, Hejaz, kawasan Persia, Asia Tengah, serta anak
benua India dan Indonesia.
Adanya Tarekat Naqshabandiyah ternyata mampu mempertahankan identitas
keislaman di Asia Tengah dan Eropa Timur, di tengah prahara komunisme
yang menerpa selama lebih dari setengah abad. Para pemimpin kebangkitan
Islam di Turki, seperti Erbakan dan Erdogan, juga berafiliasi kepada
tarekat ini. Bahkan, akhir-akhir ini, Tarekat Naqshabandiyah memainkan
peranan sangat penting dalam penyebaran Islam di Eropah dan Amerika.
Sementara itu, di Indonesia, ada beberapa cabang Tarekat
Naqshabandiyah, seperti Khalidiyah, Mujaddidiyah, dan Muzhariyah. Yang
terbesar adalah Tarekat Qadiriyah-Naqshabandiyah yang–sesuai
namanya–merupakan hasil simbiosis dua tarekat terbesar di dunia.
Mengembalikan Esensi Tasawuf
Shah Naqshaband muncul untuk merevitalisasi perilaku beragama dengan mengajak kembali kepada tradisi yang hidup pada zaman Nabi SAW. Bagi Shah Naqshaband, hakikat sebuah tarekat adalah penerapan ajaran syariat dalam wujud yang paling sempurna dan konsisten. Sementara itu, hakikat adalah terealisasikannya “maqam kehambaan” seorang anak manusia di hadapan Allah semata.
Shah Naqshaband muncul untuk merevitalisasi perilaku beragama dengan mengajak kembali kepada tradisi yang hidup pada zaman Nabi SAW. Bagi Shah Naqshaband, hakikat sebuah tarekat adalah penerapan ajaran syariat dalam wujud yang paling sempurna dan konsisten. Sementara itu, hakikat adalah terealisasikannya “maqam kehambaan” seorang anak manusia di hadapan Allah semata.
Shah Naqshaband menyatakan bahwa tasawuf adalah inti agama dan inti
terdalam dari tasawuf itu sendiri adalah muraqabah, musyahadah, dan
muhasabah. Muraqabah adalah melupakan segala sesuatu yang selain Allah
dengan hanya memfokuskan hati dan perbuatan hanya kepada-Nya.
Musyahadah adalah menyaksikan keagungan dan keindahan Allah dalam
seluruh eksistensi. Sementara itu, muhasabah adalah instropeksi diri
yang terus-menerus agar tidak lalai dari jalan yang mulia ini. Dengan
ketiga inti tasawuf itu, hati seorang saleh terus hidup dan dihidupkan
oleh zikir dan kebersamaan bersama Allah dalam setiap detak jantung dan
embusan napasnya sampai dia tertidur sekalipun!
Agar mencapai maqam tersebut, seorang saleh harus menjalani pelatihan
di bawah bimbingan seorang mahaguru spiritual. Dialah yang akan
mengajarkannya prosesi berzikir dalam hati sesuai dengan firman Allah,
“Dan, sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan penuh kesungguhan dan
rasa takut (akan tidak diterima amal perbuatanmu), tanpa mengangkat
suara pada siang dan sore hari dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang lengah” (QS Al-A`raaf: 205).
Zikir dalam hati dipilih karena silsilah utama tarekat ini bersambung
melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Metode zikir ini diajari oleh Rasulullah
dan berbeda dengan tarekat lain yang semuanya bersambung melalui Ali
bin Abi Thalib yang diajari berzikir dengan menggunakan suara jelas.
Zikir dalam hati adalah ibadah yang terbesar (sesuai dengan bunyi
tekstual QS Al-`Ankabuut: 45) dan bisa dilaksanakan dalam keadaan apa
pun.
Zikir dalam hati yang dilakukan oleh seorang Naqsyabandi menggunakan
Lafdzul Jalalah (Allah) dan Laa Ilaaha illalLaah yang dilafalkan dengan
cara tertentu sebagaimana diajarkan langsung oleh seorang mahaguru sufi
(syekh). Dengan prosesi zikir ini, seorang Naqshabandi meniti
tangga-tangga makrifat.
Shah Naqshaband pernah menyatakan bahwa shalat adalah titian
spiritual yang paling efektif bagi seorang saleh asalkan shalatnya
khusyuk. Untuk mewujudkannya, seorang saleh diharuskan mengonsumsi
makanan yang halal baginya dan tidak pernah lalai mengingat atau
“bersama” dengan Allah dalam kesehariannya, lebih khusus lagi saat
berwudhu serta bertakbiratul ihram.
Di sisi lain, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah sebuah perilaku
sosial yang positif. Bukan sekadar berbudi pekerti yang luhur, melainkan
juga berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Seorang saleh tidak
boleh merasa dirinya lebih mulia dari seekor anjing sekalipun. Dia juga
selalu siap mengulurkan tangan kepada siapa pun yang membutuhkan
bantuan. Bahkan, bantuan tersebut bukan sekadar diberikan dalam bentuk
material semata, tetapi juga rohaniah dan spiritual.
Selain itu, bertasawuf juga berarti menghormati waktu. Shah
Naqshaband pernah menegaskannya dalam bahasa Persia, “Orang yang berakal
pasti tidak suka berkawan dengan seorang yang suka menunda-nunda
pekerjaan jika mampu dilakukannya hari ini.” Waktu harus digunakan untuk
ibadah dalam pengertiannya yang paling komprehensif: berbuat kebajikan,
baik yang ritual maupun yang sosial. Dan, tidak boleh ada waktu yang
berlalu sedetik pun tanpa yakin bahwa kita selalu “mengingat” dan
“bersama” Allah.
Dengan demikian, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah mewujudkan
ketundukan penuh kepada Nabi Muhammad SAW secara paripurna: menjalankan
perintahnya, menghindari larangannya, meneladani perbuatannya, dan
menghayati spiritualitasnya, sesuai dengan ajaran Islam menurut mazhab
ahlussunnah wal jamaah.
Tidak heran kalau banyak ulama yang mengakui bahwa
Tarekat Naqshabandiyah adalah saripati semua tarekat sufi. Dan, barang
siapa yang suluknya tidak sesuai dengan ajaran Shah Naqshaband di atas
berarti sudah keluar dari jalur yang benar meskipun mengaku sebagai
pengikut beliau. Shah Naqshaband pernah menegaskan, “Tasawuf adalah
syariat. Dan, barang siapa yang mengaku sebagai pengikut tasawuf, tetapi
tidak menerapkan syariat, berarti dia telah tersesat!”
============================================================
Riwayat Hidup Abah anom
Post By.Manggala Sukma
KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom,
dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra
kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren
Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun
Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun
1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di
Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut
ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari
seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar
ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren
Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren
Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu
diasuh oleh Ajengan Syatibi.
Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di
Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali
terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan
silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam
banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren.
Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas
jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah
Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi
persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa
mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya
diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H.
Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan
Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah
Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan
(1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan
dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau meliputi
tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu
agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan
lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda,
sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau
juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian
sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan,
untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun
terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.
Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri
sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh
ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren
Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor
pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk
meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga
listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya
tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya
adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren
Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di
belakangnya.
Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama
Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga
sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka
sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga
di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan,
Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah
serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai
wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa
musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya
menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu
kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama
mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk
tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk
daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan
pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor
Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.
===========================================================
Riwayat Hidup Abah sepuh TQN.Surya Laya
Post By.Manggala Sukma
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil
Abah Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot
Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan
Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Rd Nura Pradja (Eyang
Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah. Beliau
dibesarkan oleh uwaknya yang dikenal sebagai Kyai Jangkung. Sejak kecil,
beliau sudah gemar mengaji/mesantren dan membantu orang tua dan
keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Setelah
menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain
di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin Bandung beliau
mendalami fiqih, nahwu, dan sorof. Beliau kemudian mendarmabaktikan
ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di
daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan Tasikmalaya.
Beliau kemudian menunaikan ibadah Haji yang pertama.
Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh
sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan Tasikmalaya, beliau masih
terus belajar dan mendalami ilmu Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah kepada
Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan
Kalisapu Cirebon. Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara
Tasikmalaya-Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya beliau
memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun
1908 dalam usia 72 tahun, beliau diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai
guru dan pemimpin pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah oleh
Syaikh Tolhah. Beliau juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan
(bertabaruk) kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura dan bahkan memperoleh
ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.
Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan
dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, beliau beserta
keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah H. Tirta
untuk sementara. Selanjutnya beliau pindah ke Kampung Cisero (sekarang
Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya.
Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke
Dusun Godebag.
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan
memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Beliau
memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun
1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung.
Sekembalinya dari Bandung, beliau bermukim di rumah H Sobari Jl
Cihideung No 39 Tasikmlaya dari tahun 1950-1956 sampai beliau wafat.
Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh
Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui
perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah
pada tangal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun. Beliau meniggalkan
sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi
pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah
wasiat berupa “TANBIH” yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi
seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren
Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.
==============================================================
Thariqat Qodiriyah Wan Naghsyabandiyah
Post By.Manggala Sukma
Thoreqat Qodiriah Naqsyabandiah adalah thoreqat yang mutabar antara
ratusan thoreqat yang dianuti oleh umat islam di seluruh dunia. Thoreqat
Qodiriah Naqsyabandiah adalah gabungan 2 thoreqat terbesar iaitu
Thoreqat Qodiriah yang dibawa oleh Syeikh Abdul Qodir Jailani dan
Thoreqat Naqsyabandiah yang dibawa oleh Syeikh Mohd Nuruddin Bahauddin
An-Naqsyabandi.
Thoreqat-thoreqat tersebut telah digabungkan oleh Syeikh Ahmad Khatib
As-Syambasi Ibn Abdul Gaffar, seorang Ulama Nusantara yang terkenal
pada zamannya yang bermukim di Mekah dan menjadi Mursyid kepada Thoreqat
Qodiriah di Mekah pada awal abad ke 13 hijrah jadilah Namanya Thoreqat
Qidiriah wa Naqsyabandiah dan berkembang di negeri-negeri nusantara.
Syeikh Thalhah kalisapu cerebon adalah salah seorang murid kepada Syeikh
Ahmad Khatib As-Syambas dan dikenali sebagai tokoh thoreqat yang
prominen dengan karamah beliau selain Syeikh Abdul Karim Banten dan
Syeikh Khalil madura, semasa belajar di Mekah dan Syeikh Thalhah telah
diangkat sebagai Mursyid dan mengembangkan ajaran daripada thoreqat
anutannya di Cerebon, Jawa Barat Indonesia. Syeikh Abdullah Mubarak Bin
Nur Muhammad (Abah Sepuh) telah mengambil talqin Thoreqat Qodiriah
Naqsyabandiah daripada Syeikh Thalhah dan menjadi murid beliau dan
kemudian diangkat sebagai Mursyid Thoreqat Qodiriah Naqsyabandiah yang
kemudiannya mengembangkan ajaran ini di Pondok Pesantren Suryalaya, Jawa
Barat, Indonesia yang ada sekarang.
Syeikh Abdullah Mubarak
Pondok Pesantren Suryalaya telah didirikan oleh pengasasnya Syeikh
Abdullah Mubarak Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) pada tanggal 5 September
1905 masehi dengan restu Gurunya Syeikh Thalhah menjadikannya sebagai
Pusat Pegembangan Thoreqat Qodiriah Naqsyabandiah di nusantara
sehinggalah beliau wafat pada tahun 1956 dan disemayamkan di Kejambaran
Rahmaniah Puncak Suryalaya. KH Ahmad Sohibulwafa Tajul Arifin (Abah
Anom) adalah anak kepada Abah Sepuh dan penerus kepada pimpinan Pondok
Pesantren Suryalaya juga berkapasiti sebagai Mursyid Thoreqat Qodiriah
Naqsyabandiah satelah wafatnya Ayah beliau Abah Sepuh. Dan di bawah
pimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya telah berkembang maju
merentasi seluruh pelusuk Jawa dan Indonesia saterusnya Malaysia
(termasuk Sabah dan Sarawak), Singapura, Brunei bah ke seluruh dunia.
Dalam rangka pengembangan dan penyebarluasan ajaran Thoreqat Qodiriah
Maqsyabandiah, Abah Anom sebagai Syeikh Mursyidnya melantik Wakil-Wakil
Talqin yang berperanan sebagai wakil mursyid memberikan tunjuk ajar dan
bimbingan amaliah kepada ikhwan-ikhwan yang mengambil dan mengamalkan
ajaran thoreqat ini. Di Malaysia wakil-wakil talqin yang telah
ditauliahkan oleh Syeikh Mursyid Abah Anom antaranya ialah Yabhg. Tun
Haji Sakaran Dandai yang juga dalam kesepakatan para ikhwan telah
melantik beliau sebagai Penasihat Agung TQN Pondok Pesantren Suryalaya
di Malaysia, selain beliau Ym. Ustaz Haji Mohd Zuki As-Sujak bin Shafie
di Kedah, Ym. Prof. Dr. Haji Abdul Manan Al-Marbawi Bin Haji Muhammad di
Terengganu, Ym. Ustaz Haji Saifuddin Al-Hafiz Bin Haji Maulup di Negeri
Sembilan, Ym. Ustaz Haji Mansor Salleh di Semporna, Sabah dan Ym. Ustaz
Haji Abdul Manaf Bin Abidallah di Tawau, Sabah.
KHA Sohibulwafa Tajul Arifin
Inabah adalah dampak daripada karamahnya Syeikh Mursyid KHA
Sohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom). Inabah ialah institusi rohani
pusat rehibilitasi para korban penagihan zat-zat adiktif seperti dadah
dan sejenisnya, melalui Institusi Inabah ini puluhun ribu remaja yang
menjadi korban narkoba telah dipulihkan dalam ertikata lain Institusi
Inabah telah berhasil dalam misinya ” memanusiakan manusia “ melalui
kaedah sufi dengan pengamalan dzikirullah, dzikir jahar dan dzikir khofi
sebagai ubat kepada kawalahan manusia menurut methode atau kaedah dari
ajaran Thoreqat Qodiriah Naqsyabandiah. Di Malaysia terdapat 3 buah
Inabah yang lebih dikenali sebagai Pondok Remaja inabah. Pondok Remaja
Inabah Malaysia 1 di Jabal Suf, Kuala Nerang, Kedah dipimpin dan
dikendalikan oleh Ym. Ustaz Haji Mohd Zuki As-Sujak Bin Shafie, Wakil
Talqin TQN di Malaysia, Pondok Remaja Inabah Malaysia 2 di Kuala
terengganu yang dikendalikan Ustaz Haji Osman Abdul Jalil (allahyarham)
dan Pondok Remaja 3 Inabah Kamal Semporna yang dikendalikan oleh
Yayasan Sabdi (Yayasan Tun Haji Sakaran Dandai) dan diawasi sepenuh masa
oleh Ym. Ustaz Haji Ady Borhansyah Bin Mokhtar disamping bantuan
Wakil-Wakil Talqin TQN di Malaysia dari semasa ke semasa.
Ustaz Hj Mohd Said al-attas
Thoreqat Qodiriah Naqsyabandiah mula dikenali dan diikuti di Daerah
Semporna sejak awal tahun 1978, satelah kunjungan Yabhg. Tun Sakaran
Dandai bersama Ustaz Haji Mohd Said Al-Attas (allahyarham) ke Suryalaya
bersilaturahmi dan berguru dengan KHA Sohibulwafa Tajul Arifin dan
setahun kemudiannya Ustaz Haji Mohd Said Al-Attas telah ditauliahkan
sebagai Wakil Talqin bersama-sama Ustaz Haji Mohd Trang Isa dari Sarawak
dan Ustaz Haji Osman Abdul Jalil (allahyarham) dari Terengganu. Ustaz
Haji Mohd Said adalah seorang Guru Agama yang berasal dari Nilai Negeri
Sembilan dan Guru Agama yang membuka Madrasah Islamiah pertama di
Semporna pada tahun 1963 dengan ihsan Yabhg. Tun Sakaran Dandai ketika
itu menjawat Ketua Daerah dan semenjak itu karib kepada Tun Sakaran.
Dakwah Ustaz Tua sebagaimana masyarakat di Daerah Semporna mengenali
beliau, tidak terhad di daerah Semporna bahkan sampai ke daerah-daerah
lain di Negeri Sabah seperti Labuan, Kunak, Tawau. Sandakan dan
Tambunan. Pada masa beliau menjadi Wakil Talqin sering berkunjung ke
Inabah Kedah dan membantu Ustaz Haji Mohd Zuki sebelum beliau diangkat
menjadi Wakil Talqin dan kesempatan ini telah memboleh Ustaz Haji Mohd
Said berdakwah ke seluruh semenanjung Malaysia bahkan sampai ke
daerah-daerah Wilayah Pattani di Negera Thailand.
Ikhwan TQN Semporna bergambar di Makam Abah Sepuh (Syeikh Abdullah
Mubarak) di Puncak Suryalaya. Ketua Rombongan Haji Abdul Rahman Tun
Sakaran (paling kiri). Datuk Hj Abdul Fattah (paling kanan)
sumber: ahmad b. haji anjau
NOTA MURSYID
Asas dan tujuan Thoriqah Qodiriah wa Naqsyabandiah
إِلَـهِيْ اَنْتَ مَقْصًودِيْ وَرِضَاكَ مَطْلًـوبِيْ اَعْـطِنِي مَحَبَّتـَكَ وَمَعْرِفَتَـكَ
maksud dari doa itu tadi:
” Ya Tuhanku hanya engkaulah yang ku maksud, dan keredhaanMu yang ku
cari, berikan kepada ku kemampuan untuk mencintaiMu dan Maakrifat
kepadaMu “.
Doa tersebut mengandungi 3 elemen:
1. Taqarrub terhadap Allah SWT:
ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan ubudiyah, yang mana
dalam hal ini dapat dikatakan tidak ada sesuatunya pun yang menjadi
tirai penghalang antara abid dan ma bud , antara khaliq dan mahluk.
2. Menuju Jalan Mardhaatillah:
ialah menuju jalan yang diredhai Allah SWT baik dalam ubudiyah mahupu
luar ubudiyah alhasil dalam segala gerak geri manusia, diwajibkan
mengikuti dan mentaati perintah-perintah Tuhan dan menjauhi serta
meninggalkan larangan-laranganNya.
3. Kemahabbahan dan Kemakrifatan terhadap Allah SWT:
artinya: Rasa cinta dengan terang makrifat terhadap Allah ” Dzat
Laisaka mithlihi syai`un ” , yang mana dalam mahabbah itu terkandung
keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh mahabbah
timbullah rupa-rupa hikmah, di antaranya membiasakan diri dengan
selurus-lurusnya dalam hak dzohir bathin, dan dapat pula mewujudkan ”
keadilan “, yakni dapat menetapkan sesuatu dalam haknya dengan
sebenar-benarnya. Pancaran daripada mahabbah datang pula belas kasihan
kepada sesama makhluk, diantaranya cinta pada nusa kesegala bangsa
berserta agamanya.
Thoreqah Qodiriyah Naqsyabandiyah ini adalah salah satu jalan yang
ditempuh buat membukakan diri agar tercapai arah tujuan yang tersebut di
atas tadi.
- KHA Sohibulwafa Tajul Arifin.
TANBIH
Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Tanbih ini dari Syeikhuna Almarhum Syeikh Abdullah Mubarak bin Nur
Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kejembaran Rahmaniah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria mahupun wanita, tua mahupun muda,
“ Semoga ada dalam kebahagiaan, dikurniai Allah Subhanahu Wa Ta`ala
kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan
dalam lingkungan kita sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara bertembah kemuliaan dan keagungannya
supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan
aman, adil dan makmur dzohir mahupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang THORIQAT QODIRIAH
NAQSYABANDIAH, mengatur dengan tulus ikhlas Wasiat kepada segenap
murid-murid :
Berhati-hatilah dalam segala hal, jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan Peraturan AGAMA mahupun NEGARA.
Taatilah kedua-duanya tadi sepantasnya demikianlah sikap manusia yang
beriman, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap hadirat Ilahi
Rabbi yang membuktikan perintah dalam AGAMA mahupun NEGARA.
Insafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan
nafsu, terpengaruh oleh godaan Syaitan, waspadalah akan jalan
penyelewengan terhadap perintah Agama mahupun Negara, agar dapat
meneliti diri, kalau-kalau tertarik oleh bisikan Iblis yang selalu
menyelinap dalam hati sanubari kita semua.
Lebih baik buktikanlah kebajikan yang timbul dari kesucian:
i. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita,
baik dzohir mahupun bathin, harus kita hormati, begitulah
seharusnya hidup rukun, saling harga menghargai.
ii. Terhadap sesama sederajat dengan kita dalam
segala-galanya, jangan dampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus
bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah
Agama mahupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan
persengketaan, kalau-kalau kita terkena firmanNya ” adzabun Alim “,
yang bererti duka nestapa untuk selama-lamanya dari Dunia sampai Akhirat
(Badan payah hati susah).
iii. Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita,
janganlah hendak menghinanya atau berbuat tidak senonoh, bersikap
angkuh. Sebaliknya harus belas kasihan dengan kesedaran, agar mereka
merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar,
bagaikan tersayat hatinya. Sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan
nasihat yang lemah lembut yang akan memberikan keinsafan dalam menginjak
jalan kebajikan.
iv. Terhadap fakir miskin, harus kasih sayang, ramah tamah
serta bermanis budi, bersikap murah tangan menceminkan bahawa hati kita
sedar. Cuba rasakan diri kita peribadi, betapa pedihnya jika dalam
keadaan kekurangan, oleh kerana itu janganlah acuh tak acuh, hanya
diri sendiri yang senang, kerana mereka jadi fakir miskin itu bukanlah
kehendak sendiri, namun itulah kudrat Tuhan.
Demikianlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesedaran,
meskipun terhadap orang-orang asing kerana mereka itu masih keturunan
Nabi Adam a.s. , mengingat ayat 70 surah al-isra yang artinya :
” Sangat kami muliakan keturunan Adam dan Kami sebarkan segala yang
berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan mereka lebih utama
dari makhluk lainnya “
Kesimpulan dari ayat ini, bahawa kita sekalian seharusnya saling
harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat surah al-maidah
yang ertinya :
” Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan
kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap Agama mahupun
Negara, sebaliknya janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan terhadap perintah Agama mahupun Negara “.
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing,
mengingat Surah al-Kafirun ayat 6 : “ Agamamu untuk kamu, Agamaku
untuk Aku “. maksudnya janganlah terjadi perselisihan, wajiblah kita
hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah
sekali-kali ikut campur.
Cubalah renungkan pepatah leluhur kita : Hendaklah kita bersikap
budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti : ” Sesal
dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna “ kerana yang menyebabkan
penderitaan diri peribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri
sendiri.
Dalam Surah an-Nahli ayat 112 diterangkan bahawa : ” Tuhan Yang Maha
Esa telah memberikan beberapa contoh, yakni tempat mahupun kampung,
desa mahupun negara yang dahulunya aman tenteram (gemah rimpah loh
jinawi), namun penduduknya/penghuninya mengengkari nikmat-nikmat Allah,
maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan
yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri “.
Oleh kerana demikian, hendaklah segenap murid-murud bertindak teliti
dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dzohir-bathin, dunia
mahupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali
timbul persengketaan, tidak lain tujuannya ” Budi Utama_Jasmani
Sempurna “ (Cageur-baguer).
Tiada lain amalan kita, Thoriqat Qodiriah Naqsyabandiah, amalkan
sebaik-baiknya guna mencapai segala kebajikan, menjauhi segala kejahatan
dzohir-bathin yang bertalian dengan jasmani mahupun rohani yang selalu
diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya Syaitan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan saksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan Dunia dan Akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Februari 1956,
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian Ikhwan.
( KHA Sohibul wafa Tajul Arifin )
UNTAIAN MUTIARA :
Jangan benci kepada Ulama yang sezaman.
Jangan menyalahkan kepada pengajaran orang lain.
Jangan memeriksa murid orang lain.
Jangan berubah sikap meskipun disakiti orang.
Harus menyayangi orang yang membenci kepadamu.
Wasalam
==============================================================
Sejarah Pondok Pesantren Surya Laya ( TQN )
Post By.Manggala Sukma
Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya
Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur
Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa
perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari
pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar. Juga
lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan.
Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari
guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu
dapat dilalui dengan selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5
September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah
pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di
kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu
sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat
terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari
terbit
Pada awalnya Syeikh Abdullah bin Nur Muhammad sempat bimbang, akan
tetapi guru beliau Syaikh Tholhah bin Talabudin memberikan motivasi dan
dorongan juga bimbingan khusus kepadanya, bahkan beliau pernah tinggal
beberapa hari sebagai wujud restu dan dukungannya. Pada tahun 1908 atau
tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Sepuh
mendapatkan khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid) dari
Syaikh Tholhah bin Talabudin
Seiring perjalanan waktu, Pondok Pesantren Suryalaya semakin
berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana
pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah pengikut/murid yang
biasa disebut ikhwan.
Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan
daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya
dengan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan.
Untuk kelancaran tugas Abah Sepuh dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah dibantu oleh sembilan orang wakil talqin, dan beliau
meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan
persatuan para murid atau ikhwan, yaitu TANBIH.
Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada tahun
1956 di usia yang ke 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya
dilimpahkan kepada putranya yang kelima, yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa
Tajul Arifin yang akbrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom. Pada masa
awal kepemimpinan Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup
mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok
Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung
lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII. Juga pada masa
pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk
menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan
yang benar menurut agama Islam dan Negara.
Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya semakin pesat dan maju,
membaiknya situasi keamanan pasca pemberontakan DI/TII membuat
masyarakat yang ingin belajar Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah semakin
banyak dan mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Juga dengan
penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqin dan para mubaligh,
usaha ini berfungsi juga untuk melestarikan ajaran yang tertuang dalam
asas tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan Tanbih. Dari tahun ke
tahun Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang, sesuai dengan
tuntutan zaman, maka pada tanggal 11 maret 1961 atas prakarsa H. Sewaka
(Alm) mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan mantan Mentri
Pertahanan RI Iwa Kusuma Sumantri (Alm) (1952 – 1953). Dibentuklah
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Yayasan ini dibentuk
dengan tujuan untuk membantu tugas Abah Anom dalam penyebaran Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Setelah itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh
pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai
Darussalam, dan Thailand, menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan
Amerika. Dengan demikian ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun
semakin luas perkembangannya, untuk itu Abah Anom dibantu oleh para
wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan juga wakil
talqin yang berada di luar negeri seperti yang disebutkan di atas.
Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren
Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan,
Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti
dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, bahkan dari dunia internasional atas prestasi dan
jasa-jasanya. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok
Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh segenap
umat manusia.
=============================================================
Abah Anom Surya Laya
Post By.Manggala Sukma
ABAH ANOM
Tokoh pertama adalah Abah Anom. Kedudukannya sebagai seorang mursyid
Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sekaligus ulama sepuh membuatnya
menjadi tempat berteduh bagi jiwa-jiwa yang dahaga. Sebagai orang tua
yang telah kenyang dengan asam garam kehidupan Abah Anom dengan arif
menerima kunjungan tamu-tamunya, siapapun adanya dan apapun
kepentingannya. Hidupnya dengan ikhlas dipersembahkan untuk melayani
umat manusia.
Belum lagi kemasyhuran pesantren Suryalaya sebagai tempat penyembuhan
penagih dadah dan penyakit psikis dengan metode Islamic Hidrotherapy,
dimana kaedahnya disusun oleh Abah Anom. Metode ini menggabungkan konsep
cold turkey system yang diislamkan melalui mandi taubat, serangkaian
shalat dengan dzikir ala Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Program
ini bertujuan untuk membantu program pemerintah Indonesia pada tahun
1971, ianya masih diteruskan dan dilembagakan dalam pesantren remaja
Inabah.
Abah Anom yang sejak muda tidak makan daging dan selalu minum air
putih itu adalah putra kelima KH. Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad
(Abah Sepuh) dari istri keduanya Hj. Juhriyah. Ia memang disiapkan
ayahnya untuk meneruskan kepemimpinan thariqah di Suryalaya. Selepas
pendidikan dasar(rendah) di sekolah dan pesantren orangtuanya, pada
tahun 1930 Abah Anom memulai pengembaraan menuntut ilmu agama Islam
secara lebih mendalam.
Diawali dengan mengaji ilmu fiqih di pesantren Cicariang Cianjur,
kemudian belajar ilmu alat dan balaghah di pesantren Jambudipa Cianjur.
Setelah dua tahun di Jambudipa ia melanjutkan mengaji pada ajengan
Syatibi di Gentur Cianjur dan ajengan Aceng Mumu di pesantren Cireungas
Sukabumi yang terkenal dengan penguasaan ilmu hikmahnya pada 2 tahun
berikutnya. Kegemaran akan ilmu silat dan hikmah kemudian diperdalam di
pesantren Citengah Panjalu yang diasuh oleh Ajengan Junaidi, seorang
ulama ahli ilmu alat dan hikmah.
Kematangan ilmu Abah Anom di usia 19 tahun diuji dengan kepercayaan
yang diberikan oleh Abah Sepuh untuk membantu mengasuh pesantren
Suryalaya sampai beliau wafat pada tahun 1956 dalam usia 120 tahun. Dua
tahun sebelum wafat Abah Sepuh mengangkat Abah Anom menjadi wakil
talqinnya, kemudian menjadi mursyid penuh Thariqah Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah sekaligus pengasuh pesantren menggantikan Abahnya yang
sering tidak sihat.
Manajer Handal
Beban tanggung jawab yang begitu berat tertumpu dibahunya di usianya
yang baru mengjangkau 41 tahun, menenggelamkan Abah Anom ke dalam
samudera riyadhah. Kecintaannya kepada pesantren, thariqah dan umat
melarutkan hari-harinya dalam ibadah, tarbiyah dan doa.
Sepanjang sisa hidupnya Abah Anom hampir tidak pernah tidur, demikian
cerita salah satu keponakan Abah Anom yang pernah mengabdi di rumahnya.
Di luar kegiatan ibadah mahdlah, mengajar dan kunjungan, Abah Anom
menghabiskan seluruh waktunya dengan melakukan dzikir khafi. Setiap kali
datang rasa mengantuk, Abah Anom segera berwudhu dan shalat sunah lalu
melanjutkan dzikirnya.
Selain berdzikir, Abah Anom juga seorang manajer yang handal. Di
tangannya Suryalaya, yang dulunya pesantren kecil di tengah hutan,
berkembang pesat menjadi salah satu pesantren yang sangat disegani di
negeri ini. Santri (murid) dan pengikutnya yang mencapai angka jutaan
tersebar di seluruh Indonesia bahkan negeri-negeri tetangga seperti
Malaysia, Singapura, Thailand dan lain sebagainya. Jumlah ini mencakup
sekitar 3000 santri yang bermukim untuk belajar dan kuliah di lingkungan
pesantren Suryalaya, alumni, puluhan santri remaja Inabah serta jutaan
ikhwan-akhwat Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).
Kini di usianya yang semakin senja, Abah Anom tidak lagi secara
intens mendampingi santrinya. Tubuhnya yang semakin lemah tak lagi mampu
mensejajari semangat dan kecintaannya kepada sesama. Karena itu
beberapa tahun belakangan semua urusan pesantren dan thariqah diserahkan
kepada 3 orang yang ditunjuk sebagai pemegang amanat, yang terdiri dari
KH. Zainal Abidin Anwar, KH. Dudun Nur Syaidudin dan KH. Nur Anom
Mubarok.
Namun demikian dengan sisa-sisa tenaga yang semakin
lemah Abah Anom tetap menggagahi menerima semua tamu yang mengunjunginya
dari berbagai pelosok tanah air, walau hanya sekedar dengan berjabat
tangan. Juga diyakini, secara ruhaniah Abah Anom masih akan terus
mengasuh jiwa-jiwa yang membutuhkan tetes demi tetes embun hikmah yang
mengalir dari kejernihan telaga hatinya.
============================================================
Thariqat di India
A. PENDAHULUAN
Tasawuf, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan
sebuah pelarian, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku
tangan terhadap hidup. Melainkan, tasawuf adalah suatu metode penyucian
jiwa dan pembening hati, yang menjadi bekal utama manusia dalam
menggeluti ranah kehidupannya yang pada dasarnya tidak pernah terlepas
dari berbagai macam persoalan. Tasawuf membimbing manusia dalam
pengembangan kinerja ukhrawi dan sekaligus juga duniawi.
Seorang sufi, bukanlah seseorang yang melepaskan dirinya dari dunia.
Melainkan, mereka adalah pribadi-pribadi yang mampu mengguncang dunia.
Tidak pernah melarikan diri dari masalah, namun menyongsongnya. Dengan
berbekal nurani yang tercerahkan, para sufi tampil ke depan dan
menghadapi semua bentuk tirani bumi, serta membangun pondasi-pondasi
peradaban dunia baru.
Pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba mengulas mengenai tasawuf
dalam perkembangannya di belahan Benua India, tokoh-tokohnya,
tarekat-tarekatnya, serta beberpa hal lainnya yang berhubungan
dengannya.
Makalah ini terbagi dalam beberapa bagian dengan sistematika sebagai
berikut: Bagian pertama, yaitu pendahuluan. Bagian kedua, mengetengahkan
tentang sejarah perkembangan tasawuf di Benua India, serta latar
belakang yang mempengaruhinya. Bagian ketiga, menampilkan beberapa
tarekat-tarekat yang berpengaruh, serta sekiranya memberikan
kontribusinya terhadap perjalan tasawuf di India. Bagian keempat,
mengulas mengenai beberapa kecenderungan tasawuf yang terjadi di India.
Bagian kelima, menyuguhkan tentang beberapa karya atau buah-buah tasawuf
dalam kehidupan dan perjalanannya di India. Bagian terakhir, yaitu
penutup, yang sekaligus sedikit mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan
dari sekilas pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya.
B. LATAR BELAKANG MASUKNYA TASAWUF DI INDIA
☺ Penyerangan oleh Mongol Terhadap Dunia Islam (Persia).
Tahun 907 H/1502 M, naiklah Kerajaan Safawi di Persia. Kerajaan ini
telah berjasa mempersatukan kebangsaan Persia di bawah suatu kerajaan
besar yang berhak memakai gelar “Syahin Syah” (Sri Maharaja di Raja),
setelah sekian lama dalam rebutan Bangsa Mongol Islam, Turki dan Arab.
Rajanya yang cukup memiliki nama, ialah Syah Ismail.
Ia menyatakan bahwasanya mazhab resmi di Persia adalah Syi’ah, dan ia
amat tidak menyukai bahkan membenci tasawuf. Di kala itu, syair-syair
yang berkenaan dengan tasawu mendapat tantangan yang sangat keras,
bahkan para sufi pun tak jarang mendapatkan perlakuan yang keras dan
kasar. Sehingga, lunturlah keistimewaan tasawuf, yang telah sekian lama
tumbuh subur di persia.
Dengan adanya desakan terhadap tasawuf di Persia, akhirnya tasawuf
(Hafiz Shirazi) pun bergerak menuju belahan dunia India. Di sanalah,
muncul para ahli tasawuf ternama. Masa-masa pemerintahan Mongol di
India, terutama pada masa Akbar Khan di Agra (Delhi), telah memperkuat
akar tasawuf Islam di India, serta adanya perjuangan kepercayaan dengan
para penganut Hindu, yang juga mendukung bangkitnya tasawuf dan filsafat
Islam di belahan bumi Hindustan tersebut.
Pengaruh kesusastraan dan tasawuf Persia sangatlah besar terhadap
kalangan muslim Hindustan. Sebelum Akbar Khan, raja Mongol di India
menciptakan Bahasa Urdu, bahasa Persia-lah yang menjadi bahasa resmi
istana.
☺ Kearifan Lokal dan Spiritualitas
Tradisi spiritual Islam di India telah mengembangkan coraknya
tersendiri yang khas. Hal ini tidak terlepas dari keadaan awal Bangsa
India yang begitu memegang kearifan lokal, spiritualitas lama, seperti
halnya spiritualitas dalam Agama Hindu. Meskipun demikian, mereka masih
tetap mengakar terhadap al-Qur’an, hadist serta ajaran-ajaran para
khalifah.
Kemudian dilihat dari bahasa setempat, beberapa mistikus di Bengal,
Deccan, dan India Utara, menyatakan bahwa bahasa-bahasa setempat adalah
alat penting untuk menyampaikan kebenaran. Dari abad 7 H/13 M,
kalimat-kalimat dalam bahasa-bahasa India telah terpelihara dalam
boografi-boigrafi para wali sufi.
☺ Tokoh-Tokoh dari Tanah Persia yang Berpengaruh di India
Al-Hallaj (w. 309 H/922 M)
Nama pertama yang dikaikan dengan spiritualitas, paling tidak di
sebagian Sind, adalah al-Husain ibn Manshur al-Hallaj, yang telah
menjelajah ke berbagai daerah, untuk menyeru masyarakat kepada Tuhan.
Pengalaman mistik al-Hallaj yang melibatkan hubungan sangat personal
dengan Tuhan dapat dianggap sebagai Klimaks pertama kehidupan mistik
Islam awal. Dan, untuk itu, ia harus membayarnya dengan nyawanya
sendiri, terhadap hasil dari interpretasinya tentang cinta hakiki antar
manusia dan Tuhan. Maka dari itu, tidaklah terlalu berlebihan jika
sekiranya dia disebut-sebut sebagai Syahid-Agung dalam tradisi mistik
Islam.
Pada abad-abad kemudian, nama Manshur al-Hallaj menjelma menjadi
simbol mistik favorit di bagian Barat India dan beberapa wilayah
lainnya. Beberapa orang berpendapat bahwasanya hal tersebut dimungkinkan
karena banyaknya gelombang konstan puisi-puisi mistik Persia yang
seringkali disebut-sebut, yang di dalamnya, al-Hallaj menyebutkan ana
al-haqq.
Abu Yazid al-Bustami, (w. 904 H), mungkin tokoh ini adalah salah satu
yang juga berpengaruh lewat ajaran-ajarannya yang begitu mengena dan
petuah-petuahnya yang banyak dikenal dan berkembang di tanah Persia,
India, dan lain-lainnya.
Namun, selain dari beberapa tokoh Persia yang telah disebutkan di
atas, tentunya Benua India itu tersendiri, tidaklah berpangku tangan,
untuk tidak menyumbangkan tokoh-tokohnya dalam ranah tasawuf. Diantara
mereka tersebut, adalah Muhammad Iqbal, yang filsafat-tasawufnya adalah
merupakan permulaan perkembangan filsafat-tasawuf Islami. Pusaka
kemegahan kebesaran di India dan Persia telah dijalin kembali dengan
berpedoman kepada al-Qur’an dan berbahan kemajuan pikiran dan
pengetahuan cara Barat oleh Iqbal
Selain dari pada tokoh tersebut, tentunya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang pada dasarnya sangat berpengaruh dan memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam perjalanan tasawuf di India, diantaranya adalah,
Ahmad al-Faruqi al-Sahrandi (1624 M), yang telah berhasil menanamkan
nilai-nilai ke-Islaman kepada pemerintah Mongolia yang mengusai wilayah
India, serta telah berjasa dalam proses peleburan nilai-nilai ajaran
Buddha dan penyembahan terhadap berhala. Dan banyak tokoh-tokoh lainnya,
yang belum dapat kami sebutkan pada keempatan ini.
C. TAREKAT-TAREKAT
☺ Tarekat Chistiyyah (Image Orang Suci atau Wali Islam)
Tarekat Chistiyyah, adalah tarekat yang namanya di ambil dari suatu
wilayah di Afganistan, asal usulnya dapat dilacak hingga abad ke-3 H/9
M. Namun, meskipun nama tarekat ini diambil dari nama suatu wilayah di
Afganistan, tarekat ini hanya terkenal di India. Chistiyyah memiliki
silsilah spiritual yang jejaknya dapat ditelusuri sampai kepada Hasan
al-Bashri (21-110 H/ 642-728 M). Mereka meyakini bahwasanya hasan
al-bashri adalah merupakan murid dari Ali bin Abi Thalib, sebuah klaim
yang validitasnya mereka temukan secara spiritual.
Pendiri Tarekat Chistiyyah di India adalah Khawajah Mu’in al-Din
Hasan. Selain itu, Syaikh Nizham al-Din Auliya yang menetap di Delhi,
mengkristalisasikan ajaran Chistiyyah di Utara India, serta di wilayah
Deccan. Murid-muridnya, mendirikan perguruan-perguruan Chistiyyah di
Jawnpur, Malwa, Gujarat, dan Deccan.
Ada begitu banyak karya Chistiyyah yang tersedia, dan sebagian besar
di tulis dalam Bahasa persia. Para Sufi Chistiyyah pun menulis karya
dalam dialek-dialek lokal, juga dalam Bahasa Arab. Diantara beberapa
karya Chistiyyah adalah, Malfuzhat (karya yang keasliannya diragukan,
atau tidak dapat dilacak autentisitasnya), Literatur biografis dari para
pembimbing spiritual, Maktubat (Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa
Hindi, dan lain sebagainya.
Para anggota tarekat ini, hidup berbaur dengan masyarakat, mereka
tidaklah membangun khaneqah dengan “empat dinding dan pintu gerbangnya”.
Tapi, mereka membangun sebuah jama’at-khanah, dengan dinding lumpur dan
atap jerami. Tempat tersebut, terbuka bagi umum, dan sebagai tempat
berdiskusi dari berbagai macam ide. Para syaikh dan anggota-anggotangya
menjalani hidup dalam konsep futuh, yaitu tidak pernah meminta-minta
pemberian orang.
Tarekat Chistiyyah berakar pada Sunni. Mereka menganut mazhab fiqh
Hanafi. Namun demikian, pandangan mereka tidaklah terikat pada hukum
secara skriptural, melainkan lebih mementingkan makna terdalamnya. Aspek
mereka yang paling dominan adalah adanya kesetiaan untuk memegang
tradisi hidup berdampingan secara damai.
Kaum Chistiyyah awal meyakini bahwa kontak dengan orang-orang suci
dan para wali adalah satu satunya sarana yang dapat membuat manusia
memeluk Islam. Mereka percaya bahwasanya hanya kelompok muslim yang
saleh sajalah yang dapat menarik orang lain untuk menerima Islam. Misi
utama mereka adalah berupaya mempersatukan orang-orang Hindu yang
memeluk Islam untuk menjadikan mereka sebagai orang-orang muslim yang
benar-benar saleh.
☺ Kaziruniyah
Sejak abad ke-4 H/10 M, para sufi telah memulai pembentukan berbagai
tarekat dan kelompok. Salah satu dari tarekat-tarekat tersebut adalah
tarekat Kaziruniyah, yang didirikan oleh Syaikh Abu Ishaq Ibrahim ibn
Syahriyar (w. 426 H/1035 M), ia wafat di Kazirun, antara Syiraz dan
Pesisir Teluk Persia.
☺ Suhrawardiyah.
Syaikh Syihab al-Din Abu Hafs Umar (539-632 H/1145-1234 M), adalah
pendiri dari tarekat Suhrawardiyyah. Dia menempuh pendidikan di bawah
bimbingan pamannya, Syaikh Dhiya al-Din Abu al-Najib Suhrawardi (490-622
H/1097-1225 M), yang membangun sebuah pondok di Tigris, Baghdad.
Khalifah al-Nashir li-Dinillah (575-622 H/1180-1225 M) mengangkat Syaikh
Syihab al-Din sebagai duta besarnya keberbagai istana para penguasa
penting dan membangun sebuah khaneqah luas untuknya di Baghdad. Kaum
sufi dari berbagai penjuru dunia berkumpul di khaneqahnya untuk
mendapatkn bai’at darinya. Salah satunya adalah Syaikh Baha al-Din
Zakariyya (578 H/1182 M).
Di Multan, para sufi serta ulama terkemuka, banyak yang menentang
Syaikh Baha al-Din, tetapi, tingkat keilmuan serta posisi istimewanya
diantara murid-murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi, dapat dengan
segera membuatnya menjadi seorang tokoh terkemuka di Multan. Ia sangat
tidak menganjurkan kaum sufi mencari bimbingan dari sejumlah pir yang
berbeda, melainkan dari satu pir saja. Ia juga sangat menekankan
pentingnya sholat-sholat wajib dan menomor duakan sholat-sholat sunnah
dan dzikir.
Syaikh Baha al-Din meninggal di Multan, 661 H/1262 M. Ia digantikan
oleh anaknya sendiri, yaitu Syaikh Shadr al-Din ‘Arif (w. 684 H/1286 M).
Putra dan penerus Syaikh Shadr al-Din, Syaikh Rukn al-Din Abu al-Fath
(w. 735 H/1334 M), telah berhasil menghidupkan kembali kejayaan politik
dan spiritual kakeknya. Ia sangatlah dihormati oleh raja-raja yang
memerintah di kesultanan Delhi, sejak masa pemerintahan Sultan Ala
al-Din Khalji (695-715 H/1296-1316 M) hingga kematiannya, yaitu pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad ibn Tughluq (725 H/1325 M).
Murid Syaikh Syihab al-Din Suhrawardi yang mempopulerkan Islam di
Bengal, adalah Syaikh Jalal al-Din Tabrizi. Setelah pindah ke Bengal, ia
mendirikan sebuah khaneqah di Deva Mahal, bagian utara Bengal. Ia telah
berhasil mengislamkan banyak orang Hindu dan Buddha. Pada abad ke-8
H/14 M, Kashmir dijadikan sebagai pusat dari para sufi Suhrawardiyyah.
☺ Kubrawiyah
Pendiri tarekat Kubrawi, yaitu Syaikh Najm al-Din Kubra (540-618
H/1145-1221 M). Sekelompok sufi terkemuka berkumpul di Kubra sebagai
murid, dan beberapa cabang tarekatnya menyebar ke baghdad, Khurasan dan
India. Salah seorang pengikut Kubrawi yang cukup ternama, yaitu Syaikh
Saif al-Din Bakhrazi (w. 658 H/1260 M), memerintahkan muridnya, yaitu
Khawajah Badr al-Din Samarqandi Firdausi, untuk menetap di Delhi.
Meskipun para Syaikh dari kalangan ini sangatlah menganjurkan kepada
para muridnya untuk selalu berpegang teguh terhadap syari’at, namun, ia
tidaklah mengunggulkan para ulama di atas para sufi. Ia berusaha untuk
tidak mengungkapkan pengalaman spiritualnya, serta menyarankan pada para
murid, untuk tetap menyimpan pengetahuan mereka tentang
pengalaman-pengalaman spiritual mereka.
Di Kashmir, tarekat Kubrawiyyah diperkenalkan oleh Mir Sayyid Ali
Hamadani. Muhammad Asyraf Jahangir Simnani, yaitu sekalangan dengan Mir
Sayyid Ali Hamadani, adalah sorang Kubrawi yang setelah menetap di
kesultanan Syiraqi, Jaunpur, India, mendirikan cabang dari tarekat
Kubrawi, yaitu Asyrafi.
☺ Syaththariyyah
Di India, tarekat yang didirikan oleh Syah Abd Allah ini, menyebut
dirinya sbagai Tarekat Syaththariyyah. Namun, pada masa Turki Utsmani,
tarekat ini dikenal dengan sebutan Tarekat Basthamiyyah, dan, di Persia
dan Turki, tarekat ini dikenal dengan sebutan tarekat Isyqiyyah.
Syaththariyyah mendapatkan ispirasi mereka dari karya-karya tafsir
mistis tentang ke-Tuhan-an, yang dinisbahkan kepada Imam Ja’far
al-Shadiq, yaitu Imam Syi’ah yang keenam. Selain itu, tarekat ini juga
banyak terpengaruh oleh kisah-kisah mistis dari kehidupan Abu Yazid
al-Basthami.
Syaikh Abdullah, sang pendiri tarekat ini, pindah ke India pada awal
abad ke-9 H/15 M, setelah menyelesaikan latihan mistisnya. Nama tarekat
ini, yang artinya adalah mereka yang bergerak cepat, diambil karena
kecepatan tarekat ini dalam memecahkan paradoks ke-Esa-an dalam
kemajemukan.
Dalam karyanya, Latha’if-i Ghaibiyyah, ia membagi hamba-hamba
spiritual musim yang tekun ke dalam tiga kategori, yaitu, Akhyar
(orang-orang yang terpilih), abrar (orang-orang yang patuh), dan
syaththay (orang-orang yang bergerak cepat). Dan, dari ketiga kategori
tersebut, menurutnya, syththariyyah-lah yang paling unggul, karena
mereka memproleh latihan langsung dari arwah para wali besar masa lalu,
serta mampu menempuh perjalanan kenaikan sufi dengan cepat.
Selain dari tareka-tarekat yang telah disebutkan di atas, pada
dasarnya, masih banyak terdapat tarekat-tarekat lainnya, yang juga
berkembang dan berpengaruh di India, salah satunya adalah tarekat yang
berkembang pesat di wilayah india yaitu tarekat Naqsabandiyah, dan dalam
revolusi kaum muslim di Turkistan dan Cina, tarekat ini sangat
berperan, sebagaimana terjadi di wilayah India Timur ketika melawan para
penjajah. Selain itu, juga terdapat Tarekat Qalandariyyah, Tarekat
Junaidiyyah, dan lain sebagainya.
D. KECENDERUNGAN TASAWUF DI INDIA
☺ Kaum Majdzub vs Sufi Palsu (Dukun)
Dalam lingkungan tasawuf, terdapat suatu kaum yang dikenal dengan
sebutan Kaum Majdzub, atau kaum sufi yang berperilaku aneh. Menurut
beberapa pendapat, kaum Majdzub adalah makhluk-makhluk super yang mampu
melakukan hal-hal luar biasa, dan, baik orang-orang Hindu maupun Muslim,
mereka saling berlumba – lumba dalam menunjukkan ketaatan kepada para
kaum ini.
Namun demikian, sebagaimana sulitnya membedakan antara sufi sejati
dan sufi palsu, demikian jugalah sulitnya, untuk membedakan antara kaum
Majdzub dengan orang yang tidak waras alias gila.
Dalam setiap waktu, selalu saja terdapat kaum yang disebut dengan
kaum Majdzub ini. Dari sekian banyak individu yang termasuk dari kaum
majdzub, namun, ada satu nama yang dianggap lebih unggul dibandingkan
nama-nama yang lainnya, yaitu Muhammad Sa’id Sarmad dalam sumbangannya
terhadap kehidupan mistis. Ia bekerja sebagai pedagang, dan mengukpulkan
banyak kekayaan dari hasil perdagangannya tersebut.
Ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup tasawuf, bersumber pada
pernyataan-pernyataan sombong para dukun dan sufi palsu. Mereka
memanfaatkan pengaruh para sufi demi kepentingan serta keuntungan
tersendiri. Syair-syair mereka menjadi ancaman besar bagi pandangan
spiritual para sufi sejati. Namun demikian, tasawuf sejati tidak akan
demikian mudah terkalahkan, bahkan masih mampu bertahan hidup hingga
detik ini.
☺ Kaum Malamatiyyah
Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah
atau terkadang juga disebut sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya,
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa berarti
“celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka tidaklah menganggap
pendapat orang dalam tingkah peribadatan mereka terhadap Tuhan. Kaum
Malamati adalah orang-orang suci yang dengan sengaja menjalani kehidupan
hina, dengan tujuan untuk menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual
mereka.
Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad
ke-3 H/9 M, yang berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah
mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah dalam
kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka bertindak
seolah-olah terpisah dari Tuhan.
Dalam tasawuf, sikap pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah
watak permanen dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak
penyalahgunaan yang dinisbatkan terhadap namanya, misalnya untuk
mencampakkan syariat dan etika atau adab tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin manusia
di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka yang tampak
berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka, adalah Muhammad,
Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan segala sesuatunya di tempat
yang seharusnya.
E. BUAH-BUAH TASAWUF
☺Puisi-Puisi dan Syair-Syair Sufi
Umumnya, para sufi mengungkapkan gagasan-gagasan mereka dalam
syair-syair dan prosa-prosa yang berbahasa Persia. Namun, syair-syair
dalam bahasa daerahlah, yang membuat tasawuf menjadi sebuah gerakan
massal di kalangan masyarakat India.
Kaum Chisti, adalah beberapa yang dapat disebut sebagai pelopor dari
gerakan-gerakan tersebut, yang telah banyak menyumbangkan karya-karya
mereka dalam bahasa Hindawi (Hindi). Misalnya ditemukannya, Malfuzhat
(karya yang keasliannya diragukan, atau tidak dapat dilacak
autentisitasnya), kemudian juga adanya Literatur biografis dari para
pembimbing spiritual; seperti; Syiar Auliya’, Fawaid al-Fuad, Manaqib
Fakhriyah, Ma’arij al-Wilayah.dll. , Kemudian juga ditemukan Maktubat
(Surat-Surat), puisi-puisi berbahasa Hindi, dan lain sebagainya.
Sedangkan, kaum Syaththariyyah, seperti halnya juga kaum Chisti,
meminjam simbol-simbol dan kisah-kisah mitologis dari
lingkungan-lingkungan Hindu lokal, namun, dengan sedikit memberinya
tambahan akan nuansa Islami.
Di Bengal, Sultan Husain Syahi (897-945 H/1494-1538 M) memberikan
dorongan kuat terhadap kesusastraan Bengali. Namun demikian, pertumbuhan
nyata syair sufi terjadi terutama sejak abad ke-10 H/ke-16 M, di
wilayah Cittagong dan istana Arakanese.
Seperti halnya di wilayah-wilayah India lainnya, majelis-majelis
pertemuan sama’ di Sind juga mengumandangkan musik sufi dalam bahasa
Sindhi. Penyair sufi paling terkemuka dari Sind adalah Syah ‘Abd
al-Latif. Karya puitisnya yang berjudul Risalo (Kitab), yang juga
membahas mengenai balada raktyat Sind, sarat dengan emosi dan penggerak
prasaan.
Umumnya, para penyair sufi mampu mengekspresikan rahasia-rahasia
terdalam hati dengan ungkapan-ungkapan dari kehidupan sehari-hari, yang
bahkan, seorang anak kecil pun, dimungkinkan dapat memahaminya. Selain
itu, sebagai dasar terhadap ajarannya, mereka juga mengadopsi
dongeng-dongeng tradisional setempat. Para pahlawan dalam cerita-cerita
Sindh dan Punjab ditransformasikan sedemikian rupa sebagai simbol-simbol
jiwa yang menempuh banyak cobaan hingga akhirnya mempersatukan dirinya
dengan kekasihnya dalam kematian.
Syair sufi bukan hanya sekadar ungkapan cinta mistis tentang jiwa
kehausan yang tengah mencari pemahaman intuitif tentang Tuhan, tapi juga
sebagai saluran atau jalan keluar berbagai emosi dan perasaan
spiritual. Syair sufi dalam bahasa Hindi maupun bahasa-bahasa lainnya,
telah mampu membuka cakrawala baru bagi jalan hidup spiritual di benua
India.
Baik para penyair sufi, maupu pelopor gerakan kebaktian Hindu,
melakukan pendobrakan terhadap segala bentuk formalisme keagamaan,
kepalsuan, serta kebodohan, dan berupaya menciptakan sebuah dunia yang
semua orang di dalamnya, mendambakan kebahagiaan spiritual.
E. KESIMPULAN
Dari sedikit pembahasan yang telah kami sajikan sebelumnya, berkaitan
dengan penyebaran serta perjalanan tasawuf di Benua India tersebut,
tidaklah terlepas dari jasa-jasa para sufi Persia, yang jelas-jelas
telah memberikan kontribusi mereka terhadap tumbuhnya tasawuf di India
tersebut.
Namun, juga berkenaan dengan perjalanan tasawuf di India tersebut,
tidaklah terlepas dari jasa-jasa para tokoh-tokoh lokal, yang telah
berperan dalam penyebaran tasawuf, serta mendirikan tarekat-tarekat
tersendiri, yang kurang lebihnya, cukup memberikan warna tersendiri bagi
Tasawuf dan kehidupannya.
Bagaimanapun juga, banyaknya pengaruh sains-sains modern serta
pemikiran politik, tidaklah mampu melenyapkan tasawuf dari Benua India.
Kekayaan dan pengaruh karya-karya sufistik terus hidup menuntun
kepribadian hidup menuju jalan yang lebih menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad al-Khatib. Kala Nurani Terusik Tirani (Jejak-Jejak Kearifan dan Kepahlawanan
Kaum Sufi). Jakarta. Serambi. 2005.
Hamka. Tasawuf (Perkembangan dan Pemurniannya). Jakarta: Pustaka Panjimas. 1993.
Hossein Nasr, Seyyed. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (Manifestasi).
Bandung: Mizan Media Utama. 2003.
Trimingham, Spencer. Mazhab Sufi. Penrej: Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka.
1999.
===============================================================
Perlukah Kita Berthoriqat & Bertasawuf
Post By.Manggala Sukma
Adakah kita perlu kepada tarekat? Adakah kita perlu kepada
tasawuf? Adakah kita perlu kepada kesufian? Soalan-soalan ini sering
timbul dalam pemikiran orang-orang yang belajar ilmu agama. Perlu juga
dibedakan soalan-soalan tersebut dengan satu soalan lain yang perlu
ditanya kepada diri kita yaitu ‘perlukah kita kepada pembersihan jiwa?’
Di antara tiga soalan yang awal dengan soalan yang keempat ini ada
perbedaan yang jelas bagi mereka yang memperhatikannya dengan teliti.
Persoalan yang keempat ini jawabannya adalah jelas dan terang yaitu: kita seharusnya sebagai seorang muslim sangat membutuhkan kepada
pembersihan jiwa karena itulah di antara tugas para Rasul dan Nabi
alaihimussholatu wassalaam. Firman Allah SWT di dalam surah al Jumu’ah
ayat yang kedua bermaksud: ‘Dialah yang telah mengutuskan di kalangan
orang-orang yang tidak tahu menulis dan membaca seorang rasul yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka dan
mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Walaupun sebelum itu mereka
berada di dalam kesesatan yang nyata’. Begitu juga terdapat ayat-ayat
lain yang menerangkan bahawa tugas para Nabi dan Rasul adalah
membersihkan jiwa manusia daripada segala kekotoran seperti syirik dan
maksiat.
Ada pun tiga persoalan yang awal, maka jawabannya tidak jelas
dan terang karena persoalannya juga tidak jelas dan tidak terang. Kalau
orang yang bertanya itu menggunakan perkataan ‘tarekat’, ‘tasawuf’ dan
‘kesufian’ dengan maksud ‘pembersihan jiwa’, maka jawabannya adalah sama
dengan persoalan keempat yaitu kita memang memerlukan kepada
pembersihan jiwa. Tetapi jika yang bertanya mempunyai gambaran lain
tentang apa itu tarekat, tasawuf dan kesufian, maka jawaban yang hendak
diberikan mestilah dikaji dengan teliti terlebih dahulu.
Syariat Islam
Post By.Manggala Sukma
Arti Syariat
Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah
sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum.
Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir
atau datang pada syari’ah.
Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir
atau datang pada syari’ah.
Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia.
Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a”
atau “istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum.
Dalam hal ini Allah berfirman,
“Untuk setiap umat di antara kamu
(umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya)
Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.”
[QS. Al-Maidah (5): 48]
Dalam hal ini Allah berfirman,
“Untuk setiap umat di antara kamu
(umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya)
Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.”
[QS. Al-Maidah (5): 48]
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at
(peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui.”
[QS. Al-Maidah (5): 18].
[QS. Al-Maidah (5): 18].
“Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu tentang
agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.”
[QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
[QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah
“maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.”
Artinya,
hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt.
melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia,
agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang,
dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
“maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.”
Artinya,
hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt.
melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia,
agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang,
dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi
frase Syari’at Islam (asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini
berarti, ” maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani
sayyidinaa muhammadin ‘alaihi afdhalush shalaati was salaami sawaa-un
akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min qaulin au fi’lin au
taqriirin.” Maksudnya, syari’at Islam adalah hukum-hukum
peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia
melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang
berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian
Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu pengertian
khusus. Ithlaaqul ‘aammi wa yuraadubihil khaashsh
(disebut umum padahal dimaksudkan khusus).
(disebut umum padahal dimaksudkan khusus).
============================================================
I like it very much
BalasHapusasskmua'alaikum,,,bissakah hamba mengikuti jejak beliu,,,y allah
BalasHapus