Rd.Adi Kusuma

Rd.Adi Kusuma

Senin, 16 Juli 2012

KISAH IMAM SYAFI KE-5

KISAH IMAM SYAFI KE-5

Imam Syafi’i r.a. (150H – 204H )

Method Penulisan Kitab-Kitab Qadim
          Berhubung dengan methode penulisan kitab “Al-Hujjahdan lain-lain belum dapat kita pastikan dengan yakin karena sikap asalnya tidak kita temui, kemungkinan masih ada lagi naskah aslinya dan kemungkinan juga  sudah hilang atau rusak dimakan zaman. Walau bagaimanapun ia tidak keluar dari satu kemungkinan sajadari methode penulisan zamannya yang dipengaruhi dengan aliran pertentangan mazhab-mazhab fuqahadi dalam beberapa masalah, misalkan pertentangan yang berlaku di antara mazhab beliau dengan Mazhab Hanafi dan juga Mazhab Maliki. Keadaan ini dapat kita lihat dalam penulisan kitab “Al-Um” yang pada asalnya adalah kumpulan dari beberapa buah kitab Mazhab Qadimnya. Setiap kitab itu masing-masing membawa tajuknya yang tersendiri, kemudian kitab itu pula dipecahkan kepada bab-bab kecil yang juga mempunyai tajuk-tajuk yang tersendiri. Di dalam setiap bab ini dimuatkan dengan segala macam masalah fiqh yang tunduk kepada tajuk besar yaitu tajuk bagi sesuatu kitab, umpamanya kitab “Al-Taharah”, ia memuat tiga puluh tujuh tajuk bab kecil, semua kandungan bab-bab itu ada kaitannya dengan Kitab “Al-Taharah”.
Perawi Mazhab Qadim
Ramai di antara para sahabatnya di Iraq yang meriwayatkan fatwa qadimnya, di antara mereka yang termasyhur hanya empat orang saja :

*      Abu Thaur, Ibrahim bin Khalid yang wafat pada tahun 240H.
*       Al-Za’farani, Al-Hasan bin Muhammad bin Sabah yang wafat pada tahun
*      260H.Al-Karabisi, Al-Husain bin ‘Ali bin Yazid, Abu ‘Ali yang wafat pada tahun 245H
*      .Ahmad bin Hanbal yang wafat pada tahun 241H.
Menurut Al-Asnawi, Al-Syafi’i adalahulamapertama yang hasil penulisannya meliputi banyak bab di dalam Ilmu Fiqah.
Perombakan Semula Kitab-kitab Qadim
Perpindahan beliau ke Mesir pada tahun 199H menyebabkan berlakunya satu rombakan besar terhadap fatwa lamanya. Perombakan ini adalah berpuncak dari penemuan beliau dengan dalil-dalil baru yang belum ditemuinya selama ini, atau karena beliau mendapati hadis-hadis yang shoheh yang tidak sampai ke pengetahuannya ketika beliau menulis kitab-kitab qadimnya, atau karena hadis-hadis itu terbukti shohehnya sewaktu beliau berada di Mesir sesudah keshohehannya selama ini tidak beliau ketahui.Oleh karena itu beliau telah menolak sebagian besar fatwa lamanya dengan berdasarkan kepada prinsipnya :Apabila ditemui sebuah hadis yang shoheh maka itulah Mazhab saya”.
Di dalam kitab Manaqib Al-Syafi’i”, Al-Baihaqi telah menyentuh nama beberapa buah kitab lama (Mazhab Qadim) yang disimak semula oleh Al-Shafi’i dan diubah sebagian fatwanya, di antara kitab-kitab itu ialah :-
1. Al-Risalah
2. Kitab al-Siyam
3.
Kitab al-Sadaq
4.
Kitab al-Hudud
5.
Kitab al-Rahn al-Saghir
6.
Kitab al-Ijarah
7.
Kitab al-Jana’iz
Menurut Al-Baihaqi lagi Al-shafi’i telah menyuruh supaya dibakar kitab-kitab lamanya yang mana fatwa ijtihadnya telah diubah. Catatan Al-Baihaqi itu menunjukkan bahwa Al-Shafi’i melarang para sahabatnya meriwayat pendapat-pendapat lamanya yang ditolak kepada orang ramai. Walaupun begitu kita masih menemui pendapat-pendapat itu bertentangan di sana-sini di dalam kitab-kitab fuqahamazhabnya apakah kitab-kitab yang ditulis fuqaha yang terdahulu atau pun fuqaha’ yang terkemudian.
Kemungkinan hal ini berlaku dengan karena kitab-kitab lamanya yang diriwayatkan oleh Al-Za’farani, Al-Karabisi dan lain-lain sudah tersebar dengan luasnya di Iraq dan diketahui umum, terutama di kalangan ulama dan mereka yang menerima pendapat-pendapatnya itu tidak mengetahui larangan beliau itu.
Para fuqahaitu bukan saja mencatat pendapat-pendapat lamanya di dalam penulisan mereka, malah menurut Al-Nawawi ada di antara mereka yang berani mentarjihkan pendapat-pendapat itu apabila mereka mendapatinya disokong oleh hadis-hadis yang shoheh.
Pentarjihan mereka ini tidak pula dianggap menentang kehendak Al-Shafi’i, malahan itulah pendapat mazhabnya yang berdasarkan kepada prinsipnya :Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah mazhab saya”.
Tetapi apabila sesuatu pendapat lamanya itu tidak disokong oleh hadis yang shoheh kita akan menemui dua sikap di kalangan fuqahaMazhab Al-Syafi’i :

Pertamanya :
Pendapat itu harus dipilih dan digunakan oleh seseorang mujtahid Mazhab Al-Syafi’i atas dasar ia adalah pendapat Al-Syafi’i yang tidak di cabut olehnya, karena seorang mujtahid (seperti Al-Syafi’i) apabila ia mengeluarkan pendapat barunya yang bertentangan dengan pendapat lamanya tidaklah berarti bahwa ia telah menarik pendapat pertamanya, bahkan di dalam masalah itu dianggap mempunyai dua pendapatnya.
                                                     
Keduanya : Tidak harus ia memilih pendapat lama itu. Inilah pendapat jumhur fuqahaMazhab Al-Syafi’i karena pendapat lama dan baru adalah dua pendapatnya yang bertentangan yang mustahil dapat diselaraskan kedua-duanya
==============================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.