Kitab Kimyatus-saadah : Imam Ghozaly RA
PENDAHULUAN
Ketahuilah bahawa manusia ini bukanlah dijadikan
untuk gurau-senda atau "sia-sia" saja. Tetapi adalah dijadikan
dengan 'Ajaib sekali dan untuk tujuan yang besar dan mulia. Meskipun
manusia itu bukan Qadim (kekal dari azali lagi), namun ia hidup
selama-lamanya. Meskipun tubuhnya kecil dan berasal dari bumi,
namun Ruh atau Nyawa adalah tinggi dan berasal dari sesuatu yang bersifat
Ketuhanan. Apabila hawa nafsunya dibersihkan sebersih-bersihnya,
maka ia akan mencapai taraf yang paling tinggi. Ia tidak lagi menjadi
hamba kepada hawa nafsu yang rendah. Ia akan mempunyai sifat-sifat
seperti Malaikat.
Dalam peringkat yang tinggi itu, didapatinya
SyurgaNya adalah dalam bertafakur mengenang Alloh Yang Maha Indah dan Kekal
Abadi.
Tidaklah lagi ia tunduk kepada kehendak-kehendak kebendaan dan kenafsuan semata-mata. Al-Kimiya' Keruhanian yang membuat pertukaran ini. Seorang manusia itu adalah ibarat Kimia yang menukarkan logam biasa (Base Metal) menjadi emas. Kimia ini bukan senang hendak dicari. Ia bukan ada dalam sebarang rumah orang.
Kimia ini ialah ringkasnya berpaling dari dunia dan menghadap kepada Alloh Subhanahuwa Taala.
Bahan-bahan Kimia ini adalah empat :
Tidaklah lagi ia tunduk kepada kehendak-kehendak kebendaan dan kenafsuan semata-mata. Al-Kimiya' Keruhanian yang membuat pertukaran ini. Seorang manusia itu adalah ibarat Kimia yang menukarkan logam biasa (Base Metal) menjadi emas. Kimia ini bukan senang hendak dicari. Ia bukan ada dalam sebarang rumah orang.
Kimia ini ialah ringkasnya berpaling dari dunia dan menghadap kepada Alloh Subhanahuwa Taala.
Bahan-bahan Kimia ini adalah empat :
1. Mengenal Diri
2. Mengenal Alloh
3. Mengenal Dunia ini Sebenarnya. (Hakikat Dunia)
4. Mengenal Akhirat sebenarnya (Hakikat Akhirat)
2. Mengenal Alloh
3. Mengenal Dunia ini Sebenarnya. (Hakikat Dunia)
4. Mengenal Akhirat sebenarnya (Hakikat Akhirat)
Tambah lagi satu bahan-bahan kimianya yaitu Mencintai Alloh
sebagaimana yang terdapat dalam bab-bab.
Kita akan teruskan perbincangan kita berkenaan bahan-bahan ini satu-persatu...Insya Alloh.
Untuk menerangkan Al-Kimiya' itu dan cara-cara operasinya, maka pengarang (Imam Ghazali) coba menulis Kitab ini dan diberi judul "Al-Kimiya' As-Saadah" yakni Kimia Kebahagiaan. Bahwa perbendaharaan Tuhan dimana Kimia ini boleh didapati ialah Hati Para Ambiya' dan pewaris-pewarisNya dari kalangan ulama-ulama Sufi kalangan Aulia Alloh. Barang siapa yang mencarinya selain itu adalah sia-sia dan akan Muflis (bangkrut) di Hari Pengadilan kelak apabila ia mendengar suara yang mengatakan :
Kita akan teruskan perbincangan kita berkenaan bahan-bahan ini satu-persatu...Insya Alloh.
Untuk menerangkan Al-Kimiya' itu dan cara-cara operasinya, maka pengarang (Imam Ghazali) coba menulis Kitab ini dan diberi judul "Al-Kimiya' As-Saadah" yakni Kimia Kebahagiaan. Bahwa perbendaharaan Tuhan dimana Kimia ini boleh didapati ialah Hati Para Ambiya' dan pewaris-pewarisNya dari kalangan ulama-ulama Sufi kalangan Aulia Alloh. Barang siapa yang mencarinya selain itu adalah sia-sia dan akan Muflis (bangkrut) di Hari Pengadilan kelak apabila ia mendengar suara yang mengatakan :
"Kami telah angkat tirai dari kamu,
dan pandangan kamu hari ini sangat tajam dan nyata". (Qaaf:22)
Alloh Subhanahuwa Taala telah turunkan ke bumi ini 124,000
orang Ambiya untuk mengajar manusia tentang bahan-bahan Al-Kimiya ini.
Bagaimana hendak menyucikan hati mereka dari sifat-sifat rendah dan keji
itu. Ikuti perkembangan perbincangan Imam Ghazali ini dari satu tingkat
ke satu tingkat yang membuka jalan-jalan orang-orang Sufi yang mencapai Maqam
Mahabbah, puncak tertinggi kebahagiaan yang ingin dimiliki oleh orang-orang
yang Mengenal Alloh.
ANAK KUNCI UNTUK MENGENAL ALLOH
Mengenal diri itu adalah "Anak Kunci" untuk
Mengenal Alloh. Hadis ada mengatakan :
MAN 'ARAFA NAFSAHU FAQAD 'ARAFA RABBAHU
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Alloh)
Firman Alloh Taala :
Firman Alloh Taala :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS.
41:53)
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri. Jika anda
tidak kenal diri sendiri, bagaimana anda hendak tahu hal-hal yang
lain? Yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk
lahir anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain anggota anda
itu. karena mengenal semua hal itu tidak akan membawa kita mengenal
Alloh. Dan bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda yaitu bila anda
lapar anda makan, bila dahaga anda minum, bila marah anda memukul
dan sebagainya. Jika anda bermaksud demikian, maka binatang itu
sama juga dengan anda. Yang dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu
ialah:
Apakah yang ada dalam diri anda itu?
Dari mana anda datang? Kemana anda pergi? Apakah
tujuan anda berada dalam dunia fana ini? Apakah sebenarnya bagian dan apakah
sebenarnya derita?
Sebagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak
kebinatangan. Sebagian pula bersifat Iblis dan sebagian pula bersifat
Malaikat. Anda hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada, dan yang
tidak perlu. Jika anda tidak tahu, maka tidaklah anda tahu
di mana letaknya kebahagiaan anda itu.
Kerja binatang ialah makan, tidur dan berkelahi.
Jika anda hendak jadi binatang, buatlah itu saja. Iblis dan syaitan
itu sibuk hendak menyesatkan manusia, pandai menipu dan
berpura-pura. Kalau anda hendak menurut mereka itu, lakukan
sebagaimana kerja-kerja mereka itu. Malaikat sibuk dengan memikir dan
memandang Keindahan Ilahi. Mereka bebas dari sifat-sifat
kebinatangan.
Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan,
maka berusahalah menuju asal anda itu agar dapat anda mengenali dan menuju pada
Alloh Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu. Sebaiknya
hendaklah anda tahu kenapa anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan
itu.
A dakah sifat-sifat kebinatangan itu akan menaklukkan anda
atau adakah anda menakluki mereka?. Dan dalam perjalanan anda ke atas
martabat yang tinggi itu, anda akan gunakan mereka sebagai tunggangan dan
sebagai senjata.
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir, yaitu tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati atau Ruh . Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri tubuh.
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir, yaitu tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati atau Ruh . Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri tubuh.
Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu ialah satu
hal yang dapat menggunakan semua kekuatan, yang lain itu hanyalah
sebagai alat dan kaki tangannya saja. Pada hakikat hati itu bukan
termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi adalah termasuk dalam Alam
Ghaib. Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang melawat negeri
asing untuk tujuan berniaga dan akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri
asalnya. Mengenal hal seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang menjadi
"Anak Kunci" untuk mengenal Alloh.
Sedikit ide tentang hakikat Hati atau Ruh ini bolehlah
didapati dengan memejamkan mata dan melupakan segala hal yang lain kecuali diri
sendiri. Dengan cara ini, dia akan dapat melihat tabiat atau
keadaan "diri yang tidak terbatas itu". Meninjau lebih dalam
tentang Ruh itu adalah dilarang oleh hukum. Dalam Al-Quran ada diterang,
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (Bani Israil:85)
Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang Ruh itu dan ia
adalah mutiara yang tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan ia
termasuk dalam "Alam Amar/perintah". Ia bukanlah tanpa
permulaan. Ia ada permulaan dan diciptakan oleh Alloh. Pengetahuan
falsafah yang tepat mengenai Ruh ini bukanlah permulaan yang harus ada dalam
perjalanan Agama, tetapi adalah hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh
dalam jalan itu, seperti tersebut di dalam Al-Quran :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(Al-Ankabut:69)
Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini, bagi
upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan, maka
- Tubuh itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan,
- Ruh itu ibarat Raja.
- Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu ibarat satu pasukan tentara.
- Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana Menteri.
- Perasaan itu ibarat Pemungut pajak, perasaan itu terus ingin merampas dan merampok.
- Marah itu ibarat Pegawai Polisi,
- marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekerasan.
Perasaan dan marah ini perlu ditundukkan di bawah
perintah Raja. Bukan dibunuh atau dimusnahkan karena mereka ada tugas
yang perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan marah menguasai
Aqal, maka tentulah Ruh akan hancur.
Ruh yang membiarkan kekuatan bawah menguasai
kekuatan atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada
kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang
zalim. Orang yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis atau binatang
atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya
yaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu. Dan semua sifat-sifat atau
ciri-ciri ini akan nampak dengan bentuk-bentuk yang jelas di Hari Pengadilan.
- Orang yang menurut hawa nafsu nampak seperti babi,
- Orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala,
- Orang yang suci seperti Malaikat.
Tujuan disiplin akhlak (moral) ialah untuk membersihkan Hati
dari karat-karat hawa nafsu dan amarah, sehingga ia jadi seperti cermin
yang bersih yang akan memantulkan Cahaya Alloh Subhanahuwa Taala.
Mungkin ada orang bertanya,
"Jika seorang itu telah dijadikan dengan
mempunyai sifat-sifat binatang, Iblis dan juga Malaikat,
bagaimanakah kita hendak tahu yang sifat-sifat Malaikat itu adalah sifatnya
yang hakiki dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan sengaja?"
Jawabannya ialah mutiara atau inti sesuatu makhluk itu ialah
dalam sifat-sifat yang paling tinggi yang ada padanya dan khusus baginya.
Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis binatang pembawa
barang-barang, tetapi kuda itu dianggap lebih tinggi darjatnya dari
keledai karena kuda itu digunakan untuk peperangan. Jika ia tidak boleh
digunakan dalam peperangan, maka turunlah ke bawah derajatnya kepada
derajat binatang pembawa barang-barang. saja.
Begitu juga dengan manusia; daya yang paling tinggi
padanya ialah ia bisa berfikir yaitu Aqal. Dengan pikiran itu dia bisa
memikirkan hal-hal Ketuhanan. Jika daya berfikir ini yang meliputi
dirinya, maka bila ia mati (bercerai nyawa dari tubuh) , ia
akan meninggalkan di belakang semua kecenderungan pada hawa nafsu dan
marah, dan layak duduk bersama dengan Malaikat. Jika berkenaan
dengan sifat-sifat Kebinatangan, maka manusia itu lebih rendah tarafnya
dari binatang, tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi tarafnya,
karena Al-Quran ada menerangkan bahwa,
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman:20)
Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai manusia,
maka setelah mati, ia akan memandang terhadap keduniaan dan
merindukan keindahan di dunia saja.
Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan kekuasaan
dan pengetahuan yang sangat menakjubkan.
Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat menguasai
segala cabang ilmu dan Sains.
Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekejap mata.
Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekejap mata.
Dapat memetakan langit dan mengukur jarak antara
bintang-bintang.
Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap ikan ikan
dari laut dan burung-burung dari udara.
Menundukkan binatang-binatang untuk tunduk kepadanya
seperti gajah, unta dan kuda.
Lima indera (pancaindera) manusia itu adalah ibarat lima
buah pintu terbuka menghadap ke Alam Nyata (Alam Syahadah) ini.
Lebih ajaib dari itu lagi ialah Hati. Hatinya itu adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.
Lebih ajaib dari itu lagi ialah Hati. Hatinya itu adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.
Dalam keadaan tidur, apabila pintu-pintu dunia
tertutup, pintu Hati ini terbuka dan manusia menerima berita atau kesan-kesan
dari Alam Ghaib dan kadang-kadang membayangkan hal-hal yang akan datang.
Maka hatinya adalah ibarat cermin yang memantulkan (bayangan) apa yang
tergambar di Luh Mahfuz. Tetapi meskipun dalam tidur, pikiran
tentang hal-hal keduniaan akan menggelapkan cermin ini. maka gambaran
yang diterimanya tidaklah terang. Setelah lepasnya nyawa dengan tubuh
(mati), Pikiran-pikiran tersebut hilang sirna dan segala sesuatu
terlihatlah dalam keadaan yang sebenarnya.
Firman Alloh dalam Al-Quran :
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal)
ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf:22).
PEMBUKAAN HATI KE ALAM GHAIB
Pembukaan pintu hati ke Alam Ghaib ini berlaku juga
dalam kondisi-kondisi yang dekat Wahyu Kenabian, di mana Intuisi
atau Wahyu atau Ilham terbit dalam pikiran tanpa di bawa melalui
saluran-saluran indera(pancaindera) sebagaimana seseorang itu menyucikan
dirinya dari pengaruh nafsu kebendaan dan menumpukan(konsentrasi) pikirannya
kepada Alloh. Maka semakin bertambah teranglah kesadarannya pada Intuisi
atau Ilham yang seperti itu. Mereka yang tidak tahu tentang hal
ini tidak berhak menafikan hakikat tersebut.
Intuisi (Ilham) ini bukanlah terbatas bagi mereka Kenabian
saja. Ibarat besi, jika selalu digosok dan digilap akan
menjadi berkilat seperti cermin. Begitu juga jiwa dan pikiran yang
diasuh dengan disiplin sedemikian rupa akan dapat menerima informasi dari Alam
Ghaib itu. Sebab itulah Nabi Muhammad SAW. ada bersabda,
"Tiap-tiap kanak-kanak itu dilahirkan dalam
keadaan Islam (fitrah), maka kemudian ibu-bapanyalah yang menjadikannya
Yahudi atau Nasrani atau Majusi"
Tiap-tiap manusia dalam kesadaran batinnya yang dalam itu
pernah mendengar pertanyaan;
Bukankah aku ini Tuhanmu?"
dan mereka menjawab; "Ya", sebenarnya" tetapi
sesetengah hati adalah ibarat cermin yang penuh debu dan berkarat sehingga
tidak memberi bayangan apa-apa di dalamnya. Tetapi hati Ambiya dan Aulia
meskipun mereka itu manusia biasa yang mempunyai perasaan seperti kita,
mereka sangat senang dan cepat menerima semua gambaran atau Ilham Ketuhanan
Yang Maha Tinggi itu.
Bukanlah karena Ilmu yang didapati dari Ilham atau Wahyu
atau Intuisi itu saja yang menyebabkan Ruh manusia itu dapat menduduki martabat
pertama atau paling tinggi di kalangan makhluk, tetapi juga oleh karena
kekuasaannya(Ruh). Sebagaimana Malaikat-malaikat menguasai atau
memerintah unsur-unsur, maka begitu jugalah Ruh itu. Ia memerintah
anggota-anggota tubuh. Ruh-ruh yang mencapai peringkat kekuasaan yang
khusus bukan saja memerintah tubuh mereka sendiri tetapi juga tubuh-tubuh
yang lain.
Jika mereka menginginkan orang sakit supaya sembuh,
maka sembuhlah ia, atau orang yang sehat bisa disakitinya; atau
jika mereka inginkan seseorang supaya datang kepada mereka, maka
datanglah orang itu.
Oleh karena kerja-kerja Ruh yang kuat ada dua macam;
yaitu baik dan jahat, maka perbuatan mereka itu pun dibagikan dua macam
juga yaitu Mukjizat dan yang lagi satu Sihir.
Ruh-ruh yang kuat ini berbeda dari Ruh-ruh orang biasa dalam
tiga hal:
Apa yang orang lain dapat lihat secara mimpi dalam
tidur, mereka lihat dalam jaga.
Orang lain hanya dapat menguasai tubuh mereka sendiri
saja, mereka ini dapat menguasai tubuh-tubuh selain diri mereka juga.
Orang lain mendapat Ilmu dengan belajar dan mengkaji
bersungguh-sungguh, mereka ini mendapat Ilmu itu secara Ilham atau Wahyu.
Bukanlah ini saja tanda yang membedakan mereka dari orang
biasa. Ada lagi yang lain. Tetapi itulah saja yang kita
ketahui. Sebagaimana juga kita ketahui yaitu Alloh itu saja yang
mengenal DiriNya Yang Sebenar-benarNya, begitu jugalah hanya
Nabi-nabi itu juga yang mengenal Hakikat Kenabian itu sebenarnya. Ini tidaklah
mengherankan. Sedangkan dalam kehidupan sehari-harian ini pun kita
mengalami kesulitan untuk menerangkan keindahan sesuatu Syair atau Puisi kepada
orang yang tidak tahu dan tidak faham tentang Syair dan Puisi; atau
keindahan warna pada orang buta.
Di samping ketidakmampuan, ada hal lain lagi
yang menghalang seseorang itu mencapai Hakikat Keruhanian. Satu
daripadanya ialah Ilmu yang diperolehi dari luar.
Sebagai ibarat, hati itu adalah sebuah telaga,
dan lima indera ialah lima batang pipa air yang sentiasa mengalirkan air
ke telaga itu. Untuk mengetahui isi telaga itu sebenarnya, pipa air
itu hendaklah dihentikan mengalir ke dalam telaga itu untuk sementara
waktu, dan sampah-sampah yang di bawa oleh pipa air itu hendaklah
dibuang dari telaga itu. Demikianlah ibaratnya.
Sekiranya kita hendak mencapai Hakikat Keruhanian yang suci
itu, maka kita hendaklah sementara waktu menepikan Ilmu yang diperolehi
dari proses luar (yaitu yang datang dari luar seperti belajar, membaca
dan sebagainya) di mana biasanya telah menjadi beku dan keras dan bersifat
Prasangka (Doqmatic Prejudice).
Di samping itu ada pula satu kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang pendek IlmuNya, yaitu setelah mereka mendengar percakapan orang-orang Sufi, mereka pun merendah-rendahkan taraf ilmu. Ini adalah ibarat seorang yang bukan ahli dalam bidang Ilmu Kimia mengatakan, "Kimia itu lebih baik dari emas!", dan ia enggan menerima apabila emas diberikan kepadanya. Kimia lebih baik dari emas, tetapi ahli-ahli Kimia yang sebenar-benar pakar sangat sedikit bilangannya. Begitu jugalah ahli-ahli Sufi yang pakar sebenarnya amat sedikit bilangannya.
Di samping itu ada pula satu kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang pendek IlmuNya, yaitu setelah mereka mendengar percakapan orang-orang Sufi, mereka pun merendah-rendahkan taraf ilmu. Ini adalah ibarat seorang yang bukan ahli dalam bidang Ilmu Kimia mengatakan, "Kimia itu lebih baik dari emas!", dan ia enggan menerima apabila emas diberikan kepadanya. Kimia lebih baik dari emas, tetapi ahli-ahli Kimia yang sebenar-benar pakar sangat sedikit bilangannya. Begitu jugalah ahli-ahli Sufi yang pakar sebenarnya amat sedikit bilangannya.
Orang yang hanya tahu sedikit saja berkenaan Kesufian adalah
tidak lebih tinggi martabatnya dari orang-orang yang berpengetahuan.
Begitu juga orang yang baru mencoba beberapa percobaan dalam bidang
Kimia, janganlah hendak merendah-rendahkan orang yang kaya.
Orang-orang yang melihat berkenaan hal ini tentu akan
melihat betapa kebahagian itu adalah sebenarnya berkaitan dengan Mengenal
Alloh Subhanahuwa Taala. Tiap-tiap anggota kita ini suka dan
tertarik dengan apa yang sebenarnya dia dirasakannya.
Misalnya :
Misalnya :
Hawa nafsu suka dengan apa yang dikehendakinya.
Marah suka dengan membalas dendam.
Mata suka dengan benda yang indah.
Telinga suka mendengar musik yang merdu dan
sebagainya.
Fungsi (tugas) Ruh manusia yang paling tinggi ialah
Menyaksikan atau Melihat Hakikat, dan di sanalah ia mendapat ketertarikan
dan kebahagiannya. Seorang itu amat gembira diberi jabatan Perdana
Menteri, tetapi kegembiraan itu akan bertambah jika Raja berkawan baik
dengannya dan menceritakan kepadanya rahasia-rahasia negeri.
Ahli Ilmu Falak (Astronom) dengan ilmunya dapat membuat
peta-peta bintang dan perjalanan falaknya, akan merasa lebih tertarik
pada ilmunya itu daripada pemain catur dengan ilmunya. Tidak ada yang
lebih tinggi dari Alloh Subhanahuwa Taala.
Alangkah besarnya ketertarikan dan kebahagiaan yang
didapati oleh seseorang itu hasil dari Makrifat Alloh.
Barangsiapa yang sudah hilang keinginan untuk mencapai Ilmu
yang sedemikian tinggi itu, maka orang itu adalah ibarat orang yang
habis seleranya untuk memakan makanan yang baik-baik; atau pun seperti
orang yang lebih suka memakan tanah daripada memakan roti. Semua selera
tubuh kasar ini hilang apabila mati (bercerai nyawa dengan tubuh).
Selera itu mati bersama tubuh kasar itu. Tetapi Ruh tidak mati dan ia
tetap membawa apa juga Ilmu tentang Ketuhanan yang ada padanya, bahkan
menambahkan Ilmu itu lagi.
Sebagian hal penting berkenaan Ilmu kita tentang Alloh
adalah timbul dari kajian dan pemikiran kita tentang tubuh kita sendiri,
yang membukakan kepada kita kekuatan, kebijaksanaan dan Cinta Tuhan Yang
Menjadikan segalanya. KekuasaanNya menunjukkan betapa setitik air
dijadikan kita seorang manusia yang cukup lengkap dan sempurna.
KebijaksanaanNya ditunjukkan dengan betapa rumit dan sulitnya anggota-anggota
tubuh kita dan saling persesuaian antara bagian-bagian anggota tubuh itu antara
satu dengan yang lain. CintaNya ditunjukkan dengan KurniaNya kepada kita
bukan saja anggota-anggota yang paling penting untuk hidup seperti
jantung, hati, otak, tetapi juga anggota-anggota tubuh
yang tidak paling penting seperti tangan, kaki, lidah dan mata.
Kemudian ditambah pula dengan perhiasan seperti hitam rambut,
merahnya bibir, bulu mata yang melentik dan sebagainya.
Maka sewajarnyalah manusia itu diibaratkan sebagai "
ALAM KECIL" dalam dirinya sendiri bentuk dan susunan tubuh itu
hendak dikaji bukan saja oleh mereka yang hendak jadi dokter tetapi juga
hendaklah dikaji oleh mereka yang ingin mencapai Makrifatulloh, sebagaimana
juga mengkaji secara mendalam tentang susunan keindahan bahasa dalam Puisi yang
agung akan membukakan kepada kita kebijaksanaan pengarangnya.
Bahwa Ilmu atau Mengenal Ruh itu memainkan peranan yang
lebih penting untuk membawa kepada Makrifatulloh; lebih penting dari
mengenal tubuh dan tugas-tugasnya. Tubuh ini ibarat kuda tunggangan dan
Ruh itu ibarat Penunggangnya. Tubuh itu dijadikan untuk Ruh, dan
Ruh itu untuk tubuh. Jika seseorang itu tidak tahu dirinya yang mana
adalah yang paling dekat dengan Dia, maka apakah gunanya ia mengenal yang
lain? Ibarat pengemis, yang dirinya sendiri pun susah hendak
makan berkata pula ia akan memberi makan kepada penduduk sebuah kampung.
Dalam bab ini kita akan coba sedikit-sebanyak membicarakan
keagungan Ruh manusia.
Orang yang tidak peduli kepada jiwa atau RuhNya dan
membiarkan Ruh atau jiwa itu berkarat dan gelap, maka rugilah ia di dunia
dan di akhirat juga.
Keagungan seseorang manusia itu sebenarnya terletak pada
usaha untuk menuju Yang Kekal Abadi. Jika tidak, dalam dunia fana
ini, manusia itulah yang paling lemah dari segala makhluk karena tunduk
kepada kepada lapar, dahaga, panas, sejuk dan dukacita.
Hal yang paling disukai biasanya paling bahaya
kepadanya, dan hal yang memberi faedah hanya dapat diperolehi melalui
usaha dan susah payah. Berkenaan dengan Aqalnya pula, kesalahan
yang sedikit saja pada otak bisa menyebabkan ia gila dan rusak. Berkenaan
kekuasaan pula, gigitan nyamuk saja telah cukup menyebabkan ia resah
gelisah dan tidak dapat tidur. Berkenaan dengan perasaan pula, dia
rasa dukacita hanya dengan kehilangan beberapa sen uang. Berkenaan
dengan kecantikan pula, dia tidak lebih dari hal yang kotor dibalut
dengan kulit yang licin lunak. Tanpa dibasuh selalu, ia
menjadi tidak menarik lagi.
Pada hakikatnya, manusia itu dalam dunia ini adalah
sangat lemah dan hina. Hanya di akhirat kelak manusia itu akan bernilai
dan berharga. Maka dengan cara "Kimia Kebahagiaan" dia
meningkat naik dari peringkat binatang kepada peringkat Malaikat. Kalau
tidak, peringkat lebih hina dan rendah dari binatang yang akan hancur dan
akan jadi tanah. Maka perlulah bagi manusia di samping sadar tentang
ketinggian martabatnya dari semua makhluk, sadarlah hendaknya tentang
lemah hinanya, karena itu pun adalah satu "anak kunci"
membuka pintu Mengenal Alloh (Makrifatulloh).
MENGENAL ALLOH SWT
Satu Hadis Nabi Muhammad SAW. yang masyhur ialah;
"Siapa yang mengenal dirinya, mengenal ia
akan TuhanNya"
Ini berarti dengan mematuhi dan memikirkan tentang dirinya
dan sifat-sifatnya, manusia itu bisa sampai mengenal Alloh. Tetapi
oleh karena banyak juga orang yang memikirkan tentang dirinya tetapi tidak
dapat mengenal Tuhan, maka tentulah ada cara-caranya yang khusus bagi
mengenal ini.
Sebenarnya ada dua cara untuk mencapai pengetahuan atau
pengenalan ini. Salah satunya sangat sulit dan sukar difahami oleh
orang-orang biasa, maka cara yang ini tidak usahlah kita terangkan di
sini. Yang satu cara lagi adalah seperti berikut:
Apabila seseorang memikirkan dirinya, dia tahu bahwa
ada suatu ketika ia tidak berwujud, seperti tersebut dalam
Al-Quran:
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu sesuatu
yang dapat disebut?” (Al Insan:1)
Selanjutnya ia juga tahu bahwa ia dijadikan diri setitik air
yang tidak ada akal, pendengar,
penglihatan, kepala, tangan, kaki dan sebagainya, dari sini
teranglah bahwa walau bagaimanapun seseorang itu mencapai taraf kesempurnaan,
tidaklah dapat ia membuat dirinya sendiri meeskipun hanya sehelai
rambut.
Kemudian pula jika ia setitik air, alangkah lemahnya
ia? Demikianlah seperti yang kita lihat di bab pertama dulu,
didapatinya dalam dirinya kekuasaan, kebijaksanaan dan kecintaannya
terhadap Alloh terbayang dalam bentuk yang kecil. Jika semua manusia
dalam dunia ini berkumpul dan mereka tidak mati, niscaya mereka tidak
dapat mengubah dan memperbaiki bentuk walau satu bagian dari tubuhnya itu.
Misalnya, dalam penggunaan gigi depan dan gigi samping
untuk menghancurkan makanan, penggunaan lidah, air liur,
tengkuk, kerongkong, kita dapatinya penciptaan itu tidak dapat
diperbaiki lagi. Begitu juga, fikirkan pula tangan dan jari
kita. Jari ada lima dan tidak pula sama panjang, empat daripada
jari itu mempunyai tiga persendian, dan ibu jari hanya ada dua
persendian, dan lihat pula bagaimana ia bisa digunakan untuk memegang,
mencincang, memukul dan sebagainya. Jelas sekali
manusia tidak akan dapat berbuat demikian, meski hendak menambah atau
mengurangkan jumlah jari itu dan susunannya .
Lihat pula makanan, tempat tinggal kita dan
sebagainya. Semuanya cukup dikurniakan oleh Alloh yang maha kaya.
Tahulah kita bahwa rahmat atau Kasih Sayang Alloh itu sama dengan Kekuasaan dan
Kebijaksanaan-Nya, seperti firman Alloh Subhanahuwa Taala.
"RahmatKu itu lebih besar dari kemurkaanKu"
Dan sabda Nabi SAW:
"Alloh itu sayang kepada hamba-hambanya lebih
dari sayang ibu kepada anaknya"
Demikianlah, dari makhluk yang
dijadikanNya, manusia bisa tahu tentang wujud Alloh, dari
keajaiban tubuhnya, ia dapat tahu tentang Kekuasaan dan Kebijaksanaanya
Alloh; dan dari kurnia rezeki Tuhan yang tidak terbatas itu,
nampaklah Cinta Alloh kepada hambaNya.
Dengan cara ini, mengenal diri sendiri itu menjadi
anak kunci kepada pintu untuk mengenal Alloh Subhanawa Taala.
Sifat-sifat manusia itu adalah bayangan Sifat-sifat
Alloh. Begitu juga cara wujud ruh manusia itu memberi kita sedikit
pandangan tentang wujud Alloh, yaitu Alloh dan ruh itu tidak
kelihatan, tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan, tidak
tunduk kepada ruang dan waktu, diluar kemampuan kuantitas (jumlah) dan
kualitas, dan tidak bisa diperikan dengan bentuk, warna atau
ukuran. Orang merasa sulit hendak membentuk satu konsep berkenaan
hakikat-hakikat ini karena ia tidak termasuk dalam bidang kualitas dan
kuantitas, dan sebagainya, tetapi coba perhatikan betapa susah dan
payahnya memberi konsep tentang perasaan kita sehari-hari seperti marah,
suka, cinta dan sebagainya.
Semua itu adalah konsep pikiran atau tanggapan khayalan, dan tidak dapat dikenali oleh indera. kualiti, kuantiti dan sebagainya dan itu adalah konsep indera (tanggapan pancaindera). Sebagaimana telinga kita tidak dapat megenal warna, dan mata kita tidak dapat mengenal bunyi, maka begitu jugalah mengenal Ruh dan Alloh itu bukanlah dengan inderanya.
Semua itu adalah konsep pikiran atau tanggapan khayalan, dan tidak dapat dikenali oleh indera. kualiti, kuantiti dan sebagainya dan itu adalah konsep indera (tanggapan pancaindera). Sebagaimana telinga kita tidak dapat megenal warna, dan mata kita tidak dapat mengenal bunyi, maka begitu jugalah mengenal Ruh dan Alloh itu bukanlah dengan inderanya.
Alloh itu adalah Pemerintah alam semesta raya ini. Dia
tidak tunduk kepada ruang dan waktu, kuantiti dan kualiti, dan
menguasai segala makhluknya. Begitu juga ruh itu memerintah tubuh dan
anggotanya. Ia tidak bisa dilihat, tidak bisa dibagi-bagi atau
dipecah-pecahkan dan tidak tunduk kepada tempat tertentu.
Karena bagaimana mungkin sesuatu yang tidak bisa
dibagi-bagikan itu diletakan ke dalam sesuatu yang bisa dibagi atau
dipecah?
Dari keterangan yang kita baca diatas itu, dapatilah
kita lihat bagaimana benarnya sabda Nabi SAW.:
" Alloh jadikan manusia menurut rupanya".
Setelah kita mengenal Zat dan Sifat Alloh hasil dari
bertafakur kita tentang zat dan sifat Ruh, maka sampailah pengenalan kita
kepada cara-cara kerja dan pemerintahan Alloh Taala dan bagaimana ia mewakilkan
kuasa-kuasaNya kepada malaikat-malaikat, dan lain-lain.
Dengan cara bertafakur tentang bagaimana diri kita
memerintah alam kecil kita sendiri.
Kita ambil satu contoh:
Katakanlah seorang manusia hendak menulis nama Alloh.
Mula-mulanya kehendak atau keinginan itu terkandung dalam hatinya.
Kemudian dibawa ke otak oleh daya ruhani. Maka bentuk perkataan
"Alloh" itu terdapat dalam khayalan atau pikiran otak
itu. Selepas itu ia mengembara melalui saluran urat saraf, lalu
menggerakkan jari dan jari itu mengerakkan pena. Maka tertulislah nama
"Alloh" atas kertas, serupa seperti yang ada didalam otak
penulis itu.
Begitu juga apabila Alloh Subahanahuwa Taala hendak
menjadikan sesuatu hal, Ia mula-mulanya nampak dalam peringkat
keruhanian yang disebut didalam Quran sebagai "Al-'Arasy". Dari
situ ia turun dengan urusan Keruhanian ke peringkat yang di bawahnya yang
digelar "Al-Kursi". Kemudian bentuknya nampak dalam
"Al-Luh Al-Mahfuz". Dari situ dengan perantaraaan tenaga-tenaga
"Malaikat" terbentuklah hal itu dan kelihatanlah di atas bumi
ini dalam bentuk tumbuh-tumbuhan, pokok-pokok dan binatang, yang
mewakilkan atau menggambarkan Iradat dan Ilmu Alloh.
Sebagaimana juga huruf-huruf yang tertulis, yang
menggambarkan keinginan dan kemauan yang terbit dan terkandung dalam hati, dan
bentuk itu dalam dalam otak penulis tadi.
Tidak ada orang yang tahu Hal Raja melainkan Raja itu
sendiri. Alloh telah memberi kita Raja dalam bentuk yang kecil yang
memerintah kerajaan yang kecil. Dan ini adalah satu salinan kecil Diri
(Zat)Nya dan KerajaanNya. Dalam kerajaan kecil pada manusia itu, Arash
itu ialah Ruhnya; ketua segala Malaikat itu ialah hatinya, Kursi
itu otaknya, Luh Mahfuz itu ruang khazanah khayalan atau pikirannya. Ruh
itu tidak bertempat dan tidak bisa dibagikan dan ia memerintah tubuhnya
sebagaimana Alloh memerintah Alam Semester Raya ini. Pendeknya,
tiap-tiap orang manusia itu diamanahkan dengan satu kerajaan kecil dan
diperintahkan supaya jangan lengah dan lalai mengatur kerajaan itu.
Berkenaan dengan mengenal ciptaan Alloh Subhanahuwa
Taala, ada banyak derajat pengetahuan. Ahli Ilmu Alam yang biasa
adalah ibarat semut yang merangkak atas sekeping kertas dan memperhatikan
huruf-huruf hitam terbentang di atas kertas itu dan merujukkan sebab kepada pena
atau qalam itu saja.
Ahli Ilmu Falak adalah ibarat semut yang luas sedikit
pandangannya dan nampak jari-jari tangan yang menggerakkan pena itu,
yaitu ia tahu bahwa unsur-unsur itu adalah daya bintang-bintang,
tetapi dia tidak tahu bahwa bintang itu adalah di bawah kuasa Malaikat.
Oleh karena berbeda-bedanya derajat pandangan manusia
itu, maka tentulah timbul perbedaan hasil atau kesan. Mereka yang
tidak memandang lebih jauh dari fenomena alam nyata ini adalah ibarat orang
yang mengganggap hamba abdi yang paling rendah itu sebagai raja.
Walau bagaimanapun, adalah salah besar menganggap
hamba itu tuannya.
Karena ada perbedaan ini, maka pertengkaran akan terus
terjadi. Ini adalah ibarat orang buta yang hendak mengenal gajah.
Seseorang memegang kaki gajah itu lalu dikatakannya gajah itu seperti
tiang. Seorang lain memegang gadingnya lalu katanya gajah itu seperti
kayu bulat yang keras. Seorang lagi memegang telinganya lalu katanya
gajah itu macam kipas.
Tiap-tiap seorang mengganggap bagian-bagian itu sebagai keseluruhan. Dengan itu, ahli ilmu alam dan ahli ilmu Falak menyanggah hukum-hukum yang mereka dapat dari ahli-ahli hukum. Kesalahan dan sangkaan seperti itu terjadi juga kepada Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim menghadap kepada bintang, bulan dan matahari untuk disembah. Lama kelamaan beliau sadar siapa yang menjadikan semua-benda-benda itu, lalu bisa berkata,
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
Tiap-tiap seorang mengganggap bagian-bagian itu sebagai keseluruhan. Dengan itu, ahli ilmu alam dan ahli ilmu Falak menyanggah hukum-hukum yang mereka dapat dari ahli-ahli hukum. Kesalahan dan sangkaan seperti itu terjadi juga kepada Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim menghadap kepada bintang, bulan dan matahari untuk disembah. Lama kelamaan beliau sadar siapa yang menjadikan semua-benda-benda itu, lalu bisa berkata,
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
Kita selalu mendengar orang merujuk kepada sebab yang kedua
bukan kepada sebab yang pertama dalam hal apa yang digelar sakit.
Misalnya; jika seseorang itu tidak lagi cenderung kepada
keduniaan, segala keindahan tidak lagi dipedulikannya, dan tidak
peduli apa pun, maka dokter mengatakan, "Ini adalah
penyakit gundah gulana, dan ia perlu obat ini A"
Ahli fisika akan berkata "Ini adalah kekeringan
otak yang disebabkan oleh cuaca panas dan tidak dapat dilegakan kecuali udara
menjadi lembab."
Ahli nujum akan mengatakan bahwa itu adalah pengaruh
bintang-bintang.
"Hanya itulah kebijaksanaanya mereka" Kata
Al-Quran, tidaklah mereka tahu bahwa sebenarnya apa yang terjadi ialah:
Alloh Subahana Wataala memberi kebajikan orang yang sakit itu dan dengan
itu memerintahkan hamba-hambanya seperti bintang-bintang atau
unsur-unsur, mengeluarkan keadaan seperti itu kepada orang itu agar ia
berpaling dari dunia ini mengadap kepada Tuhan yang menjadikannya.
Pengetahuan tentang hakikat ini adalah sebuah mutiara
yang amat bernilai dari lautan ilmu yang berupa Ilham; dan
ilmu-ilmu yang lain itu jika dibandingkan dengan Ilmu Ilham ini adalah ibarat
pulau-pulau dalam lautan Ilmu Ilham itu.
Dokter, Ahli Fisika dan Ahli Nujum itu memang betul
dalam bidang ilmu mereka masing-masing. Tetapi mereka tidak tahu bahwa penyakit
itu bisa dikatakan sebagai "Tali Cinta" , yang
dengan tali itu Alloh menarik AuliaNya kepadaNya. Berkenaan ini Alloh ada
berfirman yang bermaksud;
"Aku sakit tetapi engkau tidak melawat Aku".
Sakit itu sendiri adalah satu bentuk pengalaman yang
dengannya manusia itu bisa mencapai pengetahuan tentang Alloh sebagaimana
firman Alloh melalui mulut Rasul-rasulNya,
"Sakit itu sendiri adalah hambaKu dan disertakan
kepada orang-orang pilihanKu".
Dengan ulasan-ulasan yang terdahulu, dapatlah kita meninjau
lebih mendalam lagi maksud kata-kata yang selalu diucapkan oleh orang-orang
yang beriman yaitu,
"Maha Suci Alloh" (SubhanAlloh)
"Puji-pujian Bagi Alloh (Alhamdulillah)
"Tiada Tuhan Melainkan Alloh (La ilaha illAlloh)
"Alloh Maha Besar" (Allohu Akbar).
"Puji-pujian Bagi Alloh (Alhamdulillah)
"Tiada Tuhan Melainkan Alloh (La ilaha illAlloh)
"Alloh Maha Besar" (Allohu Akbar).
Berkenaan dengan "Allohu Akbar" itu
bukanlah bermaksud Alloh itu lebih besar (secara fisik) dari makhluk,
karena makhluk itu adalah penampakan-Nya sebagaimana cahaya memperlihatkan
matahari. Tidaklah bisa dikatakan matahari itu lebih besar daripada
cahayanya. Ia bermaksud yaitu Kebesaran Alloh itu tidak dapat
diukur dan melampaui jangkauan kesadaran, dan kita hanya bisa membentuk
gambaran yang tidak sempurna dan tidak nyata berkenaanNya.
Jika seorang anak-anak bertanya kepada kita untuk menerangkan enaknya mendapat pangkat yang tinggi, kita hanya dapat mengatakan seperti perasaan anak-anak itu tatkala sedang bermain bola, meskipun pada hakikat kedua-dua itu tidak ada persamaan langsung, kecuali hanya kedua-dua hal itu termasuk dalam jenis kesenangan.
Jika seorang anak-anak bertanya kepada kita untuk menerangkan enaknya mendapat pangkat yang tinggi, kita hanya dapat mengatakan seperti perasaan anak-anak itu tatkala sedang bermain bola, meskipun pada hakikat kedua-dua itu tidak ada persamaan langsung, kecuali hanya kedua-dua hal itu termasuk dalam jenis kesenangan.
Oleh yang demikian, kata-kata "Allohu
Akbar" itu berarti Kebesaran itu melampaui semua kuasa pengenalan dan
pengetahuan kita. Tidak sempurna pengenalan kita berkenaan Alloh
itu, bukan dengan pikiran saja tetapi adalah disertai oleh ibadat dan
pengabadian kita.
Apabila seorang itu mati, maka ia berhubungan dengan
Alloh saja. Jika kita hidup dengan orang lain, kebahagiaan
kita bergantung kepada derajat kemesraan kita terhadap orang itu.
Cinta itu adalah benih kebahagiaan, dan Cinta kepada Alloh itu dituju dan dibangun melalui ibadat.
Ibadat dan sentiasa mengenang Alloh itu memerlukan kita supaya bersikap sederhana dan mengekang kehendak-kehendak tubuh. Ini bukanlah berarti semua kehendak tubuh itu dihapuskan; karena itu akan menyebabkan punahnya manusia. Apa yang diperlukan ialah membatasi kehendak-kehendak tubuh itu. Oleh karena seseorang itu bukanlah Hakim yang paling bijak untuk mengadili dirinya sendiri tentang batas itu, maka ia lebih baik merundingi pemimpin-pemimpin keruhanian dalam hal ini, dan hukum-hukum yang mereka bawa melalui Wahyu Ilahi menentukan batas yang harus diperhatikan dalam hal ini.
Cinta itu adalah benih kebahagiaan, dan Cinta kepada Alloh itu dituju dan dibangun melalui ibadat.
Ibadat dan sentiasa mengenang Alloh itu memerlukan kita supaya bersikap sederhana dan mengekang kehendak-kehendak tubuh. Ini bukanlah berarti semua kehendak tubuh itu dihapuskan; karena itu akan menyebabkan punahnya manusia. Apa yang diperlukan ialah membatasi kehendak-kehendak tubuh itu. Oleh karena seseorang itu bukanlah Hakim yang paling bijak untuk mengadili dirinya sendiri tentang batas itu, maka ia lebih baik merundingi pemimpin-pemimpin keruhanian dalam hal ini, dan hukum-hukum yang mereka bawa melalui Wahyu Ilahi menentukan batas yang harus diperhatikan dalam hal ini.
…., Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang lalim. (Al-Baqarah; 229).
Walaupun Al-Qur'an telah memberi keterangan yang
nyata, masih ada juga orang yang melanggar batas karena kejahilan mereka
tentang Alloh dan kejahilan ini adalah karena beberapa sebab,
Pertama, ada golongan manusia yang terus mencari
Alloh melalui pikiran, lalu mereka membuat kesimpulan dengan mengatakan
tidak ada Tuhan dan alam ini terjadi dengan sendirinya atau wujudnya tanpa
permulaan. Mereka ini seperti orang yang melihat surat yang tertulis
dengan indahnya, dan mereka mengatakan surat itu sedia tertulis tanpa
penulis atau ada begitu saja.Orang yang seperti ini telah jauh tersesat
dan tidak berguna berhujah dan bertengkar dengan mereka. Setengah
daripada orang-orang seperti ini adalah Ahli Fizika dan Ahli
Bintang yang telah kita sebutkan di atas tadi.
Kedua, orang karena kejahilan tentang keadaan
sebenarnya Ruh itu. Mereka menyangkal adanya hidup di Akhirat dan
menyangkal manusia itu diadili di sana . Mereka anggap diri mereka itu
satu taraf dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan dan akan hancur begitu saja.
Ketiga, orang yang percaya dengan Alloh dan Hari
Akhirat, tetapi kepercayaan atau Iman mereka itu sangat lemah.
Mereka berkata kepada diri mereka sendiri,
Pikiran mereka ini seperti orang sakit yang disuruh makan
obat, tetapi ia berkata,
"Apa untung atau ruginya dokter itu jika aku
makan obat atau tidak makan obat?" .
Memang tidak terjadi apa-apa kepada dokter itu tetapi orang
itulah yang akan bertambah sakit karena bodohnya. Tubuh yang sakit
berakhir dengan mati. Maka Ruh atau Jiwa yang sakit berakhir dengan
kesusahan dan siksaan di akhirat nanti, seperti firman Alloh Taala dalam
Al-Qur'an yang bermaksud :
"Hanya Dan barang siapa kafir maka kekafirannya
itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami
beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala isi hati.” (Luqman-23)
Keempat, ialah mereka yang berkata;
"Hukum Syariat menyuruh kita jangan marah, jangan menurut nafsu, jangan bersikap munafik. Ini tidak mungkin karena sifat-sifat ini memang telah ada semula jadi pada kita. Lebih baik tuan suruh saya membuat yang hitam itu jadi putih".
"Hukum Syariat menyuruh kita jangan marah, jangan menurut nafsu, jangan bersikap munafik. Ini tidak mungkin karena sifat-sifat ini memang telah ada semula jadi pada kita. Lebih baik tuan suruh saya membuat yang hitam itu jadi putih".
Mereka ini sebenarnya bodoh. Mereka jahil dengan hukum
Syariat. Hukum Syariat tidak menyuruh manusia membuang sama sekali
perasaan itu, tetapi hendaklah dikendalikan supaya tidak melanggar batas
yang dibenarkan. Supaya terhindar dari dosa besar, dan kita bisa
memohon keampunan terhadap dosa-dosa kita yang kecil. Sedangkan
Rasulullah ada bersabda,
"Saya ini manusia juga seperti kamu, dan
marah juga seperti orang lain".
Firman Alloh dalam Al-Qur'an:
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Al-Imran:146)
Ini berarti bukan mereka yang tidak ada perasaan
marah.
Kelima, ialah mereka yang menekankan Kemurahan Tuhan
saja tetapi menepikan KeadilanNya, lalu mereka berkata kepada diri mereka
sendiri,
"Kami buat apa saja karena Alloh itu Maha Pemurah
dan Maha Penyayang".
Mereka tidak ingat meskipun Alloh itu Pengasih dan
Penyayang, namun beribu-ribu manusia mati kelaparan dan karena penyakit.
Meraka tahu, barang siapa hendak hidup atau hendak kaya, atau
hendak belajar, mestilah jangan hanya berkata, "Alloh itu Kasih
Sayang". tetapi perlulah ia berusaha sungguh-sungguh.
Meskipun ada firman Alloh dalam Al-Qur'an :
Dan tidak ada suatu mahluk pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam mahluk itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata
(Lohmahfuz). (Hud:06)
tetapi hendaklah juga ingat Alloh juga berfirman :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.