Rd.Adi Kusuma

Rd.Adi Kusuma

Jumat, 20 Juli 2012

SYEKH ACHMAD KHATIB SAMBASI IBN ABD GHAFFAR



































Syekh Ahmad Khatib Sambasi dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat. Beliau memutuskan untuk pergi menetap di Makkah pada permulaan abad ke-19, sampai beliau wafat pada tahun 1875. Diantara guru beliau adalah Syekh Daud ibn Abdullah al-Fatani, seorang syekh terkenal yang berdomisili di Makkah, Syekh Muhammad Arshad al-Banjari dan Syekh Abd al-Samad al-Palimbani

Menurut Naquib al-Attas, Khatib Sambas adalah Syekh Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah. Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa beliau adalah salah satu guru dari Syekh Nawawi al-Bantani, yang mahir dalam berbagai disiplin ilmu Islam.

Zamakhsari Dhafir menyatakan bahwa peranan penting Syekh Sambas adalah melahirkan Syekh-Syekh Jawa ternama dan menyebarkan ajaran Islam di Indonesia dan Malaysia pada pertengahan abad ke-19. Kunci kesuksesan Syekh Sambas ini adalah bahwa beliau bekerja sebagai fath al-Arifin, dengan mempraktekkan ajaran sufi di Malaysia yaitu dengan bay'a, zikir, muraqabah, silsilah, yang dikemas dalam Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah.

Masyarakat Jawa dan Madura, mengetahui disiplin ilmu Syekh Sambasi melalui ajaran-ajarannya setelah beliau kembali dari Makkah. Dikatakan, Syekh Sambasi merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, di antaranya Syekh Abd al-Karim Banteni. Abd al-Karim terkenal sebagai Sulthan al-Syekh, beliau menentang keras imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syekh Sambasi.

Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, mereka menyatakan sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut Sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syekh Sambasi adalah sebagai seorang ulama, dimana tuduhan penulis Eopa tersebut tidak tepat ditujukan kepada beliau. Syekh Sambasi dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan Syekh-Syekh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syekh Tolhah Kalisapu bin Tallabudi dari Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura, dimana mereka berdua pernah menetap di Makkah.

Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan pada akhir abad ke-19 Thariqat ini menjadi sangat terkenal. Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah tersebar luas melalui Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalaam.

Pada tahun 1970, ada 4 tempat penting sebagai pusat Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah di pulau Jawa yaitu: Rejoso (Jombang) di bawah bimbingan Syekh Romli Tamim, Mranggen (Semarang) di bawah bimbingan Syekh Muslih, Suryalaya (Tasikmalaya) di bawah bimbingan Syekh Ahmad Sahih al-Wafa Tajul Arifin (Mbah Anom), dan Pagentongan (Bogor) di bawah bimbingan Syekh Thohir Falak. Rejoso mewakili garis aliran Ahmad Hasbullah, Suryalaya mewakili garis aliran Syekh Tolhah dan yang lainnya mewakili garis aliran Syekh Abd al-Karim Banten dan penggantinya.

Pada prakteknya, ajaran Thariqat disampaikan melalui ceramah umum di masjid atau majelis ta'lim di rumah salah satu anggota Thariqat. Sehingga tidak mengagetkan jika selama masa ceramah umum, tidak ada materi yang terekam dengan cermat. Bagaimanapun juga, di bawah bimbingan Mbah Anom, mempunyai kontribusi yang besar, dimana ajaran thariqat dibukukan dalam sebuah kitab berjudul Miftah ash-Shudur. Tujuan dari kitab ini adalah untuk mengajarkan teori dan praktek Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah sebagai usaha mencapai kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Hasil usahanya yang lain terkemas dalam kitab Uqud al-Juman, al-Akhlaq al-Karimah, dan buku Ibadah sebagai Metode Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kenakalan Remaja.[]

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi menjadi penting empat dasawarsa pasca Paderi. Justeru sejak dasawarsa ke-4 abad ke-19, Paderi menyisakan traumatik orang Minang bahkan ulama kecewa dengan kaum adat. Kekecewaan itu tidak saja karena lumpuh menghadapi tekanan penjajah, secara internal tak kurang dahsyatnya tantangan pengkhianatan sebagian orang Minang sendiri terhadap Islam. Imam Bonjol sendiri mengeluh seperti terungkap dalam drama kolosal Imam Bonjol-nya Wisran Hadi, yakni mengalahkan penjajah tidak terlalu susah, tetapi mempertahankan persatuan di antara kita, aku terluka karenanya. Bagi ulama fenomena tadi rasanya jalan di dunia sudah dipagar, meskipun orang adat punya dalih yang katanya way of life (falsafah hidup) orang Minang tapi identik hela yakni adat basandi syara`, syara` basandi Kitabullah yang belum pernah punya bentuk implementatif. Untung saja para tokoh agama plus perjuang Paderi tidak pessimis, mereka masih yakin jalan ke langit masih tetap terbuka lebar. Makanya untuk menelusuri jalan kelangit serta merambah kembali jalan dunia dan membongkar pagarnya, dalam pengertian lain untuk membangun Islam dan kebangsaanQuo vadis masyarakat dan Islam Minang?, meskipun sudah diketahui Ahmad Chatib kemudian telah melahirkan para ulama pembaharu Islam dan pejuang penyambung mata rantai perjuangan yang terputus, tidak saja untuk Minangkabau tetapi Indonesia secara keseluruhan.

Nama lengkap beliau Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al Minangkabawi as Syafii. Peranan ulama yang berasal dari dunia Melayu di Masjid al-Haram Mekah sudah berjalan begitu lama dan bersambung daripada satu generasi ke generasi berikutnya. Sebagai contoh ulama dunia Melayu yang pernah menjadi imam dan khatib dalam Mazhab Syafie di Masjid al-Haram Mekah yang dapat diketahui ada tiga orang, iaitu Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Lebih kurang seratus tahun kemudian ialah Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (lahir Senin, 6 Zulhijjah 1276 H/26 Jun 1860 M, wafat 9 Jamadilawal 1334 H/13 Mac 1916 M) di Kota Gedang Bukittinggi Sumatera Barat dan Syeikh Abdul Hamid Muhammad Ali Kudus (lahir 1277 H/1860 M, riwayat lain dinyatakan lahir 1280 H/1863 M, wafat 1334 H/1915 M). Eksistensi Ahmad Chatib selama hayatnya di Makah (wafat Senen, 2 Jumadil Awal 1334/ 1917) tidak saja mengangkat citra bangsa Indonesia di mata dunia dalam bidang ilmu ke-Islaman, tetapi tidak sedikit mendidik para ulama sebagai pejuang Islam di tanah airnya. Citra Indonesia yang diangkat pertama sebagai orang Indonesia ia mampu menunjukkan kepada dunia luar mampu menandingi kefasihan orang Arab sendiri dalam berbahasa Al-Qur’an, kedua membuka isolasi konsep mawalli Arab yang memandang rendah orang asing termasuk orang Indonesia dan mengangkat derajat yang sama dari peringkat kelas dua di mata Arab dan tidak boleh menjadi imam selain Arab. Justeru Ahmad Chatib Al-Minangkabawiy dipercaya menjadi imam umat Islam se-dunia ketika itu di Masjid Al-Haram Al-Syarif.

Ahmad Chatib di Mekkah sampai dasawarsa ke-2 itu merupakan tiang tengah penegak mazhab Syafi’iy. Ia belajar dan mengajarkan fiqh Syafi`iy seperti Kitab Manhaj Al-Thalibin karya Imam Syafi’iy, Thuhfah karangan Imam Ibnu Hajar Haitami, Nihayah karang Imam Ramli dll. Ia belajar dengan banyak guru dan para pakar di bidangnya di berbagai negara Arab. Ia pun banyak mempunyai murid datang dari berbagai penjuru dunia Islam dan banyak pula ulama yang ia didik. Muridnya itu kembali ke tanah air masing-masing, merdeka mengembangkan paham keagamaan yang dianut. Setidaknya ada muridnya yang mengelompok ulama modernis (kaum muda) dan ada yang ulama tradisional (kaum tua). Ulama-ulama yang berhasil dididik Syeikh Ahmad Chatib itu di antaranya, ulama muda (modernis) empat serangkai yakni Dr.H.Abdul Karim Amarullah (Maninjau - Agam), Dr. Abdullah Ahmad (Padang), Syeikh Jamil Jambek Al-Falaki (Bukittinggi) dan Syeikh Muhammad Thaib Umar (Sungayang- Tanah Datar) dan ulama tua (tradisional) dua serangkai ialah Syeikh Chatib Muhammad Ali Al-Fadani (Padang) pimpinan ulama tua yang radikal penulis buku kepustakaan pejuang abad ke-20 Burhan Al-Haq, dan Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi (Bayang- Pesisir Selatan) pimpinan ulama tua moderat pengarang buku kepustakaan pejuang penuh moral abad ke-20 Taraghub ila Rahmatilllah (Mencari Rahmat Alla), Syeikh Taher Jalaluddin Al-Falaki (ulama kharismatik Malaysia asal Bukittinggi ayah dari Gubernur Pulau Pinang, Malaysia), Syeikh Sulaiman Al-Rasuli (Candung), Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Arifin Batuhampar, Syeikh Muhammad Jamil Jaho, Syeikh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syeikh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi, Syeikh Abdullah Abbas Padang Japang, Syeikh Musthafa Padang Japang, Syeikh Musthafa Husen Purba Baru, Syeikh Hasan Maksum Medan Deli, Syeikh KH. Muhammad Dahlan dll. dari Jawa – Madura, Kalimantan, Sulawesi dan dari negara- negara Islam lainnya.

Ulama murid dari Ahmad Chatib inilah yang melanjutkan perjuangan Islam sekaligus mempunyai saham memupuk rasa kebangsaan hubb al-wathan (cinta tanah air) sebagai ciri nasionalis sejati. Di Minangkabau muridnya menyambung mata rantai yang terputus perjuangan pengembangan Islam dan kebangsaan pada gelombang pertama. Secara kategoris gerakan yang paling dahsyat dalam pengembangan Islam, gelombang pertama adalah perang paderi. Pasca Paderi disusul pergolakan agama diisi polemik Tuanku Muhammad ayah dari Taher Jalaludin yang terlibat langsung dalam menentang paham Wahdat al-Wujud yang dalam filsafat ketuhanan disebut dengan istilah Pantaisme. Tuanku Muhamad ini adalah tokoh pembela paham Wahdat al-Syuhud di Cangking. Fenomena susulan pasca paderi ini merupakan konpensasi awal kecenderungan mengalihkan perhatian kepada tashawwuf dari kejenuhan gemuruh dunia melawan kolonialisme. Beberapa Negeri para pemuka tarekat mendirikan kegiatan-kegiatan tarekat seperti di wilayah Darat, tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah mendirikan suluk. Sementara di pantai barat bagian utara seperti di Pariaman, Batuhampar (Payakumbuh), Kumango, Maninjau, Pariangan, Ulakan, Malalo dll, berkembang kegiatan tarekat Satariyah. Kecendrungan ini menurut Buya Prof. Dr. Hamka timbul karena kegagalan perjuangan menuntut kedaulatan duniawi oleh Paderi yang menyebabkan perhatian tertumpah kepada urusan kerohanian (fiqh bathin) dalam pengertian lain mengalihkan perhatian ke jalan menuju langit yang masih tetap terbuka lebar itu, di samping jalan di muka bumi telah berpagar.

Gelombang kedua adalah era Syeikh Ahmad Chatib Al-Minangkabawiy (yang tadinya dikirim belajar ke Mekah, pergi bersama ayahnya yang Khatib Nagari itu naik hajji tahun 1871) diteruskan dengan era gerakan murid-muridnya. Muridnya yang terkemuka di kalangan ulama tua (tradisional) dikenal dua serangkai Syeikh Chatib Ali (Padang) dan Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi (Bayang, pesisir selatan), di kalangan ulama kaum muda (modernis) dikenal empat serangkai yakni Syeikh Dr. H.Abdul Karim Amrullah dari Mninjau, Syeikh Muhammad Jamil Jambek di Bukittinggi, Syeikh Muhammad Thaib Umar di Sungyang dan Syeikh Dr.H. Abdullah Ahmad di Padang. Empat ulama modernis ini merupakan ulama penyambung mata rantai perjuangan pembaharuan Islam di Minangkabau sejak awal abad ke-20.

Gerakan pembaharuan pemikiran Islam gelombang kedua Minangkabau semakin mengambil bentuk awal abad ke-20. Diwarnai dengan taktik politik adu domba Belanda yang menghembuskan angin pertentangan kepada dua golongan Islam sama-sama murid dari Syeikh Ahmad Chatib yakni Kaum Muda (Modernis) dipimpin DR. H. Abdul Karim Amarullah yang radikal serta kawan-kawannya empat serangkai yang moderat dan Kaum Tua (Tradisional) dipimpin Syeikh Chatib Muhammad Ali Al-Fadaniy yang radikal dan Syeikh Bayang (Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi) yang moderat serta memberi PR kepada dua golongan ulama tadi dengan 40 masalah khilafiyah. Pembaharuan tampak menggelorakan semangat ulama-ulama kaum muda yang menghirup angin pembaharuan dihembuskan majalah Al-Manar Rasyid Ridha dan ‘Urwat Al-Wusqa disambut Al-Imam Taher Jalaluddin di Singapura (saudara sepupu Ahmad Chatib) dan Al-Manar serta Al-Munir Al-Manar Dr. HAKA (ayah HAMKA) dan Dr. Abdullah Ahmad di Padang dan Padang Panjang. Kaum muda pembaharu mendapat pujian besar dan kaum tua (tradisional) giat menyusun kekuatan dan penulisan buku polemik dan apologetik pembelaan paham yang dianut. Kaum muda terus melanjutkan pengaderan (pendidikan kader) terhadap generasi pembaharu, antara lain di Thawalib Padang Panjang, Parabek, Sungayang dan Padang Japang di samping juga menulis buku dan menerbitkan pers Islam seperti jenis Bulletin, Jurnal, koran dan Majalah.

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi adalah seorang ulama yang paling banyak melakukan polemik dalam pelbagai bidang. Sebagai catatan ringkas di antaranya ialah polemik dengan golongan pemegang adat Minangkabau, terutama tentang hukum pusaka. Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi menyanggah beberapa pendapat Barat tentang kedudukan bumi, bulan dan matahari, serta peredaran planet-planet lainnya yang beliau anggap bertentangan dengan pemikiran sains ulama-ulama Islam yang arif dalam bidang itu. Sehubungan ini, Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi sangat menentang ajaran Kristian terutama tentang `triniti'. Dalam permasalahan mendirikan masjid untuk solat Jumaat, Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi berkontroversi dengan Sayid Utsman (Mufti Betawi) dan beberapa ulama yang berasal dari Palembang dan ulama-ulama Betawi lainnya. Polemik yang paling hebat dan kesan yang berkesinambungan ialah pandangannya tentang Thariqat Naqsyabandiyah. Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi telah disanggah oleh ramai ulama Minangkabau sendiri terutama oleh seorang ulama besar, sahabatnya. Beliau ialah Syeikh Muhammad Sa'ad Mungka yang berasal dari Mungkar Tua, Minangkabau.

Sehubungan dengan sanggahannya terhadap thariqat Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi menyanggah pula teori ”Martabat Tujuh” yang berasal daripada Syekh Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanfuri. Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau adalah seorang yang berpendirian keras dan radikal, sungguhpun beliau menguasai banyak bidang ilmu, namun beliau masih tetap berpegang (taklid) pada Mazhab Syafie dalam fikah dan penganut Ahli Sunnah wal Jamaah mengikut Mazhab Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi dalam akidah. Sebagai contoh, dalam pertikaian dua orang muridnya yang berbeza pendapat. Yang seorang berpihak kepada `Kaum Tua', beliau ialah Syeikh Hasan Ma'sum (1301 H/1884 M-1355 H/1974 M) yang berasal dari Deli, Sumatera Utara. Dan seorang lagi berpihak kepada `Kaum Muda', beliau ialah Haji Abdul Karim Amrullah (ayah kepada Prof. Dr. Hamka). Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau berpihak kepada Syeikh Hasan Ma'sum (Kaum Tua). Bahkan dalam satu kenyataannya Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau menolak sumber asal pegangan Haji Abdul Karim Amrullah (Kaum Muda) yang menurut beliau telah terpengaruh dengan pemikiran Ibnu Taimiyah (661 H/1263 M - 728 H/1328 M), yang ditolak oleh golongan yang berpegang dengan mazhab.

Sungguhpun Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau sangat terkenal menyanggah thariqat, namun dalam penelitian saya didapati bahawa yang beliau sanggah ialah beberapa perkara yang terdapat dalam Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah. Belum ditemui sanggahannya terhadap thariqat yang lain seumpama Thariqat Syathariyah, Thariqat Qadiriyah, Thariqat Ahmadiyah dan lainnya. Mengenai Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah, catatan sejarah yang diperoleh ternyata Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau yang mendahului pertikaian. Mengenainya dimulai sepucuk surat yang menanyakan kepadanya, Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau pun menulis : "Maka adalah pada tahun 1324 daripada hijrah Nabi kita alaihis shalatu was salam datang kepada yang faqir Ahmad Khathib bin Abdul Lathif, Imam Syafie di Mekah, satu masalah dari negeri Jawi menyatakan beberapa ehwal yang terpakai pada Thariqat Naqsyabandiyah pada masa kita ini. Adakah baginya asal pada syariat Nabi kita ? Atau tiada ? Kerana telah bersalah-salahan orang kita Jawi padanya. Maka hamba lihat, menjawab soal ini ialah terlampau masyaqqah atas hamba, kerana pekerjaan itu telah menjadi pakaian pada negeri hamba hingga menyangka mereka itu akan bahawasanya segala itu thariqat Nabi kita. Dan orang yang mungkir akan dia ialah memungkiri akan agama Islam. Padahal sangka itu adalah tersalah, tiada muthabaqah dengan waqi'...''

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi memiliki banyak murid di Indonesia yang kemudian dikenal sebagai ulama-ulama pembaharu Islam ”garda depan” pada zaman mereka. Di antara murid-murid beliau dari Indonesia tersebutitu dapat dicatat, yaitu Syeikh Sulaiman Ar Rasuli Candung Bukittinggi. Kemudian terdapat Syeikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, Syeikh Abbas Qadhi Ladang Lawa Bukittinggi, Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, Syeikh Khatib Ali Padang, Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Mustafa Husein Purba Baru Mandahiling, Syeikh Hasan Maksum Medan Deli dan banyak lagi ulama di Jawa, Madura, Sulawesi, Kalimantan yang merupakan murid dari Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ini. Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau menuangkan sanggahan terhadap thariqat. Beliau menulis dalam kitab yang berjudul Izhharu Zaghlil Kazibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin yang selesai ditulis pada malam Ahad, 4 Rabiulakhir 1324 H/1906 M. Kitab tersebut telah mengundang kemarahan seluruh penganut Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah dan penganut-penganut tasawuf daripada pelbagai thariqat yang lainnya. Akibatnya, Syeikh Muhammad Sa'ad Mungka menanggapi karangan tersebut dengan mengarang sebuah kitab berjudul Irghamu Unufi Muta'annitin fi Inkarihim Rabithatil Washilin yang beliau selesaikan pada akhir bulan Muharam tahun 1325 H/1907 M.

Kemunculan kitab Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau berjudul Izhharu Zaghlil Kazibin itu hanya beberapa bulan saja mendahului kitab Mir-atul a-'ajib karya Syeikh Ahmad al-Fathani menjawab pertanyaan Sultan Kelantan, iaitu sama-sama dikarang dalam tahun 1324 H/1906 M. Syeikh Muhammad Sa'ad bin Tanta' Mungka itu tidak membantah karya gurunya Syeikh Ahmad al-Fathani, tetapi secara serius karya Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau dipandang sangat perlu ditanggapi dan beliau membantah dengan hujah-hujah berdasarkan al-Quran, hadis dan pandangan para ulama shufiyah. Dengan terbitnya kitab Irghamu Unufi Muti'annitin oleh Syeikh Muhammad Sa'ad Mungka itu, Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau menyerang lagi dengan kitabnya yang berjudul Al-Ayatul Baiyinat lil Munshifin fi Izalati Khurafati Ba'dhil Muta'ashshibin. Kitab ini disanggah pula oleh Syeikh Muhammad Sa'ad Mungka dengan karyanya berjudul Tanbihul `Awam `ala Taqrirati Ba'dhil Anam. Sesudah karya ini tidak terdapat sanggahan Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau.

Karya Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau yang telah ditemui hanya 17 judul. Ada yang ditulis dengan bahasa Arab dan ada juga dengan bahasa Melayu. Kerana kekurangan ruangan, yang dapat disenaraikan dalam artikel ini hanya lapan judul yaitu : Al-Jauharun Naqiyah fil A'mali Jaibiyah (bahasa Arab), diselesaikan pada hari Isnin, 28 Zulhijjah 1303 H. Kandungannya membicarakan ilmu miqat. Dicetak oleh Mathba'ah al- Maimuniyah, Mesir, Rejab 1309 H. Hasyiyatun Nafahat `ala Syarhil Waraqat (bahasa Arab), diselesaikan pada hari Khamis, 20 Ramadan 1306 H. Kandungannya mengenai ilmu ushul fiqh. Dicetak oleh Mathba'ah Darul Kutub al-'Arabiyah al-Kubra, Mesir, 1332 H. Raudhatul Hussab fi A'mali `Ilmil Hisab (bahasa Arab), diselesaikan peringkat pertama hari pada Ahad, 19 Zulkaedah 1307 H di Mekah. Kandungannya mengupas dengan mendalam perkara matematik. Dicetak oleh Mathba'ah al-Maimuniyah, Mesir, Zulkaedah 1310 H. Ad-Da'il Masmu' fir Raddi `ala man Yuritsul Ikhwah wa Auladil Akhawat ma'a Wujudil Ushl wal Furu' (bahasa Melayu). Diselesaikan pada 14 Muharam 1309 H. di Mekah. Kandungannya mengenai pembahagian pusaka menurut agama Islam dan membantah pusaka menurut ajaran adat Minangkabau. Dicetak oleh Mathba'ah al-Maimuniyah, Mesir, Zulkaedah 1311 H. Bahagian tepi dicetak karya beliau berjudul Al-Manhajul Masyru' Tarjamah Kitab Ad-Da'il Masmu' (bahasa Melayu). `Alamul Hussab fi `Ilmil Hisab (bahasa Melayu), diselesaikan pada 6 Jamadilakhir 1310 H. di Mekah. Kandungannya mengupas dengan mendalam perkara matematik. Dicetak oleh Mathba'ah al-'Amirah al-Miriyah, Mekah, akhir Zulkaedah 1313 H. Bahagian tepi dicetak karya beliau berjudul An-Nukhbatun Nahiyah Tarjamah Khulashatil Jawahirin Naqiyah fil A'malil Jabiyah (bahasa Melayu), selesai mengarang pada malam Sabtu, 6 Jamadilakhir 1313 H. Al-Manhajul Masyru' Tarjamah Kitab Ad-Da'il Masmu' (bahasa Melayu), diselesaikan pada hari Khamis, 26 Jamadilawal 1311 H. di Mekah. Kandungannya mengenai pembahagian pusaka menurut agama Islam dan membantah pusaka menurut ajaran adat Minangkabau. Dicetak oleh Mathba'ah al-Maimuniyah, Mesir, Zulkaedah 1311 H. Bahagian tepi dari buku nomor 6 diatas, dicetak karya beliau berjudul Ad-Da'il Masmu' fir Raddi `ala man Yuritsul Ikhwah wa Auladil Akhawat ma'a Wujudil Ushul wal Furu' Dhau-us Siraj (bahasa Melayu), diselesaikan pada malam 27 Rabiul Akhir 1312 H. di Mekah. Kandungannya membahas mengenai seluk beluk israk dan mikraj. Dicetak oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1325 H. Shulhul Jama'atain bi Jawazi Ta'addudil Jum'atain (bahasa Arab), diselesaikan pada malam Selasa, 15 Rejab 1312 H. di Mekah. Kandungannya membicarakan Jumaat, merupakan sanggahan sebuah karya Habib `Utsman Betawi. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1312 H.

Satu hal yang menjadi suri teladan dan panutan sebagai tokoh tiang tua pembela paham Syafi`iy dan Ahli Sunnah wa l-Jama`ah ini ialah Ahmad Chatib tidak pernah memihak pada salah satu kelompok muridnya baik ulama modernis (kaum muda) mau pun ulama tradisional (kaum tua). Keadilannya itu sudah menjadi sikapnya sewaktu mulai mengajar di Masjid Al-Haram Makah dan setelah muridnya dilepas ke tengah umat masing-masing, meski ia sendiri harus memberontak atas sistem perkawinan dan kewarisan yang dinominasi hukum adat di negerinya. Di antara polemik muridnya ia berjalan di tengah. Sikapnya itu terlihat dalam fiqh al-bathin (kode prilaku bathin), perinsip, tindakannya, maupun dalam pandangannya secara oral dan dalam tulisan lepas dan dalam bentuk buku baik ditulis dalam bahasa Malayu menggunakan huruf Arab – Malayu maupun dalam bahasa Arab. Syeikh Ahmad Chatib Al-Minangkabawiy menjadi bintang di langit Minang bahkan menghiasi langit dunia menandingi ulama penulis 34 buku Islam dari Banten ialah Syeikh Nawawi Banten (wafat 1315 H), karena ia berhasil dan ia anak emas zamannya. Ia mengangkat citra Indonesia di mata dunia, ia dipercaya pemberi fatwa (mufti) dunia, ia terangkat dari mawalli dipercayai mengimami dunia di Masjid al-Haram. Ia bandyak melahirkan pandangan dan pemikiran yang jernih, baik dalam bentuk fatwa oral (langsung secara lisan) maupun tertulis lewat risalah (surat kiriman) yang diminta muridnya ketika kandas dan tertarung di batu kecil dalam polemik ke-Islaman. Ia banyak menulis memproduk buku-buku keagamaan dan pengetahuan menghimpun pemikirannya yang tidak ternilai harganya di dunia Islam. Lebih dari itu, ia melahirkan ulama kader pembaharu abad ke-20 serta pelanjut dan penyambung mata rantai perjuangan Islam.

Sebuah refleksi untuk zaman sekarang, tokoh Ahmad Chatib ini dan muridnya hidup di zaman penjajah yang serba sulit di bawah tekanan dan fasilitas terbatas serta peluang sempit, mampu melahirkan pemikiran dan karya tulis yang bernas serta melahirkan kader pelanjut, kenapa sekarang hidup di zaman merdeka, berkarya tak gairah, produktifitas pemikiran tidak terbaca di peta tanah air apalagi di dunia dan amat riskan tidak mampu melahirkan kader ulama pelanjut, nama besar Minang seperti lenyap ditelan dunia maju sekarang. Fenomena ini mendalangi munculnya tanda tanya besar yang tak pernah berjawab, kalau dulu Minang gudang ulama, sekarang langka ulama, kalau pun ada ulama satu atau dua, pemikiranntnya tidak pula dipertimbangkan untuk kepentingan Islam dan kebangsaan di kawasan ini bahkan ironisnya tidak dipandang sebelah mata. Ila aidna (quo vadis – hendak kemana) dan bagaimana masyarakat dan Islam Minang, kini?. Solusi terpenting adalah kesadaran baru semua komponen Minang harus ditumbuhkan, tak harus banyak bernostalgia dan berapologia. Belajar terus berlajar berperan lagi dan punya identitas yang kuat serta berfikir dan berkarya.

Sumber : Sohibulmanfaat
: Tim Peneliti FIBA IAIN Padang

Salman Al Farisi : Sufi nasab ke 3 naqsybandi


Salman al Farisi dikenal sebagai “Imam”, “ Pewaris Islam”, “Hakim yang Bijaksana”, “Ulama yang Berpengetahuan Luas”, “Ahlul Bayt”. Semua julukan trersebut diberikan kepadanya oleh Nabi Muhammad saw.
Salman Al Farisi ra, selalu berdiri tegar dalam menghadapi berbagai kesulitan untuk membawa Nur ala Nur, Cahaya Diatas Cahaya, dan menyebarkan Rahasia Hati. Mengangkat manusia dari kegelapan kepada Cahaya. Beliau adalah seorang sahabat Nabi saw yang terhormat, yang menuliskan Enam Puluh Tradisi, Sunah Nabi saw.

Salman Farisi ra , berasal dari keluarga Zoroastrian yang dihormati dari sebuah kota dekat Isfahan. Suatu hari ketika melewati sebuah gereja, ia tertarik mendengar suara orang yang sedang bersembahyang. Tertarik oleh cara pemujaan mereka, maka iapun masuk dan menemui bahwa agama itu lebih baik dari agamanya (Zoroaster). Setelah mempelajari bahwa agama itu berasal dari Syiria, maka ia meninggalkan rumahnya, meskipun hal tersebut bertentangan dengan keinginan ayahnya.

Salman al-Farisi pergi ke Syiria bergabung dengan pengikut Nasrani. Salman ra mengetahui dari mereka tentang kedatangan Nabi terakhir dan tanda-tanda yang menyertainya. Kemudian Salman berkelana ke Hijaz , disana dia ditangkap dan kemudian dijual sebagai budak ke Madinah, dimana akhirnya ia dapat bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Ketika ia mengetahui semua tanda-tanda pada diri Nabi saw seperti yang telah dikatakan guru Kristianinya, maka kemudian iapun memeluk islam.

Perbudakan menghalangi Salman ra untuk berada pada perang Badar dan Uhud. Kemudian Nabi Muhammad saw menolong dia terlepas dari perbudakan melalui bercocok tanam dengan tangan Beliau saw sendiri sebanyak 300 pohon palm dan memberi Salman ra sebongkah besar emas untuk terlepas dari perbudakan. Setelah menjadi manusia bebas ia mengambil bagian dalam setiap perang bersama Nabi saw. Didalam Kitab Ibnu Ishaq, Sirah Rasulullah saw kita menemukan perjalanan Salman ra dengan Nabi saw dalam mencari agama yang sebenar-benarnya.

Asim Ibnu Umar Ibnu Qatadah mengatakan bahwa Salman dari Persia berkata pada Nabi saw, bahwa gurunya di Amuria menyuruhnya pergi kesuatu tempat di Syiria dimana tinggal seorang lelaki diantara dua belukar. Setiap tahun saat ia melakukan perjalanan dari satu kota ke kota yang lain, orang yang berpenyakit akan berjajar sepanjang jalan yang dilaluinya dan meminta doanya kemudian mereka disembuhkan dari penyakitnya.

Gurunya berkata, tanyakan tentang agama yang engkau cari itu karena ia dapat menceritakannya. Maka sayapun terus berjalan sampai kesuatu tempat yang telah disebutkan, Disana orang-orang yang sakit berkumpul, kemudian orang yang disebutkan gurunya itu keluar dan melewati kumpulan orang-orang yang sakit itu dan semua orang datang dengan berbagai penyakitnya. Setiap orang yang didoakannya ternyata sembuh, tetapi orang-orang itu mencegahku untuk mendekatinya. , Saya tidak dapat mendekatinya sampai ia masuk dalam belukar yang ditujunya, kemudia aku memegang bahunya dan orang itu bertanya siapa diriku. “ Semoga Allah mengampuni kamu”

Ceritakan padaku tentang hanafiah agamanya Nabi Ibrahim, ia menjawab ,” Anda bertanya tentang suatu hal yang dijaman ini manusia tidak mengikutinya lagi, saat ini waktu sudah dekat dimana seorang Nabi akan dikirim melalui agama ini dari manusia-manusia yang berada diwilayah suci. Pergilah kepadanya karena ia akan membawamu kepada hal itu. Kemudian ia masuk kedalam belukar. Nabi saw berkata kepada Salman ra, seadainya engkau telah berkata benar kepadaku, maka sesungguhnya engkau telah bertemu dengan Yesus, Nabi Isa alaihi salam, anak Maryam.

Dalam salah satu perang Nabi saw, yaitu perang al-Kandaq, Salman menyarankan kepada Nabi saw untuk menggali parit disekililing Madinah untuk melindungi kota tersebut. Dan Nabi saw menerima sarang tersebut dengan gembira. Kemudian Salman ra memulai penggalian dengan tangannya sendiri, selama penggalian tersebut Salman terantuk batu yang sulit dipecahkan, Nabi saw kemudian mengambil kampak. Pada hantaman yang pertama kampak tersebut menimbulkan percikan dibatru itu, demikain juga pada hantaman kedua dan ketiga.

Kemudian ia bertanya pada Salman ra, “Oo.. Salman apa engkau melihat percikan itu? Salman menjawab, “Ya Nabi, aku melihatnya”. Nabi berkata,” Percikan pertama memberikan aku visi atau penglihatan dimana Allah swt telah membuka Yaman bagiku. Pada percikan kedua Allah membuka Damascus dan Al-Magrib (Barat) dan dipercikan yang ketiga Allah membuka daerah Timur. Salman mencatat, bahwa Nabi saw berkata: “Permohonan mencegah perjanjian atau kesepakatan. Tiada hal lain tetapi kebenaran meningkatkan kehidupan dan Tuhanmu sangatlah murah hati dan malu untuk berpaling dari tangan seorang hamba yang telah mengangkat tanggannya untuk berdoa kepadanya”.

At Tabari mencatat bahwa ditahun 1600 M / 637 H tentara muslim memasuki medan perang Persia dengan maksud untuk melawan Raja Persia. Disuatu daerah, mereka berada diseberang sungai Tigris. Komandan tentara muslim Saad Ibnu Abi Waqas, mengikuti instruksi dari mimpi yang ia alami, ia memerintahkan seluruh tentaranya untuk mencebur kesungai yang deras airnya. Banyak diantara mereka yang ketakutan dan ragu. Saad bersama Salman disebelahnya kemudian berdoa, “Ya Tuhanku berikan kami kemenangan dan dapat mengalahkan musuh.” Kemudian Salman sholat, dan Islam menganugerahkan keberkahan yang terbaik melalui pertolongan Allah, mereka menyeberangi sungai yang deras dengan mudah bagi para tentara muslim, seperti menyeberangi padang pasir.

Melalui pertolongan Allah, karena Salman telah memasrahkan dirinya kepada Allah, maka para tentara tersebut dengan mudah dapat menyeberangi sungai tersebut. Dengan jumlah yang sama baik ketika berangkat maupun ketika sampai . Salman menyebrangi sungai tersebut sehingga sungai dipenuhi oleh kuda dan manusia. Kuda-kuda mereka berenang sekuat tenaga dan ketika kuda-kuda tersebut kelelahan, maka dasar sungai seerti terangkat keatas dan memberikan pijakan sehingga mereka kembali bisa bernafas.

Bagi beberapa orang penunggang, kuda-kuda tersebut seperti berlari tanpa kesulitan sehingga mereka sampai diseberang sungai sesuai degan doa Salman dan tidak kehilangan perlengkapan apapun kecuali kecuali hanya satu gelas kaleng yang terbawa hanyut aliran sungai yang sangat deras.

Selanjutnya mereka mengambil alih ibukota Persia. Salman ra yang berhasil menaklukkan Persia bertindak sebagai juru bicara dan ia berkata, “ Saya berasal dari daerah yang sama seperti kalian. Saya akan bersimpati kepada kalian, untuk itu ada tiga pilihan, Pertama, Kalian boleh memeluk Islam dan kalian akan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama seperti kami, Kedua membayar pajak sebagai non muslim dan kami memerintah kalian dengan adil, Ketiga, Kami menyatakan perang terhadapmu. Penduduk
Persia yang telah menyaksikan keajaiban penyebrangan tentara muslim melalui sungai Tigris kemudian menerima pilihan kedua yaitu membayara pajak sebagai non muslim

Salman Farisi kemudian ditunjuk sebagai gubernur didaerah itu dan menjadi komandan dari tiga puluh ribu tentara muslim. Meskipun demikian ia hidup sangat sederhana. Ia hidup dari hasil keringatnya sendiri. Ia tidak memiliki rumah tetapi memilih tinggal dibawah rimbunnya pepohonan. Salman ra mengatakan betapa terkejutnya dia melihat banyaknya orang yang menghabiskan hidup mereka hanya untuk kehidupan duniawi yang rendah tanpa memikirkan kematian yang dapat merenggut mereka suatu hari kelak.

Salman al Farisi juga seorang yang bersikap sangat tegas dan adil . Suatu hari dibagikan selembar kain kepada para sahabat . Umar ra berbicara,” Rendahkan suaramu sehingga kalian dapat mendengar suaraku”, saat itu Umar ra memakai dua potong kain. Salman ra berkata,” Demi Allah kami tidak akan mendengarmu karena engkau lebih memilih dirimu daripada umatmu”. “ Bagaimana bisa kau katakan seperti itu kepadaku?”,tanya Umar ra, Salman pun menjawab, “ Wahai Umar, engkau memakai dua potong kain sedangkan yang lain hanya memakai seportong kain. Umar ra pun bertanya kepada anaknya, ,”Oo.. Abdullah, “ anaknya Umar pun menjawab, “Demi pelayananmu”. Umar ra bertanya demi Allah, apa engkau mengakui potongan kedua kain itu milikmu?”, Abdullah berkata Ya Benar itu milikku”, kata anaknya, maka kemudian Salmanpun berkata, sekarang baru kita akan mendengarmu.

Salman al- Farisi setiap malam ia memenuhi malam-malamnya dengan solat dan saat lelah ia akan mulai berdzikir dengan lidahnya. Saat lidahnya lelah ia akan merenung dan bertafakur dan bermeditasi untuk mendapatkan kekuatan Allah Sang Pencipta. Kemudian ia akan berkata kepada dirinya, “Ooh Egoku, engkau telah beristirahat, sekarang bangun dan sholat, kemudian ia akan sholat, berdzikir kembali dan bertafakur sepanjang malam

Imam Bukhari mencatat dua tradisi yang menunjukkan pertimbangan Nabi saw terhadap Salman al Farisi. Abu Hurayrah ra, mencatat sewaktu mereka duduk bersama Nabi saw, saat itu Surat al-Jumuah sedang dibacakan kepadanya. Saat Nabi saw membacakan ayat tersebut bahwa Allah telah mengirim Muhammad saw kepada yang lain selain bangsa Arab. ( 62:3), Salman berkata,”Siapakah bangsa tersebut wahai Pembawa pesan Allah?, Nabi Muhammad saw tidak menjawab sampai aku mengulang pertanyaan itu tiga kali, saat itulah Salman al-Farisi berada bersama kami, Nabi saw meletakkan tangannya kebahu Salman sambil berkata,” Jika takdir berada di Pleiades, maka beberapa orang akan memperolehnya” ..

Abu Juhayfah berkata,”Nabi saw memnbuat ikatan persaudaran antara Salman dengan Abu al Darda al-Anshari. Suatu saat Salman berkunjung kepada Abu Darda dan mendapat Ummu Abu Darda berpakaian lusuh, ia bertanya mengapa Ummu Darda seperti itu, ia menjawab saudaramu Abu ad-Darda tidak tertarik dengan kemewahan duniawi. Sementara itu Abu ad-Darda masuk dan menyiapkan makanan bagi Salman.

Kemudian Salman meminta Abu ad-Darda makan bersamanya tetapi ia menjawab, “Aku berpuasa”.. Salman berkata,” aku tidak akan makan kalau engkau tidak makan”, sehingga Abu ad-Darda pun kemudian membatalkan puasanya dan makan bersama Salman. Saat malam tiba Abu Darda bangun untuk melakukan solat malam namum Salman menyuruhnya untuk tidur kembali. Selang berlalu Abu ad-Darda kembali bangun dan Salman meyuruhnya kembali tidur. Saat tiba saat terakhir solat Salman menyuruh Abu ad Darda sholat seraya berkata,”Tuhanmu memiliki hak atas kamu, jiwamu memiliki hak atas kamu dan keluargamu memiliki hak atas kamu. Abu ad-Darda menceritakan seluruhnya kepada Nabi saw, dan Nabi saw berkata Salman telah berbicara benar. Dan semua itu berasal dari perkataannya.

Dari Kata-Kata Salman al Farisi

Sulayman al Teemi ra menceritakan bahwa Salaman al Farisi berkata, “Nimrod membiarkan lapar dua singa dan kemudian melepaskannya untuk mengejar Nabi Ibrahim as, namum saat kedua singa berhadapan dengan Nabi Ibrahim as singa tersebut hanya berdiri dan dengan penuh kasih sayang menjilati seluruh badanya dan bersimpuh dikaki Nabi Ibrahim as.

Abi al Bakhtari menceritakan bahwa Salman al Farisi memiliki seorang budak perempuan keturunan Persia dan berbicara kepadanya dalam bahasa Persia sebagai berikut, “Sujudlah sekali saja dihadapan Allah”, kemudian budak itu menjawab, “aku tidak menyembah siapapun”. Kemudian seseorang bertanya kepada Salman, “Oh.. hamba Allah apa yang budak itu akan dapatkan dengan sekali saja bersujud kepada Allah?”, Salman menjawab, “Setiap hubungan akan merupakan bagian rantai yang penting dan jika budak ini melakukan sekali sujud sekali saja kepada Allah Yang Maha Kuasa, maka hal itu akan membimbingnya untuk bersolat lima waktu. Sebenarnya mereka yang memperoleh bagian dari barakah keislaman tidak sepadan dengan mereka yang tidak memilikinya”.

Sulayman al-Temmi ra mencertikan bahwa Salman berkata, jika seseorang melewati seluruh malamnya dengan membebaskan budak-budak dari perbudakan dan seseorang yang lain melewati malamnya dengan membaca al-Quran dan melakukan dzikir, maka orang kedualah yang memiliki posisi lebih tinggi dihadapan Allah swt.

Wafatnya Salman al Farisi

Salman al-Farisi yang dicintai meninggal pada tahun 33 H/ 654 M semasa pemerintahan Khalifah Usman ra. Ia meneruskan rahasianya kepada cucu laki-laki Abu Bakar ra yang bernama Imam Abu ar-Rahman Qasim ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar as Siddiq ra.

Sumber : Nur Muhammad.com

Abu al-Abbas al-Mursi



Khalifah besar thariqah syadziliyah

Nama dan Nasabnya :Wali Qutb kita ini adalah al-Imam Syihabuddin Abu al-Abbas, Ahmad bin Umar al-Anshory, al-Mursi radiallahu 'anhu. sebagian ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa nasab beliau sampai pada sahabat Sa'ad bin Ubadah radiallahu 'anhu pemimpin suku Khazraj. Al-Mursi dilahirkan tahun 616 H (1219 M) di kota Marsiyyah, salah satu kota di Andalus Spanyol.

Masa kanak-kanak al-Mursi
Al-Mursi melewatkan masa kecilnya yang penuh berkah di tanah kelahirannya itu. Lazimnya seorang alim dan pendidik, ayahnya mengirim al-Mursi kecil kepada salah satu waliyullah untuk membimbing menghapal Alquran dan mengajarinya ilmu-ilmu agama. Secepat kilat ia terlihat kehebatan dan kecerdasannya. Lebih dari itu ia yang masih sekecil itu telah memperoleh anugrah Allah berupa cahaya ilahi yang merasuk dalam kalbunya. Suatu ketika al-Mursi bercerita : "Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru. Aku menorehkan coretan pada papan. Lalu guru tadi mengatakan :" seorang sufi tidak pantas menghitamkan yang putih". Seketika aku menjawab : "permasalahannya bukan seperti yang Tuan sangka. Tapi yang benar adalah seorang sufi tidak pantas menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa".
Al-Mursi kecil juga mengatakan: "ketika aku masih kanak-kanak, di sebelah rumahku ada tukang penguak rahasia (peramal) lalu aku mendekatinya. Besoknya aku datang ke guruku yang termasuk waliyullah. Maka guruku itu mengatakan padaku satu syair: "Wahai orang yang melihat peramal sembari terkesima. Dia sendiri sebetulnya peramal, kalau dia merasa.

Masa muda
Al-Mursi meneruskan hidupnya pada jalan cahaya ilahi sampai menginjak dewasa. Semakin hari semakin tambah ketakwaan dan keimanannya. Ayahnya melihatnya sebagai kebanggaan tersendiri. Maka dia dipercaya oleh ayahnya untuk mengelola perdagangannya bersama saudaranya Muhammad Jalaluddin. Dengan begitu, ia telah mengikuti jejak orang-orang saleh dalam hal menggabungkan antara ibadah dan mencari rizqi. Demi menjaga amanat ini ia rela berpindah-pindah tempat dari kota Marsiyah ke kota lainnya untuk berniaga, sambil hatinya berdetak mengingat Allah SWT.


Pada tahun 640 H kedua orang tuanya bersama seluruh keluarga berkeinginan menunaikan ibadah haji. Tapi sayang, takdir berbicara lain. Sesampainya di pesisir Barnih, kapal mereka terkena gelombang. Banyak penumpang kapal yang meningal termasuk kedua orang tuanya. Singkat cerita al-Mursi muda dan saudaranya melanjutkan perjalannya ke Tunis untuk berdagang, meneruskan usaha ayahya.


Pertemuan dengan al-Syadziliy
Al-Mursi menceritakan perjumpaannya dengan Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzily sebagai berikut: "Ketika aku tiba di Tunis, waktu itu aku masih muda, aku mendengar akan kebesaran Syaikh Abu al-Hasan. Lalu ada seseorang yang mengajakku menghadap beliau. Maka aku jawab : "aku mau beristikharah dulu"! Setelah itu aku tertidur dan bermimpi melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah (Burnus) hijau sambil duduk bersila. Di samping kanannya ada seorang laki-laki begitu juga di samping kirinya. Aku memandangi lelaki nan berwibawa itu. sejurus kemudian lelaki itu berkata : "aku telah menemukan penggantiku sekarang"! Di saat itulah aku terbangun.


Selesai menunaikan sholat subuh, seseorang yang mengajakku mengunjungi Syaikh Abu al-Hasan datang lagi. Maka kami berdua pergi ke kediaman Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzili. Aku heran begitu melihatnya. Syekh yang ada di hadapanku inilah yang aku lihat dalam mimpi. Dan keherananku semakin menjadi ketika Syekh Abul Hasan berkata padaku: "Telah aku temukan penggantiku sekarang". Persis seperti dalam mimpiku. Selanjutnya beliau bilang : "siapa namamu ?" Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : "Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!".


Semenjak kejadian itu al-Mursi terus mendapatkan wejangan-wejangan dari gurunya Syaikh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana as-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan profesinya. Ada dari kalangan ulama', pedagang juga orang awam.


Syaikh al-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunis. Ia pergi ke Iskandariyah kemudian ke Mekkah. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini dia menjawab : "Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul 'Abbas al-Mursi)". Setelah itu Al-Syadzily kembali lagi ke Iskandariah, karena ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya.


Ada cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : "Ketika aku menemani Syaikh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syaikh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: "Hai Ahmad...!", aku menjawab: "Iya tuanku", Beliau berkata: "Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam surga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah... Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya. Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".. (QS. 2:30). Allah tidak mengatakan di langit atau di surga. Maka turunnya Adam ke bumi adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di surga dengan di beri tahu (Ta'rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka pantaslah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di surga pemberitahuan (Ta'rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)".


Begitulah Syaikh Al-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana Al-Syadzili sendiri pernah mengatakan : "Wahai Abu al-Abbas... demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya".


Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho'illah al-Askandari: "Suatu ketika Syaikh al-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: "Kemana Abu al-Abbas?" Ketika Syaikh al-Mursi datang, beliau berkata: "Wahai anakku... bicaralah! Semoga Allah memberkahimu... bicaralah ! jangan diam", maka Syaikh Abu al-Abbas mengatakan: "Lalu aku di beri lidah Syaikh mulai saat itu".
Pada banyak kesempatan Syaikh al-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syaikh al-Mursi, beliau mengatakan: "Inilah Abu al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma'rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.


Ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Syaikh Zakiyyuddin al-Aswani, Syaikh al-Syadzili bekata: "Wahai Zaki... berpeganglah pada Abu al-Abbas, karena demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu al-Abbas ini. Hai Zaki... Abu al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna".


Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syaikh al-Syadzily mengatakan: "Wahai Nadli... tetaplah bersopan santun pada Abu al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah"! As-Syadzili juga mengatakan: "Kalau aku mati, maka ambillah al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah".


Ilmu al-Mursi
Imam Sya'roni menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang mengingkari keilmuan Syaikh al-Mursi. Orang tersebut mengatakan: "berbicara tentang ilmu yang ada itu hanya ilmu lahir, tetapi mereka, orang-orang sufi itu mengaku mengetahui hal-hal yang diingkari oleh syara'". Di kesempatan yang lain orang ini menghadiri majlis Syaikh al-Mursi. Tiba-tiba dia jadi bingung hilang kepintarannya. Seketika itu juga ia tidak mengingkari adanya ilmu batin. Dengan sadar dan penuh sesal ia berkata : "Laki-laki ini sungguh telah mengambil lautan ilmu Tuhan dan tangan Tuhan". Akhirnya dia menjadi salah satu murid dekat al-Mursi. Abu al-Abbas mengatakan : "Kami orang-orang sufi mengkaji dan mendalami bersama ulama' fiqih bidang spesialisai mereka, tapi mereka tidak pernah masuk dalam bidang spesialis kami".
Rupanya kealiman al-Mursi tidak terbatas pada ilmu fiqh dan tasawuf. Ibnu Atho'illah menceritakan dari Syaikh Najmuddin al-Asfahani : "Syaikh Abu al-Abbas berkata padaku: "Apa namanya ini dan itu dalam bahasa asing?" Tersirat dalam hatiku bahwa Syaikh ingin mengetahui bahasa ajam maka aku ambilkan kamus terjemah. Beliau bertanya: " Kitab apa ini?", Aku jawab : "Ini kitab kamusnya". Lalu Syaikh tersenyum dan berkata: " Tanyakan padaku apa saja, terseserah kamu, nanti aku jawab dengan bahasa arab, atau sebaliknya". Lalu aku bertanya dengan bahasa asing dan beliau menjawab dengan memakai bahasa Arab. Kemudian aku bertanya dengan bahasa Arab, beliau menjawab dengan bahasa asing. Beliau berkata: " Wahai Abdullah... ketika aku bertanya seperti itu tidak lain adalah sekedar basa-basi bukan bertanya sesungguhnya. Bagi wali tidak ada yang sulit, bahasa apapun itu.


Dalam penafsiran ayat "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan. "(QS. 1:5), al-Mursi menafsiri sebagai berikut, "Hanya Engkaulah yang kami sembah maksudnya adalah Syariah, dan hanya kepada-Mulah kami memohon adalah Haqiqoh. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Islam, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ihsan. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Ibadah, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ubudiyyah. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Farq, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Jam'.

Karomah Kedekatannya dengan Yang Maha Kuasa menyebabkan ia banyak mempunyai karomah, di antaranya:


• Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syaikh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. Suatu ketika ia meminta murid-muridnya agar membuat A'sidah (sejenis makanan). Iskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : "Bukankah A'sidah itu untuk musim dingin ?". Dengan tenang al-Mursi menjawab : " A'sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah. Dia akan datang kesini ".
• Ada seseorang yang datang menghadap al-Mursi dengan membawa makanan syubhah (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya. Begitu melihat makanan itu al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: "Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhah otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar" .
• Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syaikh al-Mursi mengatakan: " Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk". Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-al Abbas al-Mursi meninggal dunia.

Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani Rahmatullah‘alaih.


Perjalananya
Beliau menerima Tarbiyah Suluk dari Ruhaniah Syeikh Abu Yazid Al-Bistami karana kelahiran Syeikh AbulHassan ‘Ali Al-Kharqani adalah hampir setengah abad sesudah meninggalnya Syeikh Abu Yazid Al-Bistami . Pada setiap tahun sekali telah menjadi kebiasaan bagi Syeikh Abu Yazid Al-Bistami untuk pergi menziarahi Kubur Para Auliya dan orangorang
yang mati Syahid di Daghistan. Ketika beliau tiba di Kharqan, beliau menarik nafas panjang seolah-olah menghirup bau bunga yang wangi.

Ketika Syeikh Abu Yazid Al-Bistami ditanya oleh murid-murid beliau apakah yang dihirupnya dan dari manakah datangnya bau wangi itu?
Beliau menjawab, “Bahwa akan datang di bandar ini kelahiran seorang hamba Allah yang mendapat keharuman dari Allah Ta’ala bernama ‘Ali dan nama Kuniyatnya adalah Abul Hassan yang peringkat Keruhaniannya akan lebih tinggi dariku tiga
kali ganda dan dia akan menghabiskan hayatnya dengan keluarganya dan bertani. Dia akan lahir seratus tahun sesudahku.”

Setelah beberapa tahun kemudian Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani pun lahir.Setelah sampai usianya dua puluh tahun, setiap hari dia pergi mengunjungi Maqam Syeikh Abu Yazid Al-Bistami setelah menunaikan Solat.

Di Maqam Kubur Syeikh Abu Yazid Al-Bistami beliau berdoa,
“Ya Allah, kurniakanlah kepaaku sebahagian daripada Keruhanian yang Engkau beri kepada Abu Yazid.” Setelah dua belas tahun beliau berbuat demikian,maka pada suatu hari semasa pulang dari Maqam itu, beliau merdengar satu suara dari Maqam itu berkata,
“Abul Hassan, semua Keruhanianku adalah hadiahmu kepaaku.”
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menjawab, “Tuan, saya lahir tiga puluh sembilan tahun Setelah tuan, bagaimana saya menghadiahkan Keruhanian saya
kepada tuan?”
Suara itu berkata lagi,“Aku telah terhalang dalam perjalanan Keruhanianku, maka aku berdoa kepada Allah meminta halangan itu dibuang. aku merdengar suara Ketuhanan berkata, “Berdoalah kepada Nur yang akan meliputi kamu apabila kamu melawat Kharqan kali ini.” Saat aku sampai di Kharqan, aku benar-benar bertemu dengan nur itu yang meliputi dari bumi sampai ke langit. aku berdoa kepadaNya seperti disuruh oleh Allah, maka dari semenjak itu terhapuslah halangan itu.”

Ketika Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani pulang setelah peristiwa itu, beliau terasa mendapat kurnia dalam dirinya. Beliau dapat menghabiskan bacaan Al-Quran dalam dua puluh empat jam, padahal beliau tidak bisa membaca sebelum peristiwa
itu. Beliau merupakan seorang Syeikh yang agung dan menerima kedudukan yang terpuji di kalangan sekelian Para Auliya pada zamannya.

Syeikh Abu Sa’id, seorang Ahli Sufi yang masyhur pada ketika itu pernah menziarahinya dan mereka telah banyak bermuzakarah antara satu sama lain tentang berbagai masalah.Pada suatu ketika sedang mereka berbicara karena
keadaan dzauq, Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani telah memeluk Syeikh SyeikhAbu Sa’id . Setelah kembali ke tempatnya,Syeikh Syeikh Abu Sa’id telah menghabiskan masa malam itu dengan bertafakkur, sambil duduk melutut dan juga dia menjerit dalam keadaan mabuknya.
Pada keesokan harinya, Syeikh Syeikh Abu Sa’id menemui Syeikh
Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani dan meminta supaya beliau mengambil balik percikan cahaya Keruhanian yang tersinar dalam dirinya itu akibat pelukan Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani karana katanya, beliau masih belum mencapai maqam seperti yang dicapai oleh Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani dan beliau tidak tahan dengan keadaan yang terlalu tinggi itu. Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani pun memeluk beliau sekali lagi dan kembalilah Syeikh Syeikh Abu Sa’id sepertimana biasa.
Ketika Syeikh Syeikh Abu Sa’id hendak pergi, beliau telah berkata kepada Syeikh
Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani ,aku memilih kamu untuk menjadi Khalifahku.”Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani lalu memberitahu Syeikh Abu Sa’id seperti berikut,
“aku akan jadikan kamu seorang yang tinggi karena Allah telah mengurniakan kamu kepaaku setelah aku berdoa kepadaNya memohon Dia memberi kepaaku seorang sahabat yang dapat aku berbincang tentang hal-hal Keruhanian dengannya. Syukurlah, Allah telah mengkabulkan permohonan itu.”

Syeikh ‘Ali Bin ‘Utsman Al-Hujwiri Rahmatullah ‘alaih meriwayatkan bahwa beliau mendengar dari Syeikh Hassan Mu’addib yang merupakan seorang juru khidmat bagi Syeikh Syeikh Abu Sa’id bahwa apabila Syeikh Syeikh Abu Sa’id datang menghadirkan diri disamping Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani, dia tidak akan mengucapkan sebarang perkataan tetapi hanya mendengar dan hanya akan
menjawab dengan apa yang telah diucapkan oleh Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani .
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani telah bertanya kepada Syeikh Abu Sa’id , mengapakah beliau sentiasa mendiamkan diri? Syeikh Abu Sa’id Rahmatullah
‘alaih menjawab,“Seorang penerjemah adalah mencukupi untuk satu judul.”
Syeikh ‘Ali Bin ‘Utsman Al-Hujwiri Rahmatullah ‘alaih juga telah meriwayatkan bahawa beliau telah mendengar Syeikh Abul-Qasim Qusyairi berkata,
“Apabila aku tiba di Kharqan, kelancaranku mulai keluar dan aku tidak lagi memiliki daya dan upaya untuk menerangkan keadaan diriku di sebabkan amalan yang telah
diberikan oleh pembimbing Keruhanian, dan aku menyangka bahawa aku telah dilucutkan dariKewalianku.”

KERAMAT KEBESARANNYA DANKEBESARAN KERAMATNYA

PADA suatu hari, Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menggali tanah di rumahnya.
Tiba-tiba uang perak keluar. Ditutupnya tempat itu. Digali pula di tempat lain dan di situ keluar pula emas. Ditutupnya lubang itu juga. Pada kali ketiganya keluar pula intan.Lubang itu juga ditutupnya. Digalinya di tempat yang keempat, maka keluar pula berlian. Itu pun ditutupnya.Kemudian Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani berdoa, “Ya Allah, walaupun aku dapat seluruh harta Dunia ini dan harta di Akhirat kelak, namun tidak akan aku tukarkan dengan wajahMu.”

Pada suatu hari, seorang Sufi duduk di samping Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-harqani
sambil menunjukkan keramatnya dengan mengeluarkan seekor ikan hidup dari seember air yang diletakkan di hadapan Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani . Syeikh AbulHassan ‘Ali Al-Kharqani meletakkan tangannya dalam api dapur yang menyala di hadapannya dan mengeluarkan ikan hidup dari dalam api itu. Kemudian,
orang itu meminta Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani melompat dengannya ke dalam api itu dan lihatlah siapa akan hidup setelah masuk kedalam api itu.
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menjawab,“Menunjukkan keramat itu tidaklah baik. Marilah kita tenggelamkan diri kita dalam lautan Wujud Fana dan timbul semula dengan memakai pakaian Wujud Baqa.” Orang Sufi itu pun diam.

Pada suatu saat, sebelum mulai berjalan menunaikan Haji, beberapa orang telah berjumpa dengan Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani dan bertanya kepadanya apa yang mereka akan mereka lakukan sekiranya ada perampuk menyerang mereka. Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menjawab,
“Ingatlah aku pada waktu itu.”Dalam perjalanan itu, Kafilah yang mereka sertakan itu
diserang oleh perampok. Semua orang dalam Kafilah itu dirompak oleh perampok kecuali seorang yang ingat pada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani
Pada saat orang itu ingat kepada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani , nampak olehnya Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani berada dihadapannya. Orang itu dan barang-barangnya tidak kelihatan oleh perampok itu. Maka dia pun selamat. Setelahkembali, orang-orang bertanya kepada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani kenapa mereka tidak diselamatkan pada hal mereka berdoa kepada Allah? Sedangkan orang itu hanya meminta pertolongan kepada beliau.
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani berkata,
“Kamu semua hanya menyebut Allah di mulut saja, tetapi aku mengingatNya dengan seluruh jiwa ragaku. Olehitu, jika kamu semua mengingatiku, aku akan mengingati
Allah bagi pihak kamu semua dengan seluruh hati dan jiwa, dan permintaan kamu akan dikabulkan. Tetapi jika kamu semua hanya menyebut Allah di bibir saja tanpa terhunjam sepenuhnya dalam hati, maka permohonan kamu tidak akan mendatangkan hasil.”
Seorang Murid Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani meminta kebenaran beliau
hendak pergi ke Iraq untuk belajar Hadits, karena tidak ada guru yang pakar di tempat beliau itu.
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani berkata,
“Aku akan ajarkan kepada kamu sebagaimana aku belajar langsung dari Rasulullah.”
Murid itu tidak percaya dengan perkataan beliau itu. Tetapi saat dia tidur, dia melihat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata bhawa apa
yang dikatakan oleh Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani itu adalah benar. Maka mulailah Murid itu belajar Hadits pada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani .
Dalam pengajarannya, Ketika Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani berkata bahawa Hadits itu telah salah.Murid itu bertanya kenapa Hadits yang demikian itu salah? Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menjawab,“Nabi sentiasa bersama aku pada saat aku mengajar engkau. Apabila satu Hadits salah dinyatakan, mukanya
berubah tanda tidak setuju. Dari situlah aku tahu sama ada apakah satu Hadits itu betul atau tidak.”
Suatu ketika Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani hadir dan mengambil bahagian
dalam upacara Sama’ iaitu tarian muzik Keruhanian di rumah seorang hamba Allah. Dalam Sama’ itu beliau telah sampai kepada keadaan dzauq mabuk Allah dan memukul tanah dengan kakinya tiga kali. Dinding rumah itu bergoyang dan orang lain merasai seolah-olah dinding itu telah menari bersamanya serta juga tanah di situ. Setelahbeliau sadar semula, beliau ditanya kenapa beliau berbuat
demikian? Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani menjawab,
“Sama’ ialah bagi mereka yang dalam keadaan itu telah dibawa ke tingkat Ruhaniah yang tinggi di mana semua hijab tersingkap dan mereka dapat melihat Alam Malaikat.”
Satu hari, seorang telah datang kepada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani
dan meminta kepada beliau hendak memakai pakaiannya agar dia dapat menjadi seperti Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani juga. Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani bertanya,“Bolehkah perempuan yang memakai baju lelaki menjadi lelaki atau orang lelaki memakai baju perempuanmenjadi perempuan?”
Orang itu berkata tidak boleh, lalu Syeikh abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani pun berkata,
“Jika itu tidak mungkin, bagaimana kamu memakai pakaianku boleh menjadi diriku?”
Seorang ‘Alim telah bertanya kepada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani dan meminta beliau memberi ahan kepadanya. Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani
berkata,“Serulah manusia ke Jalan Allah dan janganlah panggil mereka kepada diri kamu sendiri. Jika seorang‘Alim itu dengki kepada seorang ‘Alim yang lain yang
menjalankan tugas sepertinya juga iaitu mengajak manusia ke Jalan Allah, maka itu berarti dia bukan mengajak manusiake Jalan Allah tetapi adalah kepada dirinya sendiri. Jikatidak, apakah sebabnya dia dengki?”

Pada suatu ketika, Syeikh Abu Sina Rahmatullah‘alaih datang melawat Syeikh Abul Hassan ‘AliAl-Kharqani . Bila sampai ke rumahSyeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani
, beliau memanggil tuan rumah itu.Datanglah isteri Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-
Kharqani . Isteri Syeikh AbulHassan ‘Ali Al-Kharqani mengatakan Syeikh Abu Sina itu sebagai seorangkafir dan meminta beliau jangan memanggil Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani karena dia telah pergi mencari kayu api ke dalam hutan.
Syeikh Abu Sina pergi mencari Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani dan dilihatnya seekor singa membawa kayu api Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani itu. Syeikh Abu Sina menundukkan kepadalanya tanda hormat kepada Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani .
Dalam perbincangan mereka Syeikh Abu Sina bertanya kenapa isteri Syeikh
Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani mengatakanya kafir? Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-
Kharqani menjawab bahawa jikalau beliau tidak sabar terhadap isterinya itu, tentulah beliau tidak dapat menguasai singa itu. Pada malam itu mereka pun bicara tentang hal-hal Keruhanian dan Kesufian.
Keesokan harinya tatkala Syeikh AbulHassan ‘Ali Al-Kharqani memperbaiki
dinding rumahnya, sekeping besi yang dipegangnya itu terjatuh. Sebelum beliau tunduk mengambil keeping besi yang terjatuh itu, besi itu melayang sendirinya pergi ketangan Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani
.
Dengan itu kepercayaan Syeikh Abu Sina tentang ketinggian Ruhaniah Syeikh
Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani bertambah teguh dan semua prasangkanya tentang ketinggian Ruhaniah Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani itu pun hilang dan lenyap.

AJARAN KEUNGGULANNYA DAN KEUNGGULAN AJARANNYA
SYEIKH Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani telah berkata,
“Terdapat dua jalan, satu adalah salah dan satu adalah betul. Jalan yang salah ialah jalan manusia kepada Tuhan dan jalan yang betul ialah jalan Tuhan kepada manusia. Barangsiapa yang berkata bahwa dia telah mencapai Tuhan sebenarnya masih belum mencapainya, akan tetapi apabila seseorang berkata bahawa dia telah dijadikan untuk mencapai Allah, ketahuilah bahawa dia benar-benar telah mencapaiNya.”
Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani telah memberitahu kepada seorang
dari Murid kesayangannya, “Pada pandangan Dunia, Abu Yazid telah mati, tetapi
pada pandanganku dia masih hidup dan mengetahui semua gerak-geriku.”

Antara kata-kata hikmah Syeikh Abul Hassan ‘Ali Al-Kharqani yang berisi
pengajarannya seperti berikut:
1. “Carilah Rahmat Tuhan karena ianya melampaui azab Neraka dan nikmat Syurga.”
2. “Masa lalu, masa sekarang dan masa akan datang itu adalah hijab. Bila hijab ini disingkap, engkau bisa lihat semua.”
3. “Menganggap diri sendiri itu seorang Sufi adalah satu anggapan yang besar. Sekurang-kurangnya dia bukanlah sufi.”
4. “Orang yang menunjukkan keramatnya adalah dilemparkan jauh dari Syeikh Allah.”
5. “Apabila seseorang itu betul-betul dengan ikhlas menuju Allah dan mati dalam diri mereka, maka Allah akan ditemui.”
6. “Seorang Muslim itu tidaklah terpuji karana dia berpuasa dan beribadah tetapi dia terpuji karena dalam catatan amalannya dia tidak ada berdosa semasa hidupnya. Apabila peringkat itu tercapai, dia akan takut kepada Allah dan berada dalam sopan santun dan merendahkan diri.”
7. “Barangsiapa dengan kehendak Allah dapat melihat Tuhan, dia tidak nampak yang lain. Orang yang sampai kepada Allah akan lenyaplah dirinya.”
8. “Pahlawan Tariqat itu mati walaupun dia hidup di Duniaini.”
9. “Wahai Salik, janganlah menganggap kamu telahmendapat Nur, sehingga belum kamu mengalami tujuhpuluh tahun apa yang dialami semasa aku beribadah di Khurasan sambil rukuk menghadap Mekkah dan semua harta bumi dan langit diletakkan dihadapan kamu, tetapi meskipun begitu kamu tetap tidak terpengaruh olenya dan terus merendahkan diri kepada Allah karena takut Allah tidak akan menerima ibadatmu.”
10. “Banyak orang bertawaf keliling Ka’abah, tetapi ada jugayang bertawaf keliling langit dan Syurga, namun begitu yang lebih agung dan terpuji ialah mereka yang bertawaf keliling Tauhid.”
11. “Benda-benda mula dicari dalam Dunia dan kemudian didapati, tetapi Allah dijumpai dahulu dan kemudian dicari.”
12. “Ada hamba-hamba Allah itu yang menjadi kekasihNya. Apabila mereka memanggil Nama Allah, semua burungburung
dan binatang-binatang tegak berdiam diri,Malaikat terketar, langit dan bumi akan bercahaya.Demikianlah agungnya menyebut Nama Allah itu oleh mereka hinggakan bumi bergoyang.”
13. “Tidak ada orang yang dapat menempuh jalan menuju Allah itu tanpa pertolonganNya. Dengan kesungguhan dan daya sendiri saja tidak akan berhasil.”
14. “Hiduplah dalam Dunia ini tanpa dosa.”
15. “Sentiasalah berada di samping Allah dan bukan disamping alam, karena seseorang itu sentiasa berdampingan dengan sahabatnya, dan tidak ada sahabat
yang lebih agung dari Allah.”
16. “Setengah daripada sahabat-sahabat Allah itu dapatmembaca apa yang tertulis dalam Taqdir meskipun mereka berada dalam Dunia ini.”
17. “Allah kurniakan rindu dendamNya kepada mereka yang dilimpahiNya Nur.”
18. “Wali Allah itu bukanlah makhluk atau pun insan Dunia ini.”
19. “Orang yang mencapai Allah dalam hidup yang sekarang ini dan tidak menangguhkan perjumpaan dengan Allah itu hingga setelah mati, maka dia itulah sebenarnyakekasih Allah.”
20. “Apabila Allah membawa seseorang itu ke JalanNya,maka dia akan sampai ke lembah Tauhid, tidak ada yang tahu keadaannya kecuali Allah.”
21. “Hati yang rindu kepada Allah itulah hati yang paling baik.”
22. “Apabila sakit, Allah itulah menjadi Tabib.”
23. “Barangsiapa hendakkan Syurga akan terhindar dari RahmatNya. Orang yang sentiasa berkhalwat dan menyingkirkan diri dari segala makhluk dan terus
mematikan dirinya, maka terbukalah hijab yang melindungi pandangannya dengan Tuhan.”
24. “Barangsiapa mencari keduniaan akan diperhambakan oleh Dunia. Tetapi barangsiapa menyingkirkan keduniaan, maka Dunia ini akan menjadi hambanya.”
25. “Jika dalam sesuatu masyarakat itu ada orang yang dikurniakan Allah dengan Nur dan kehampiran denganNya, maka Allah dengan RahmatNya akan mengampunkan dosa yang dilakukan oleh masyarakat itu.”
26. “Orang Darwish tidak menumpukan pandangannya kepada Dunia ini atau Akhirat.”
27. “Hanya orang yang bercita-cita tinggi itu mencapaiTuhan.”
28. “Nama Allah itu hendaklah disebut berulang-ulang setelah mematikan diri.”
29. “Hapuskan dosa dan sembahlah Allah, maka Allah akan ditemui.”
30. “Tiap-tiap orang hendak membawa sesuatu dari Dunia ini ke Akhirat, tetapi tidak ada apa-apa dalam Dunia ini yang bisa mencari jalan ke sana kecuali Fana tidak ada diri.”
31. “Takutlah Allah dan serulah Dia, dan kamu akan ditempatkan dalam keadaan Fana.”
32. “Di antara beribu-ribu orang yang menjalani jalan yang diterangkan oleh Al-Quran itu, ada seorang yang jalannya diikuti oleh Al-Quran itu sendiri, iaitu tiap-tiap
lakuannya bersesuaian dengan apa yang diterangkan oleh Al-Quran.”
33. “Orang Sufi tidak perlu cahaya matahari dan bulan karena Cahaya Allah yang ada padanya itu lebih terang dari segala cahaya.”
34. “Jalan itu akan dipendekkan oleh Allah bagi mereka yang dibimbingNya.”
35. “Makan dan minum Auliya Allah itu ialah mengenang Allah dan membicarakan tentang Allah.”
36. “Tuhan Allah itu menjadi benar-benar cahaya mata hamba-hambaNya.”
37. “Sebahagian kecil daripada Cinta Allah itu turun ke Dunia dan mencari tiap-tiap hati dalam Dunia, dan didapati tidak ada yang upaya memegangnya. Maka kembalilah ia kepada Allah.”
38. “Setelah tiap-tiap seratus tahun, satu jiwa yang sempurna akan lahir ke Dunia.”
39. “Orang yang bertemu dengan Allah itu akan mati dirinya.”
40. “Siapa yang hatinya kasih sayang kepada selain dari Allah,meskipun dia melakukan Ibadat dan bermujahadah sepanjang hidup, namun semua itu tidak akan diterimaAllah dan hatinya itu tetap tinggal mati.”
41. “Hijab yang paling besar antara insan dengan Tuhanialah Hawa Nafsu.”
42. “Kegiatan yang paling besar ialah mengenang Allah. Setelah itu ialah kesucian hidup, bersedekah danbersikap Zuhud.”
43. “Pada segi Keruhanian, duduk bersama di majlis AuliyaAllah itu adalah satu amalan yang terpuji.”
44. “Bersama di majlis Auliya Allah itu adalah satu kurniaanAllah yang besar.”
45. “Kamu melakukan Ibadat yang paling besar jika kamu dapat melarikan diri dari keduniaan.”
46. “Ka’abah yang paling besar itu ialah memandang wajah Allah.”
47. “Apabila sepuluh kali Si Salik itu merasai racun dengan
gembira dan rela, maka pada kali ke sebelas rasa gula akan diberi kepadanya. Di awal perjalanan Si Salik itu akan diuji dan ditapis.Setelah itu akan dikurniakan
kehampiran dengan Allah.”
48. “Kamu akan berjaya mencapai Allah setelah kamu diberiNya kekuatan untuk mencapaiNya dan itu pun dengan kehendakNya .”
49. “Orang yang mengorbankan kemuliaannya karena Allah,maka Allah akan memberinya pakaian KemuliaanNyasendiri.”
50. “Allah akan ditemui apabila Aku dimatikan.”
51. “Orang yang mengatakan dia mendapat Nur dan kemudian menyibarkan kepada orang ramai banyak adalahsebenarnya dia tidak ada Nur itu karena perbuatan
demikian itu adalah hijab juga.”
52. “Teruskan melakukan latihan Ruhaniah itu sehingga latihan Ruhaniah itu sendiri meninggalkan kamu.”
53. “Mematuhi kehendak Ruhaniah itu adalah lebih baik dari melakukan banyak latihan.”
54. Sekiranya setitik saja Rahmat Allah itu jatuh kepada kamu, nescaya kamu tidak akan mau apa-apa lagi dalam Dunia ini, bahkan tidak mau bercakap atau mendengar orang lain.”
55. “Ingat kepada Allah itu lebih tajam daripada tikaman seribu pedang sekali gus.”
56. “Apabila kamu melihat wajah Allah, kamu tidak akan melihat yang lain lagi sepanjang masa.”
57. “Seseorang itu hendaklah berlatih sepenuhnya selama empat puluh tahun dan kemudian bolehlah mengharapkan hasil yang memuaskan. Sepuluh tahun
melakukan latihan Keruhanian itu ialah untuk membetulkan kesalahan lidah, sepuluh tahun lagi untuk mengurangkan gemuk badan, sepuluh tahun untuk membetulkan kesalahan hati dan sepuluh tahun lagi untuk membetulkan segala kejahatan yang lain itu.”
58. “Sedikit ketawa dan banyak tangis, makan dan tidur
59. “Malanglah orang yang hidup dalam Dunia ini tanpa bercakap dengan Allah.”
60. “Jalan Ma’rifatullah itu ialah untuk orang-orang yang suci dan mabuk dalam Allah, karena bercakap dalam dzauq dengan Tuhan itu sangatlah berbahagia.”
61. “Ingat dan kenanglah Allah sentiasa.”
62. “Apabila seseorang itu menyebut Nama Allah, lidahnya terbakar dan tidak dapat menyebut nama itu lagi. Jika terlihat ia menyebutnya, maka sebenarnya memuji Dia.”
63. “Kemarahan api perpisahan dengan Tuhan itu sangatlah panas hingga jika ia terlepas dari hati orang yangmengandungnya, seluruh Dunia ini akan hangus. Tidak
lain kehendak hati orang-orang yang demikian itu ialah hendak mengenang Allah tetapi mereka dapati mereka tidak dapat berbuat demikian.”
64. “Jika hatimu terpaku pada Tuhan, seluruh Dunia tidak akan dapat memudharatkan kamu jika mereka semuanya menjadi musuhmu.”
65. “Melihat Allah beserta dengan dirimu ialah Fana dan melihat Allah saja tanpa dirimu ialah Baqa.”
66. “Bergaullah dengan orang yang hatinya terbakar dalam cinta kepada Allah dan tenggelam dengan rindu dendam kepadaNya.”
67. “Jangan buat kegiatan lain kecuali mengingat nama Allah dan jangan ingat apa-apa kecuali Dia.”
68. “Bersama dengan Allah seketika adalah lebih bernilai daripada beribadat sepanjang hayat karena keduniaan.”
69. “Tiap-tiap makhluk itu adalah hijab dan jarring kepada Salik yang ikhlas. Tidak diketahui bagaimana dan kapanseseorang itu bisa terjerat pada mereka itu.”
70. “Walaupun sekali dalam seumur hidup kamu membuatkan Allah murka, maka wajarlah kamu memohon ampun sepanjang hidup kepadaNya, karena
meskipun Dia ampunkan kamu, namun dalam hati masih terasa yang kamu telah menimbulkan kemurkaan Tuhandan tidak mematuhi Dia.”
71. “Orang yang paling baik dalam menghampirkan diri dan mengabdi kepada Ilahi ialah orang yang buta tidak melihat yang lain kecuali Allah, tuli tidak mendengar
yang lain kecuali Allah dan bisu tidak bercakap kecuali tentang Allah.”
72. “Allah telah mengurniakan sesuatu masalah kepada kita dan setelah mendampingkan kita dengan masalah itu, Dia pun menghilangkannya dari kita. Maka sewajarnyalah kita membuang semua masalah keduniaan dan berdampingan dengan Dia, agar Dia tidak jauhkandiriNya dengan kita.”
73. “Banyak orang yang berjalan-jalan di jalan tetapi mereka mati. Banyak juga yang telah berkubur tetapi mereka masih hidup.”
74. “Orang yang cinta kepada Allah itu ialah orang yang hatinya hancur lebur menjadi abu karena Allah.”
75. “Tinggalkan semua Ibadat dan dosa, dan tenggelamkan dirimu dalam lautan RahmatNya.”
76. “Manusia melihat Allah di Akhirat dengan mataKetuhanan.”
77. “Makin kuat kamu berkhidmat dengan gurumu, makin tinggi naik taraf ruhaniahnya.”
78. “Badan, lidah dan hati tidak ada paaku, hanya Allah saja dalam diriku.”
79. “Banyak orang yang beribadah dan beribadat dalam Dunia ini, tetapi sedikit benar yang membawa hasilnya bersama mereka ke Akhirat.”
80. “Ahli Dunia mendapat apa yang tercatit dalam nasib mereka, tetapi Auliya Allah mendapat apa yang tidak
tercatit dalam nasibnya.”
81. “Di jalan Tuhan, tidak ada yang lain kecuali Tuhan.”
82. “Menangislah dalam Dunia agar kamu ketawa di Akhirat kelak.”
83. “Apabila hamba itu Fana, dia akan diberi pakaian Baqa.”
84. “Dalam peringkat Ruhaniah yang paling tinggi, dahaga terhadap Allah itu sangat kuat dalam diri si hamba hinggakan jika air dari semua sungai diberi kepadanya
tidaklah dapat menghilangkan dahaganya itu bahkan bertambah dahaga lagi. Si hamba seperti ini memutuskan segala perhubungan dengan alam dan tidak pernah
megah dengan keramat yang mengalir keluar tanpa disedarinya daripada dirinya.”
85. “Gelar paling bagus untuk si hamba Allah ialah ‘Abdullah.”
86. “Untuk si Mukmin, tiap-tiap tempat itu adalah Masjid dan tiap-tiap hari itu adalah hari Jumaat.”
87. “Jangan biarkan pengemis pulang dengan tangan kosong dari rumahmu, berilah dia sesuatu walaupun kamu berhutang untuk itu.”
88. “Layanlah tetamu kamu dengan sebaik-baiknya.”
89. “Ada tiga hal keadaan yang terakhir dalam Keruhanian. Pertama kamu anggap diri kamu sebagaimana Tuhan menganggap kamu. Kedua, kamu menjadi kepunyaan Dia dan Dia menjadi kepunyaan kamu. Ketiga, kamu lenyap dan hapus dan Dia saja yang mengisikan kamu.”
90. “Sebelum kamu mati, kamu mestilah berusaha untuk mencapai tiga masalah. Pertama, dalam cintamu kepada Allah kamu menangis sebanyak-banyaknya hingga
airmata darah mengalir dari matamu. Kedua, karena takutkan Allah hinggakan air kencing kamu menjadi berupa darah. Ketiga, berjaga malam hingga kurus kering
badan kamu.”
91. Berdampinglah dengan Allah saja dan janganlah berkeinginan hendak bertemu dengan makhluk, walaupun makhluk itu Khidhr. Adakah kamu jemu berdamping dengan Allah maka kamu hendak berdamping pula dengan makhluk? Sepatutnya engkau hanya rindukan hendak berdampingan dengan Allah saja tiada yang lain.”
92. “Makhluk itu ditakluki oleh waktu atau masa dan Aku ini Tuhan bagi masa itu.”
93. “Apabila aku telah Fana, aku lihat diriku dibalut oleh Wujud Ketuhanan tetapi apabila aku pandang diriku,Fana itu pun terjatuh dari aku.”
94. “Apabila aku melampaui diri sendiri (ego), air tidak boleh melemaskan aku dan api tidak boleh membakar aku. Kemudian selama tiga bulan empat hari aku tidak
makan dan dapat menghadapi semua ujian.”
95. “Kebaikan itu adalah Sifat Allah saja, kita tidak boleh mengatakan kita baik.”
96. “Wahai Salik, jika kamu ingin menjadi pakar keramat,maka mulalah berpuasa tiap-tiap tiga hari sekali. Setelah itu empat belas hari terus-menerus. Setelah itu berpuasa selama empat puluh hari terus-menerus. Setelah itu berpuasa selama empat bulan. Akhirnya berpuasalah selama satu tahun penuh. Maka kamu akan capai satu peringkat di mana kamu akan lihat masalah Ghaib yang memegang sesuatu dengan mulutnya yang rupanya seperti ular. Jika kamu makan benda itu, kamu tidak akan berasa lapar selama-lamanya. Bila aku mula berpuasa, datanglah benda yang berupa ular itu. Aku enggan menerimanya karena itu akan menghalang aku dari mendapat Rahmat Tuhan. Aku berdoa kepada Allah supaya mengurniakan aku apa yang Dia kehendaki terus langsung dan bukan melalui perantara. Tuhan berfirman,
“Setelah ini kamu akan berasa kenyang dan tidak dahagatanpa makan dan minu m apa pun.” Maka aku pun tidak lagi berasa lapar dan dahaga. Aku pun diberi makan
secara Ghaib ini tetapi rasanya manis seperti madu danwangi seperti kasturi. Dunia tidak tahu dari mana aku dapat makan.”
97. “Selagi aku memandang kepada pertolongan yang lain dari Allah, maka selagi itulah aku tidak berjaya dalam Ibadatku. Tetapi bila aku putuskan perhubungan dengan makhluk dan berharap kepada Allah saja, maka aku dapati segala rintangan dalam perjalanan Keruhanianku itu hilang lenyap dengan kurnia Allah dan tanpa dayausaha dari diriku dan hasilnya sangatlah besar dan memuaskan.”
98. “Ketahuilah luas kasih sayang Tuhan itu. Jika dosa seluruh Dunia ini ibandingkan dengannya adalah tidak lebih dari sebutir pasir saja.”
99. “Aku minta jangan ada hendaknya Neraka dan Syurgaagar manusia cinta kepada Allah karena Allah saja.”
100. “Jalan-jalan menuju Allah itu tidak terkira dan tidak terhad. Bolehlah dikatakan banyaknya itu seperti banyaknya makhluk ini. Tiap-tiap orang berjalan di jalan
itu menurut daya upayanya. Aku telah menjalani hampir jalan-jalan itu dan aku dapati ada orang yang berjalan di jalan-jalan tersebut. Tidak ada jalan yang kosong dan tidak ditempuhi orang. Kemudian aku berdoa kepada Allah, “Tunjukilah kepaaku jalan yang tidak ada orang menempuhinya dan tidak ada di jalan itu kecuali Engkau dan aku saja.” Allah tunjukkan kepaaku jalan rindu dendamnya jiwa. Ini barerti barangsiapa hendak berjalan di jalan Cinta Allah ini hendaklah jangan takut susah payah yang akan menimpanya dalam perjalanan itu. Hendaklah patuh sepenuhnya menurut perintahNya dan ingat kurniaNya dan sentiasa bersyukur kepadaNya.”
101. Orang yang dipandang penakut oleh Dunia ini adalah berani pada pandangan Tuhan dan orang yang penakut pada pandangan Tuhan itu ialah orang yang
dipuji dan dipuja oleh Dunia sebagai pahlawan.”
102. “Apa yang aku ceritakan kepada kamu adalah perutusan dari Allah, ianya sangat suci dan Dunia tidak boleh mengatakan itu haknya.”
103. “Apa saja keutamaan Ruhaniah yang aku capai adalah hasil dari memencilkan diri dan menututp mulutku.”
104. “Suara Ketuhanan berkata, “Abul Hassan, patuhlah kepaaku karena Aku hidup tanpa mati. Jika kamu patuh kepaaku, maka Aku akan kurniakan kepadamu
hidup yang kekal. Janganlah hampir kepada masalah yang aku larang.”
105. “Dengan kurnia Allah, diberinya aku peringkat Ruhaniah yang lebih tinggi dari yang dikurniakanNya kepada Abu Yazid.
106. “Aku ini bukan menetap dan bukan pula dalam perjalanan. Peringkat ini lebih rendah dari peringkat yang aku nikmati sekarang iaitu aku telah menetap dalam
Tauhid dan berjalan dalam Allah. Oleh karena Allah telah menghapuskan diri egoku, maka Neraka dan Syurga tidak menjadi persoalan kepaaku. Keadaan aku
sekarang ialah jika semua penghuni Neraka dan Syurga masuk ke dalamnya nescaya mereka semua akan Fana hancur lebur.”
107. “Ya Allah, KurniaMu paaku tidak kekal dan kurniaku padaMu adalah kekal. Karena KurniaMu padaku ialah diri Aku dan kurniaku kepadaMu ialah Engkau. Aku mati tetapi Engkau hidup abadi.”
108. “Ya Allah, aku ingin mencapai peringkat di mana aku tidak ada lagi dan Engkau saja yang ada dalamku.”
109. “Dunia lari dari mereka yang menuntutnya. Engkau Maha Kasih dan suka menghampirkan diriMu kepada mereka yang menuju jalan kepadaMu.”
110. “Oh Tuhan, aku juga yang selalu menyakitkan Kamu, tetapi Kamu sentiasa memberi kurnia yang tidak putusputus kepalaku.”
111. “Ada orang mencari kebahagiaan dengan sikap Zuhud, ada yang dengan berjalan menuju Ka’abah dan ada pula yang mencari kebahagiaan dalam Ibadat.
Jadikanlah aku tidak termasuk dalam golongan mereka itu, tetapi jadikanlah bahagiaku itu dalam Engkau dan Engkau saja.”
112. “Oh Tuhan, bawalah aku kepada AuliyaMu yang tahu menyebut NamaMu sebagaimana ia patut disebut, agar aku dapat berkat dengan mengkhidmati mereka
itu.”
113. “Ya Allah, aku ini hanya hambaMu yang hina. Ibadatku dan Zikirku tidak bernilai padaMu. Terimalah aku yang lemah ini yang tidak ada pergantungan selain
Kamu dan Kamu saja pelindungku.”


Sumber : AR-RISALAH AL-‘ALIYAH
Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi An-Naqshbandi Al-Mujaddidi Al-Uwaisi
‘Ufiya Allahu ‘Anhu Wali Walidaihi

Martabat Nafsu (1) Amarah


Nafsu mempunyai dua pengertian:
1. Suatu pengertian yang meliputi segala tabiat-tabiat: spt. marah, nafsu berahi dan syahwat serta semua yang keji seperti hasad dengki, riak, dendam, sum'ah dan sebagainya. Nafsu ini ada juga pada binatang. Tapi tiada sama sekali pada malaikat. Sabda Rasulullah s.a.w:
"Sejahat-jahat musuh engkau ialah nafsu engkau yang terletak di antara dua lambung engkau"
2. Makna yang kedua adalah berkaitan kejadian "latifah rabbaniyyah' iaitu sesuatu yang batin yang tidak dapat dilihat dengan mata kasar sebaliknya ia adalah melibatkan soal-soal kerohanian.
Jenis-jenis nafsu adalah:
1. Amarah
2. Lawammah
3. Mulhammah
4. Mutmainah
5. Radhiah
6. Mardhiah
7. Kamaliah

1. AMARAH
Amarah adalah martabat nafsu yang paling rendah dan kotor di sisi Allah. Segala yang lahir darinya adalah tindakan kejahatan yang penuh dengan perlakuan mazmumah (kejahatan/keburukan). Pada tahap ini hati nurani tidak akan mampu untuk memancarkan sinarnya kerana hijab-hijab dosa yang melekat tebal, lapisan lampu makrifat benar-benar terkunci. Dan tidak ada usaha untuk mencari jalan menyucikannya. Kerana itulah hatinya terus kotor dan diselaputi oleh pelbagai penyakit.
Firman Allah:
• "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya"
• "Sesungguhnya nafsu amarah itu sentiasa menyuruh manusia berbuat keji(mungkar)"
• "Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus)"
Dalam kehidupan seharian segala hukum hakam, halal-haram, perintah dan larangan tidak pernah di ambil peduli. Malah buat kejahatan itu sudah sebati. Tidak ada penyesalan, malah kadang-kadang bangga buat jahat. Contohnya dia berbangga dapat merosakkan anak dara orang, bangga dengan kehidupan songsang, minum, berjudi, pergaulan bebas malah jadi barat lebih dari orang barat. Bagi mereka pada peringkat nafsu ini, konsep hidupnya adalah sekali, jadi masa mudalah untuk seronok sepuas-puasnya tanpa mengenal batas-batas. Baik jahat adalah sama sahaja di sisinya tanpa ada perasaan untuk menyesal. Malah kadang-kadang bila boleh buat jahat seolah-olah terdapat perasaan lega dan puas. Itulah sebabnya kadang-kadang ada yang dapat nak mengawalnya dari melakukan sesuatu yang jahat. Dah jadi hobi. Hatinya telah dikunci oleh Allah sebagaimana firmanNya: "Tidaklah engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsunya (amarah) menjadi Tuhan dan dia disesatkan oleh Allah kerana Allah mengetahui (kejahatan hatinya) lalu Allah mengunci mati pendengarannya (telinga batin) dan hatinya dan penglihatannya (mata hatinya) diletak penutup."
Manusia pada peringakat nafsu amarah ini bergembira bila menerima nikmat tetapi berdukacita dan mengeluh bila tertimpa kesusahan.
Firman Allah: "Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah akibat kesalahan tangan mereka sendiri, lantas mereka berputus asa."
Jelasnya pada peringkat ini segala tindak tanduknya adalah menuju dan mengikut apa kehendak syaitan yang mana telah dikuasai sepenuhnya olehnya(Syaitan). Rupa sahaja manusia, tapi hati dikuasai syaitan.
Pada peringkat ini, manusia itu tak makan nasihat. Tegurlah macam manapun. Dia tetap tak akan berubah kecuali diberi hidayah olehNya.
Mereka tidak pernah takut pada Allah dan hari pembalasan. Malah meremehkan lagi ada. Mengejek dan mencemuh. Mereka tidak pernah peduli dengan ancaman Allah seperti: "Akan dicampakkan ke dalam neraka jahanam dari golongan jin dan manusia yang mempunyai hati tidak memrhati,mempunyai mata tidak melihat,mempunyai telinga tidak mendengar.Mereka itu adalah binatang malah lebih hina dari binatang kerana mereak termasuk di dalam golongan yang lalai".
Mereka suka mencela orang lain, memperbodohkan kelemahan orang lain dan melihat dirinya sendiri serba sempurna. Mereka tidak pernah menyandarkan hasil usahanya kepada Allah. Mereka fikir apa sahaja kejayaan mereka adalah hasil titik peluh diri sendiri.
Jiwa mereka pada tahap ini adalah kosong dan hubungan dirinya dengan Allah boleh dikatakan tidak wujud.
Dalam konteks penerimaan ilmu, orang yang bernafsu amarah hanya berupaya menerima ilmu diperingkat ilmu Qalam. Terutamanya yang mementingkan soal-soal lahiriah dunia sahaja. Tak ada minat kepada pelajaran agama dan hari akhirat. Pada peringkat tidak ada peluang sama sekali untuk menerima ghaib dan ilmu syahadah selagi hatinya kotor dan tidak disucikan dengan pembersihan zikrillah yang mempunyai wasilah bai'ah dengan Rasulullah s.a.w. Untuk membebaskan diri dari cengkaman nafsu ini hendaklah menemukan jalan wasilah ilmu Rasulullah s.a.w dengan menerima tunjuk ajar dari ahli zakir iaitu guru mursyid yang dapat memberikan petua-petua penyucian diri dan penyucian jiwa yang mempunyai mata rantai dengan Rasulullah s.a.w.
Sabda Rasulullah s.a.w:
"Tiap sesuatu ada alat penyucinya dan yang menyuci hati ialah zikir kepada Allah "
Pada tahap amarah ini kalau berzikirpun hanya dibibir sahaja tanpa meresap ke dalam jiwa. Amarah tidak mengenal sesiapa, malah ahli kitab sekalipun walaupun ada kelulusan Azhar, walupun berserban dan berjubah. Amarah tidak pernah takut dengan itu semua malah lagi senang ia menyerang. Yang ia takut hanyalah zikrillah.
Sabda Rasulullah s.a.w:
"Sesungguhnya syaitan itu telah menaruh belalainya pada hati manusia, maka apabila manusia itu berzikir kepada Allah , maka mundurlah syaitan dan apabila ia lupa, maka syaitan itu menelan hatinya"

Sumber : translation dr gagakmas

Martabat Nafsu (2) NAFSU LAWWAMAH


Nafsu lawwamah ialah nafsu yang selalu mengkritik diri sendiri bila berlaku suatu kejahatan dosa atas dirinya. Ianya lebih baik sedikit dari nafsu amarah. Kerana ia tidak puas atas dirinya yang melakukan kejahatan lalu mencela dan mencerca dirinya sendiri. Bila buat silap dia lebih cepat sadar dan terus kritik dirinya sendiri.
Perasaan ini sebenarnya timbul dari sudut hatinya sendiri bila buat dosa, secara automatik terbitlah semacam bisikan dilubuk hatinya. Inilah yang di katakan lawwamah. Bisikan hati seseorang akan melarang dirinya melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila terqosad sahaja dihatinya. Cepat rasa bersalah pada Allah Rasulullah atas keterlanjurannya. Ianya ibarat taufik dan hidayah Allah untuk memimpinnya kembali dari kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan jalan yang lurus.
Rasulullah s.a.w bersabda:
• "Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan menjadikan untuknya penasihat dari hatinya sendiri"
• "Barangsiapa yang hatinya menjadi penasihat baginya, maka Allah akan menjadi pelinding ke atasnya."
Tapi bila seseorang itu meningkat ke martabat nafsu lawwamah tapi tidak mematuhi isyarat lawwamah yang memancar di hatinya, maka lama-kelamaan isyarat ini akan padam dan malap. Hingga jatuhlah kembali pada tahap nafsu amarah kembali. Sebab itu kadang-kadang kita tengok sekejap orang tu baik, sekejap berubah jahat kembali. Kemudian berubah balik. Inilah bolakan hati yang di sebabkan oleh keadaan nafsunya yang berubah-ubah.
Firman Allah:
• "Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti (suruhan jahat) mereka setelah datang ilmu (isyarat lawwa-mah) kepadamu, sesungguhnya kamu termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim"
• "Sesungguhnya petunjuk Allah ialah petunjuk yang sebenarnya.Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan (jahat dan keji) mereka , setelah ilmu diperolehi (datang kepadamu) maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu".
Pada tahap lawwamah ini masih lagi bergelumang dengan sifat-sifat mazmumah tapi jumlahnya mulai berkurang sedikit. Keinsafan memancar. Sekiranya dia terus mematuhi isyarat lawwamah yang ada, sedikit demi sedikit sifat-sifat keji dapat dihapuskan. Pada peringkat ini dia banyak meneliti diri sendiri dan merenung segala kesilapan yang lampau. Bila perasaan menyesal datang, orang-orang pada peringkat sangat mudah mengeluarkan air mata penyesalan. Kerap menangis dalam solat, atau bila sendirian, sewaktu berzikir, bersolawat. Air matanya bukanlah disengajakan tetapi berlaku secara spontan. Inilah dikatakan sebagai tangisan diri. Pada peringkat ini mula banyak mengkaji dan meneliti alam dan kejadian. Malah sentiasa membandingkan sesuatu dengan dirinya. Mereka juga menjadi gila untuk beribadat dan cenderung kepada perbincangan berkaitan soal mengenal diri dan mula jemu dengan persoalan yang tidak berkaitan dengan agama. Perubahan ini boleh jadi mendadak sekiranya kita terjun ke alam tasauf.
Rasulullah s.a.w bersabda:
• "Bahawasanya orang-orang mukmin itu perhatiannya pada solat, puasa dan ibadat dan orang munafik itu perhatiannya lebih kepada makanan dan minuman seperti halnya binatang"
• "Sedikit taufik adalah lebih baik dari banyak berfikir dan berfikir perkara duniawi itu mendaruratkan dan sebaliknya berfikir perkara agama pasti mendatangkan kegembiraan"
Pada tahap ini sudah mementingkan akhirat dari dunia.
Namun begitu walau nak dibandingkan dengan amarah ia lebih tinggi sedikit, namun sekali-sekala ia tidak terlepas juga dari jatuh kedalam jurang dosa dan kejahatan.Imannya masih belum kuat.Namun ia cepat sedar dan cepat beristigfar minta ampun kepada Allah.
Firman Allah:
"Aku bersumpah dengan nafsu lawwamah"
Sebagai contoh kalau tertinggal sembahyang terdapat perasaan kecut hati dan cepat menyesal sehingga terus pergi kadha.
Antara sifat nafsu lawwamah adalah:
1. Mencela diri sendiri
2. Bertafakur dan berfikir
3. Membuat kebajikan kerana ria
4. Kagum pada diri sendiri yakni 'ujub
5. Membuat sesuatu dengan sum'ah -agar dipuji
6. Takjub pada diri sendiri
Sesiapa yang merasa berdegup di hati sifat seperti di atas masih lagi berada pada tahap nafsu lawwamah. Ianya adalah terdapat pada kebanyakan orang awam .
Harus kuat berzikir lagi untuk menembus dan menyucikan sisa-sisa karat hati. Zikir pada peringakat nafsu ini masih lagi dibibir tetapi kadang-kadang sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam keadaan yang tidak istiqamah. Pada peringkat ini memang sudah timbul gila beribadat sehingga kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang macam hilang dirinya. Rasa semacam semut berderau diseluruh tubuhnya terutama pada bahagian tulang belakang dan tangannya. Keadaan beginilah menimbulkan keasyikan yang menyeronokkan dengan amalan zikir dan ibadat lain.


Pada pringkat ini sudah boleh menerima sedikit ilham hasil dari zauk dan kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh guru. Bila berterusan dengan petua dan amalan yang diberi oleh guru InsyaAllah nafsunya lawwa-mah ini akan meningkat kepada tahap seterusnya.

Martabat Nafsu (3) MULHAMAH


Nafsu MULHAMAH Nafsu ini lebih baik dari amarah dan lawwa-mah.Nafsu mulhamah ini ialah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses kesucian dari sifat-sifat hati yang tercemar melalui latihan sufi/ tariqat/ amalan guru lainnya yang mempunyai sanad dari Rasulullah s.a.w.Kesucian hatinya telah menyebabkan segala lintasan kotor atau khuatir-khuatir syaitan telah dapat dibuang dan diganti dengan ilham dari malaikat atau Allah.
Firman Allah:
"Demi nafsu (manusia) dan yang menjadikannya (Allah) lalu diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucinya (nafsu) dan rugilah (celakalah) orang yang mengotorkannya(nafsu)Makam nafsu ini juga dikenali dengan nafsu samiah. Pada pringkat ini amalan baiknya sudah mengatasi amalan kejahatannya. Sifat mazmumah telah diganti dengan mahmudah. Sikap beibadat telah tebal dan amalan guru terus diamalkan dengan lebih tekun lagi.
Pada penyesalan pada peringakat lawwamah tadi terus bersebati di dalam jiwa. Isyarat lawwamah sentiasa subur. Sesungguhnya taubat orang peringkat mulhamah ini adalah "taubatan nasuha" . Bukan shaj di mulut tetapi hakiki.
Dalam kehidupan sudah terbina satu skap yang baik,tabah menghadapi dugaan, bila terlintas sesuatu yang ke arah maksiat cuba-cuba memohon kepada perlindungan dari Allah.

Firman Allah:
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa , bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketiak itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan."
Sabda Rasulullah S.a.w:
"Barangsiapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan merasa susah (gelisah) dengan kejahatan yang dilakukan, maka itu orang-orang mukmin"
Zikir pada tahap ini telah menyerap kedalam lubuk hatinya bukan sekadar berlewa-lewa dibibir sahaja lagi. Malah sudah menerima hakikat nikmat zikir dan zauk. Bila disebur nama Allah rindunya sangat besar, berderau darahnya dan gementar tubuhnya tanpa disengajakan.
Firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, bagi mereka apabila sahaja disebut nama Allah, nescaya gementarlah seluruh hati mereka"Perasaan ini terus menjalar sehingga bertemu kekasihnya.

Antara sifat-sifat yang bernafsu mulhamah:1. Sifat-sifat ketenangan,lapang dada dan tidak putus asa.
2. Tak sayangkan harta
3. Qanaah.
4. Berilmu laduni
5. Merendah diri/ tawwadu'
6. Taubat hakiki
7. Sabar hakiki
8. Tahan ujian dan menanggung kesusahan


Mereka pada tahap ini mulai masuk ke sempadan maqam wali yakni kerapkali mulai mencapai fana yang menghasilkan rasa makrifat dan hakikat (syuhud) tetapi belum teguh dan kemungkinan untuk kembali kepada sifat yang tidak baik masih ada. Kebanyakan orang cepat terhijab pada masa ini kerana terlalu asyik dengan anugerah Allah padahal itu hanyalah ujian semata-mata.

Dalam konteks ilmu pula mereka bukan sahaja menguasai ilmu qalam malah sudah dapat menguasai ilmu ghaib menerusi tiga cara laduni yaitu nur, cara tajalli dan cara laduni di peringakat sir. Yang dimaksudkan dengan laduni peringkat sir ialah menerusi telinga batin yang terletak ditengah-tengah kepala yang biasanya dipanggil bahagian tanaffas. Suara yang diterima amat jelas sekali. Tak ubah seperti mendengar suara telefon. Pada masa yang sama pendengaran zahir tetap tidak terganggu walaupun masa menerima laduni sir itu ada kawan berbual. Biasanya suara ghaib itu adalah waliyulah atau ambia yang merupaka guru-guru ghaib yang bertugas mengajar ilmu ghaib pada mereka yang diperingkat mulhamah. Tapi perlu ingat guru murysid zahir kita tetap guru. Malah Guru mursyid kita sebenarnya telah berkomunikasi terlebih dahulu dengan guru-guru ghaib ini. Sebab tu kalau tak ada murysid kita akan terpedaya dengan syaitan dan jin yang menyamar. Pembukaan telinga batin ini pada awalnya berlaku seakan suatu bisikan suara yang dapat dibahagian dalam anak telinga, dimana pada permulaannya merasa berdesing. Kemudian barulah dapat dengar jelas.
Zikir tetap meningkat. Pada peringkat inilah Allah berfirman:
"Orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir kepada Allah.Ingatlah hanya dengan berzikir kepada Allah sahajalah hati menjadi tenteram".