Rd.Adi Kusuma

Rd.Adi Kusuma

Senin, 16 Juli 2012

KISAH IMAM ABU HANIFAH KE-III

Posted By.Yudha Manggala
KISAH IMAM ABU HANIFAH III
MENOLAK KEDUDUKAN
Sifat Imam Hanafi yang lain adalah menolak kedudukan tinggi yang diberikan pemerintah kepadanya. Ia menolak pangkat dan menolak harta yang diberikan kepadanya. Akibat dari penolakannya itu ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara ia disiksa, dipukul dan sebagainya.
Gubernur di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Selaku pemimpin ia tentu dapat mengangkat dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah kekuasaannya. Pernah pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan perbendaharan negara (Baitul mal), tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mau menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gubernur Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada waktu yang lain, Gubernur Yazid menawarkan pangkat Qadhi (hakim) tetapi juga ditolaknya. Rupanya Yazid tidak senang melihat sikap Imam Hanafi tersebut. Seolah-olah Imam Abu Hanifah memusuhi pemerintah, karena itu timbul rasa curiganya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanifah mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Abu Hanifah menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Abu Hanifah dalam menegakkan pendirian hidupnya.
Pada suatu hari Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi kedudukan resmi oleh Gubernur
Ketika itu Gubernur menetapkan Imam Abu Hanifah menjadi Ketua Dewan Sekretariat Gubernur. Tugasnya adalah bertanggung jawab terhadap keluar masuk keuangan  negara. Gubernur dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah, “Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu niscaya ia akan dihukum dengan pukulan.”
Walaupun ada ancaman seperti itu, Imam Abu Hanifah tetap menolak jabatan itu, bahkan ia tetap tegas, bahwa ia tidak mau menjadi pegawai kerajaan dan tidak mau intervensi dalam urusan kenegaraan.
BELIAU DIPENJARA
Karena sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh gubernur. Kemudian dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul. Lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan. Namun demikian Imam Abu Hanifah tetap dengan pendiriannya. Sampai ia dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.
Walaupun demikian ketika Imam Abu Hanifah disiksa ia sempat berkata. Hukuman dera di dunia lebih ringan daripada hukuman neraka di akhirat nanti.” Ketika ia berusia lebih dari 50 tahun, ketua negara ketika itu berada di tangan Marwan bin Muhammad. Imam Abu Hanifah juga menerima ujian. Kemudian pada tahun 132 H sesudah dua tahun dari hukuman tadi terjadilah pergantian pimpinan negara, dari keturunan Umaiyyah ke tangan Abbasiyyah, ketua negaranya bernama Abu Abbas as Saffah.
Pada tahun 132 H sesudah Abu Abbas meninggal dunia diganti dengan ketua negara yang baru bernama Abi Jaafar Al-Mansur, saudara muda dari Abul Abbas as Saffah. Ketika itu Imam Abu Hanifah telah berumur 56 tahun. Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani. Ahli fikir yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.
===============================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.